Selasa, 28 Mei 2013

Kerangka Pemikiran Kebijakan Pendidikan Dasar di Indonesia

Oleh :
Elis Komalasari
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Pendidikan di Indonesia memiliki banyak kebijakan. Kenyataan bahwa kebijakan pendidikan tersebut seringkali berganti dengan cepat, salah satunya dipengaruhi oleh faktor politik. Politik memang tidak bisa dipisahkan dari proses perumusan dan implementasi kebijakan. Sebagaimana Tilaar dan Nugroho (2009) mengungkapkan bahwa sebagai sebuah strategi, dalam kebijakan publik sudah terangkum preferensi-preferensi politis dari para aktor yang terlibat dalam proses kebijakan, khususnya pada proses perumusan. Kebijakan pendidikan sebagai bagian dari kebijakan publik tidak terlepas dari preferensi politis pemerintah sebagai aktor yang merumuskan kebijakan.
Perubahan kurikulum pendidikan menjadi bukti nyata kebijakan yang dipengaruhi oleh peran pemangku kebijakan, selama beberapa puluh tahun, pendidikan di Indonesia telah mengalami beberapa kali pergantian kurikulum. Kebijakan kurikulum berganti seiring dengan pergantian kabinet dalam pemerintahan. hal tersebut sangat bertolak belakang dengan teori kebijakan inkremental. Teori inkremental menganggap bahwa kebijakan publik merupakan variasi ataupun keberlanjutan dari kebijakan di masa lalu. Teori ini dapat dikatakan sebagai teori pragmatis/ praktis. Inti dari kebijakan inkrementalis adalah berusaha mempertahankan komitmen kebijakan di masa lalu untuk mempertahankan kinerja yanng telah dicapai.
Namun pada tahun 2013, teori inkremental tercermin dalam perumusan kebijakan kurikulum 2013. Pemerintah membuat kurikulum 2013 tanpa merubah keseluruhan kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum KTSP. Apa yang menjadi inti dari kurikulum 2013 adalah perubahan filosofis pendidikan sedangkan hal lainnya tetap menggunakan kurikulum KTSP. Dalam hal ini bisa dilihat upaya pemerintah dalam melakukan keberlanjutan kurikulum dengan merumuskan variasi baru tanpa mengenyampingkan kebijakan kurikulum sebelumnya.
Sementara dalam pembuatan-pembuatan kebijakan pendidikan dasar lainnya, seperti kebijakan pemberian BOS dan sekolah gratis. Pemerintah telah melakukan upaya untuk memberikan manfaat yang optimum kepada masyarakat khususnya anak-anak agar mendapatkan kesempatan bersekolah. Apabila kita memandang sebuah kebijakan yang berakar pada pemikiran memberikan manfaat sebesar-besarnya, kita dapat merujuk pada teori kebijakan rasional, dimana teori ini mengedepankan gagasan bahwa kebijakan publik sebagai maximum social gain, artinya pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus memilih kebijakan yang memberikan manfaat optimum bagi masyarakat. Dengan kata lain, teori ini lebih menekankan pada efisiensi atau aspek ekonomis.
Adanya penekanan aspek ekonomis dalam perumusan kebijakan pendidikan dasar dapat dipengaruhi oleh kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Pada saat ini, berdasarkan laporan awal mengenai bidang pendidikan (Bank Dunia, 2012) mengungkapkan bahwa di Indonesia masih terdapat kesenjangan dalam hal ekonomi, lebih dari 31% masayarakat indonesia hidup dalam kemiskinan. Walaupun Indonesia mengalami kemajuan dalam pencapaian MDGs namun bagi masayarakat miskin hal tersebut hanya memberikan perubahan kecil bagi kehidupan mereka.
Dengan adanya pemberian bantuan operasional sekolah tidak membuat semua anak-anak dapat menikmati fasilitas tersebut. hal ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor akses dan mutu pendidikan yang harus pemerintah tingkatkan, Disini jelas bahwa pemerintah harus memiliki kerangka pemikiran yang ajeg dalam merumuskan kebijakan pendidikan agar kebijakan yang dikeluarkan untuk kepentingan bersama dapat dirasakan bersama-sama dan meraih keberhasilan dalam implementasi dan hasil.
Adanya kebijakan pendidikan dasar mengenai kurikulum 2013 yang lebih menekankan pada perubahan aspek filosofis pendidikan dan hakikat perkembangan peserta didik, hal ini senada dengan pendapar Irianto (2011)  bahwa ketika kebijakan pendidikan dipandang dari sudut keilmuan, hal tersebut memiliki makna imperatif dan merujuk pada paradigma filsafat keilmuan. Adapun paradigma filsafat dalam kebijakan pendidikan harus merujuk pada paradigma ilmu pendidikan. Kita mengetahui bahwa paradigma ilmu pendidikan lebih menekankan pada perkembangan peserta didik dan bagaimana pendidikan dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik sehingga menjadi manusia seutuhnya sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Dengan landasan filosofis idealisme tersebut, pendidikan seharusnya terbebas dari pengaruh dan nuansa politis. Menteri Pendidikan Nasional M. Nuh dalam sebuah harian online Kompas (senin, 6 mei 2013) mengatakan dengan keras “Please, don’t touch education!”. Ia meminta agar urusan pendidikan yang kini sedang dijalankan tidak dikaitkan dengan urusan politik. Bahkan, ia menegaskan bahwa pendidikan tidak boleh tersentuh oleh apa pun termasuk politik. Selain itu, M.Nuh mengungkapkan juga bahwa masalah pendidikan harus dilakukan secara berkelanjutan dan tidak boleh dipengaruhi oleh periode politik yang berjalan. Pasalnya, pendidikan ini menyangkut hajat hidup orang banyak dan masa depan bangsa, sehingga apa yang sudah dijalankan tidak bisa diubah begitu saja hanya karena alasan periode politik.

Adakah kemungkinan untuk kebijakan pendidikan dapat berjalan seperti apa yang M.Nuh katakan? Apabila kita mencermati kondisi di lapangan dan kajian teoritis, kemungkinan kebijakan pendidikan untuk terlepas dari pengaruh politik yang sedang berjalan itu kecil kemungkinan. Karena berbagai teori mengemukakan bahwa kebijakan tidak terlepas dari politik. Namun dari pendapat M.Nuh dapat diambil benang merah bahwa pada saat ini kebijakan pendidikan di Indonesia dilakukan secara berkelanjutan. Hal tersebut bermakna kerangka pikir kebijakan pendidikan di indonesia memiliki kecenderungan menganut teori inkrementalis, dimana kebijakan dibuat sebagai variasi dan mempertahankan kebijakan yang telah dibuat sebelumnya.

Referensi :
Irianti, Yoyon B. (2011). Kebijakan Pembaharuan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
Tilaar & Nugroho. (2009). Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
 World Bank. (2012). Pendidikan dan Pengembangan Anak Usia Dini di Indonesia: Landasan Kokoh, Hari Esok Cerah. World Bank, 2012
 Afifah, Riani. (2013). Please, Don’t Touch Education. Retrieved: www.kompas.com. [senin, 06 Mei 2013]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar