Minggu, 10 Februari 2013

Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan Anak Usia Dini


Elis Komalasari

Ki Hajar Dewantara memiliki keyakinan bahwa pendidikan anak usia dini sangatlah penting untuk mengoptimalkan proses tumbuh kembang anak. Dalam pemikirannya mengenai pendidikan dan praktik pendidikan Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara banyak mengkaji pemikiran beberapa tokoh pendidikan anak diantaranya Froebel dan Montessori. Terdapat pokok persamaan pemikiran diantara ketiga tokoh tersebut, yaitu bahwa belajar pada usia dini mengaktifkan fungsi panca indera.
Namun dalam praktik pengajaran, terdapat perbedaan antara metode Froebel, Montessor dan Ki Hajar Dewantara, diuraikan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1.
Perbedaan Metode Pengajaran

Tokoh
Materi Pengajaran
Metode
Montessori
Panca Indera
Latihan
Froebel
Panca Indera, Perasaan
Permainan, nyanyian dan drama
Ki Hajar Dewantara
Panca Indera
Latihan, permainan, nyanyian

Montessori mementingkan pelajaran panca indera dengan mengadakan beberapa alat untuk latihan panca indera, dan semua itu bersifat pelajaran. Dalam praktiknya, Montessori memberikan kebebasan yang luas pada anak, tidak ada paksaan dan menghapuskan cara pemberian ganjaraan atau hukuman. Hal ini bertujuan agar anak jangan sampai dalam melaksanakan kegiatan hanya untuk mendapat hadiah atau takut akan hukuman.
Latihan panca indera dalam sistem sekolah montessori bermaksud untuk mengoptimalkan seluruh fungsi panca indera dan hal tersebut bertujuan untuk membantu perkembangan berpikir, merasa dan melatih keinginan, selain itu juga untuk perkembangan budi pekerti. Untuk latihan panca indera, Montessori mengembangkan berbagai alat-alat permainan yang mudah dimengerti oleh anak-anak, Montessori mengutamakan  ruangan yang fleksibel agar anak dapat berpindah-pindah.
Tabel 2
Strategi Pengajaran Montessori, Froebel dan Ki Hajar Dewantara
Tokoh
Strategi pengajaran
Fungsi guru
Montessori
Individual
Guru sebagai penuntun yang bertugas untuk melihat dan mengamati perilaku anak
Froebel
Klasikal
Pendidik
Ki Hajar Dewantara
Klasikal
Pendidik

            Sementara itu, Froebel lebih mengutamankan pengajaran panca indera melalui permainan dan sifatnya anak masih terperintah. Dalam metode Froebel, pelajaran panca indera diwujudkan menjadi barang-barang yang menyenangkan anak.  Froebel lebih memandang anak secara global dan melakukan pendekatan pada anak-anak dengan bekal yang begitu berharga, yaitu penghargaan terhadap kodrat alam, filosofi, keagamaan dan kesenian, sudah sepatutnya anak tidak dijadikan bahan percobaan, sebaliknya orang dewasa harus memiliki anggapan bahwa anak adalah wayang yang dimainkan oleh kekuatan gaib dari Tuhan yang Maha Kuasa.
            Ki Hajar Dewantara dengan metode among siswa, menggunakan latihan dan permainan dalam pembelajaran panca indera untuk anak-anak. hal tersebut dikarenakan pelajaran panca indera dan permainan kanak-kanak tidak bisa terpisah. Dalam Taman Siswa memiliki kepercayaan bahwa segala tingkah laku dan segala keadaan anak-anak sudah diisi oleh Sang Maha Among segala alat-alat yang bersifat mendidik anak.
            Dalam praktiknya, Ki Hajar Dewantara memasukan unsur-unsur kebudayaan dalam permainan anak-anak. Ia percaya bahwa permainan tradisional memiliki manfaat untuk melatih tabiat tertib dan teratur. Selain itu, permainan anak-anak memiliki kedudukan yang sangat penting di negara Indonesia, sebagian besar permainan-permainan anak disertai dengan nyanyian-nyanyian dan hal tersebut membuktikan adanya musikalitas pada anak-anak. oleh karena itu bentuk permainan di Taman Kanak-kanak dapat berupa permainan dengan nyanyian dan atau permainan dengan lagu dan gerak berirama.
            Permainan anak-anak selalu mengandung nilai-nilai pendidikan, baik dalam sisi fisik maupun psikologis. Anak-anak berkembang oleh permainan-permainan yang mereka lakukan karena hal tersebut sesuai dengan kodrat anak , sesuai dengan alam sekitar, berkembangan karena spontanitas. Ki Hajar Dewantara juga berpendapat bahwa kesenian untuk anak-anak dapat dilakukan melalui permainan, khususnya latihan kesenian suara, tari dan sandiwara. Dan semuanya itu adalah dasar dari pendidikan budi pekerti, sebagaimana Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa: “Permainan Kanak-Kanak adalah kesenian kanak-kanak yang sungguhpun amat sederhana bentuk dan isinya namun memenuhi syarat-syarat ethis dan aesthetis, dengan semboyan : dari natur ke arah kultur”.
            Di sekolah Taman Indria yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara, pendidikan bersemboyankan Tut Wuri Handayani, yakni memberi kebebasan yang luas, selama tidak ada bahaya yang mengancam anak-anak. Hal tersebutlah yang disebut sikap among dalam pola kebangsaan Indonesia. Dalam proses pembelajaran, anak-anak dibiasakan menggambar, , menjanji, berbaris, bermain, membuat pekerjaan-pekerjaan tangan secara bebas dan teratur. Selain itu ada pelajaran tang menggabungkan pelajaran-pelajaran lagu, sastra dan cerita yang dinamakan metode sari swara.
            Ki Hajar Dewantara menganjurkan untuk mendirikan Taman Kanak-Kanak yang bercorak warna dan berbentuk nasional. Adapun corak warna dan bentuk nasional, diantaranya:
  1. Upaya pendidikan dan perawatan pada anak oleh ibu terukur dengan konsep pedagogi dan psikologi yang akan bermanfaat untuk kemajuan tumbuh kembang anak
  2.  Tinjau bagaimana anak-anak menyenangkan diri sendiri sehingga kita mengenak jiwa dan watak para anak
  3. Pilih banyak permainan yang diiringi oleh nyanyian dan tarian yang sesuai dengan maksud dan tujuan
  4. Bangun hubungan antara anak-anak dan masyarakat
  5. Gunakan konsep pedagogis untuk mengajar anak-anak.


Referensi : 
Ki Hajar Dewantara. 1961. Bagian Pertama: Pendidikan. Jogjakarta: Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar