Elis Komalasari
Ki Hajar
Dewantara memiliki keyakinan bahwa pendidikan anak usia dini sangatlah penting
untuk mengoptimalkan proses tumbuh kembang anak. Dalam pemikirannya mengenai
pendidikan dan praktik pendidikan Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara banyak
mengkaji pemikiran beberapa tokoh pendidikan anak diantaranya Froebel dan
Montessori. Terdapat pokok persamaan pemikiran diantara ketiga tokoh tersebut,
yaitu bahwa belajar pada usia dini mengaktifkan fungsi panca indera.
Namun
dalam praktik pengajaran, terdapat perbedaan antara metode Froebel, Montessor
dan Ki Hajar Dewantara, diuraikan dalam tabel di bawah ini:
Tabel
1.
Perbedaan
Metode Pengajaran
Tokoh
|
Materi
Pengajaran
|
Metode
|
Montessori
|
Panca Indera
|
Latihan
|
Froebel
|
Panca Indera,
Perasaan
|
Permainan, nyanyian
dan drama
|
Ki Hajar Dewantara
|
Panca Indera
|
Latihan, permainan,
nyanyian
|
Montessori
mementingkan pelajaran panca indera dengan mengadakan beberapa alat untuk
latihan panca indera, dan semua itu bersifat pelajaran. Dalam praktiknya,
Montessori memberikan kebebasan yang luas pada anak, tidak ada paksaan dan
menghapuskan cara pemberian ganjaraan atau hukuman. Hal ini bertujuan agar anak
jangan sampai dalam melaksanakan kegiatan hanya untuk mendapat hadiah atau
takut akan hukuman.
Latihan
panca indera dalam sistem sekolah montessori bermaksud untuk mengoptimalkan
seluruh fungsi panca indera dan hal tersebut bertujuan untuk membantu
perkembangan berpikir, merasa dan melatih keinginan, selain itu juga untuk
perkembangan budi pekerti. Untuk latihan panca indera, Montessori mengembangkan
berbagai alat-alat permainan yang mudah dimengerti oleh anak-anak, Montessori
mengutamakan ruangan yang fleksibel agar
anak dapat berpindah-pindah.
Tabel
2
Strategi
Pengajaran Montessori, Froebel dan Ki Hajar Dewantara
Tokoh
|
Strategi
pengajaran
|
Fungsi guru
|
Montessori
|
Individual
|
Guru sebagai
penuntun yang bertugas untuk melihat dan mengamati perilaku anak
|
Froebel
|
Klasikal
|
Pendidik
|
Ki Hajar
Dewantara
|
Klasikal
|
Pendidik
|
Sementara
itu, Froebel lebih mengutamankan pengajaran panca indera melalui permainan dan
sifatnya anak masih terperintah. Dalam metode Froebel, pelajaran panca indera
diwujudkan menjadi barang-barang yang menyenangkan anak. Froebel lebih memandang anak secara global
dan melakukan pendekatan pada anak-anak dengan bekal yang begitu berharga,
yaitu penghargaan terhadap kodrat alam, filosofi, keagamaan dan kesenian, sudah
sepatutnya anak tidak dijadikan bahan percobaan, sebaliknya orang dewasa harus
memiliki anggapan bahwa anak adalah wayang yang dimainkan oleh kekuatan gaib
dari Tuhan yang Maha Kuasa.
Ki Hajar Dewantara dengan metode
among siswa, menggunakan latihan dan permainan dalam pembelajaran panca indera
untuk anak-anak. hal tersebut dikarenakan pelajaran panca indera dan permainan
kanak-kanak tidak bisa terpisah. Dalam Taman Siswa memiliki kepercayaan bahwa
segala tingkah laku dan segala keadaan anak-anak sudah diisi oleh Sang Maha
Among segala alat-alat yang bersifat mendidik anak.
Dalam praktiknya, Ki Hajar Dewantara
memasukan unsur-unsur kebudayaan dalam permainan anak-anak. Ia percaya bahwa
permainan tradisional memiliki manfaat untuk melatih tabiat tertib dan teratur.
Selain itu, permainan anak-anak memiliki kedudukan yang sangat penting di
negara Indonesia, sebagian besar permainan-permainan anak disertai dengan
nyanyian-nyanyian dan hal tersebut membuktikan adanya musikalitas pada
anak-anak. oleh karena itu bentuk permainan di Taman Kanak-kanak dapat berupa
permainan dengan nyanyian dan atau permainan dengan lagu dan gerak berirama.
Permainan anak-anak selalu
mengandung nilai-nilai pendidikan, baik dalam sisi fisik maupun psikologis.
Anak-anak berkembang oleh permainan-permainan yang mereka lakukan karena hal
tersebut sesuai dengan kodrat anak , sesuai dengan alam sekitar, berkembangan
karena spontanitas. Ki Hajar Dewantara juga berpendapat bahwa kesenian untuk
anak-anak dapat dilakukan melalui permainan, khususnya latihan kesenian suara,
tari dan sandiwara. Dan semuanya itu adalah dasar dari pendidikan budi pekerti,
sebagaimana Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa: “Permainan Kanak-Kanak
adalah kesenian kanak-kanak yang sungguhpun amat sederhana bentuk dan isinya
namun memenuhi syarat-syarat ethis dan aesthetis, dengan semboyan : dari natur
ke arah kultur”.
Di sekolah Taman Indria yang
didirikan oleh Ki Hajar Dewantara, pendidikan bersemboyankan Tut Wuri
Handayani, yakni memberi kebebasan yang luas, selama tidak ada bahaya yang
mengancam anak-anak. Hal tersebutlah yang disebut sikap among dalam pola
kebangsaan Indonesia. Dalam proses pembelajaran, anak-anak dibiasakan
menggambar, , menjanji, berbaris, bermain, membuat pekerjaan-pekerjaan tangan
secara bebas dan teratur. Selain itu ada pelajaran tang menggabungkan
pelajaran-pelajaran lagu, sastra dan cerita yang dinamakan metode sari swara.
Ki Hajar Dewantara menganjurkan
untuk mendirikan Taman Kanak-Kanak yang bercorak warna dan berbentuk nasional.
Adapun corak warna dan bentuk nasional, diantaranya:
- Upaya pendidikan dan perawatan pada anak oleh ibu terukur dengan konsep pedagogi dan psikologi yang akan bermanfaat untuk kemajuan tumbuh kembang anak
- Tinjau bagaimana anak-anak menyenangkan diri sendiri sehingga kita mengenak jiwa dan watak para anak
- Pilih banyak permainan yang diiringi oleh nyanyian dan tarian yang sesuai dengan maksud dan tujuan
- Bangun hubungan antara anak-anak dan masyarakat
- Gunakan konsep pedagogis untuk mengajar anak-anak.
Referensi :
Ki Hajar Dewantara. 1961. Bagian Pertama: Pendidikan.
Jogjakarta: Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar