Oleh :
Elis Komalasari
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Pendidikan
di Indonesia memiliki banyak kebijakan. Kenyataan bahwa kebijakan pendidikan
tersebut seringkali berganti dengan cepat, salah satunya dipengaruhi oleh
faktor politik. Politik memang tidak bisa dipisahkan dari proses perumusan dan
implementasi kebijakan. Sebagaimana Tilaar dan Nugroho (2009) mengungkapkan
bahwa sebagai sebuah strategi, dalam kebijakan publik sudah terangkum
preferensi-preferensi politis dari para aktor yang terlibat dalam proses
kebijakan, khususnya pada proses perumusan. Kebijakan pendidikan sebagai bagian
dari kebijakan publik tidak terlepas dari preferensi politis pemerintah sebagai
aktor yang merumuskan kebijakan.
Perubahan
kurikulum pendidikan menjadi bukti nyata kebijakan yang dipengaruhi oleh peran
pemangku kebijakan, selama beberapa puluh tahun, pendidikan di Indonesia telah
mengalami beberapa kali pergantian kurikulum. Kebijakan kurikulum berganti
seiring dengan pergantian kabinet dalam pemerintahan. hal tersebut sangat
bertolak belakang dengan teori kebijakan inkremental. Teori inkremental menganggap
bahwa kebijakan publik merupakan variasi ataupun keberlanjutan dari kebijakan
di masa lalu. Teori ini dapat dikatakan sebagai teori pragmatis/ praktis. Inti
dari kebijakan inkrementalis adalah berusaha mempertahankan komitmen kebijakan
di masa lalu untuk mempertahankan kinerja yanng telah dicapai.
Namun
pada tahun 2013, teori inkremental tercermin dalam perumusan kebijakan
kurikulum 2013. Pemerintah membuat kurikulum 2013 tanpa merubah keseluruhan
kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum KTSP. Apa yang menjadi inti dari
kurikulum 2013 adalah perubahan filosofis pendidikan sedangkan hal lainnya
tetap menggunakan kurikulum KTSP. Dalam hal ini bisa dilihat upaya pemerintah
dalam melakukan keberlanjutan kurikulum dengan merumuskan variasi baru tanpa
mengenyampingkan kebijakan kurikulum sebelumnya.
Sementara
dalam pembuatan-pembuatan kebijakan pendidikan dasar lainnya, seperti kebijakan
pemberian BOS dan sekolah gratis. Pemerintah telah melakukan upaya untuk
memberikan manfaat yang optimum kepada masyarakat khususnya anak-anak agar
mendapatkan kesempatan bersekolah. Apabila kita memandang sebuah kebijakan yang
berakar pada pemikiran memberikan manfaat sebesar-besarnya, kita dapat merujuk
pada teori kebijakan rasional, dimana teori ini mengedepankan gagasan bahwa
kebijakan publik sebagai maximum social gain, artinya pemerintah sebagai
pembuat kebijakan harus memilih kebijakan yang memberikan manfaat optimum bagi
masyarakat. Dengan kata lain, teori ini lebih menekankan pada efisiensi atau
aspek ekonomis.
Adanya
penekanan aspek ekonomis dalam perumusan kebijakan pendidikan dasar dapat
dipengaruhi oleh kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Pada saat ini, berdasarkan
laporan awal mengenai bidang pendidikan (Bank Dunia, 2012) mengungkapkan bahwa
di Indonesia masih terdapat kesenjangan dalam hal ekonomi, lebih dari 31%
masayarakat indonesia hidup dalam kemiskinan. Walaupun Indonesia mengalami
kemajuan dalam pencapaian MDGs namun bagi masayarakat miskin hal tersebut hanya
memberikan perubahan kecil bagi kehidupan mereka.
Dengan
adanya pemberian bantuan operasional sekolah tidak membuat semua anak-anak
dapat menikmati fasilitas tersebut. hal ini dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, seperti faktor akses dan mutu pendidikan yang harus pemerintah
tingkatkan, Disini jelas bahwa pemerintah harus memiliki kerangka pemikiran
yang ajeg dalam merumuskan kebijakan pendidikan agar kebijakan yang dikeluarkan
untuk kepentingan bersama dapat dirasakan bersama-sama dan meraih keberhasilan
dalam implementasi dan hasil.
Adanya
kebijakan pendidikan dasar mengenai kurikulum 2013 yang lebih menekankan pada
perubahan aspek filosofis pendidikan dan hakikat perkembangan peserta didik,
hal ini senada dengan pendapar Irianto (2011) bahwa ketika kebijakan pendidikan dipandang
dari sudut keilmuan, hal tersebut memiliki makna imperatif dan merujuk pada
paradigma filsafat keilmuan. Adapun paradigma filsafat dalam kebijakan
pendidikan harus merujuk pada paradigma ilmu pendidikan. Kita mengetahui bahwa
paradigma ilmu pendidikan lebih menekankan pada perkembangan peserta didik dan
bagaimana pendidikan dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh setiap
peserta didik sehingga menjadi manusia seutuhnya sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional.
Dengan
landasan filosofis idealisme tersebut, pendidikan seharusnya terbebas dari
pengaruh dan nuansa politis. Menteri Pendidikan Nasional M. Nuh dalam sebuah
harian online Kompas (senin, 6 mei 2013) mengatakan dengan keras “Please,
don’t touch education!”. Ia meminta agar
urusan pendidikan yang kini sedang dijalankan tidak dikaitkan dengan urusan
politik. Bahkan, ia menegaskan bahwa pendidikan tidak boleh tersentuh oleh apa
pun termasuk politik. Selain itu, M.Nuh mengungkapkan
juga bahwa masalah pendidikan harus dilakukan secara berkelanjutan dan tidak
boleh dipengaruhi oleh periode politik yang berjalan. Pasalnya, pendidikan ini
menyangkut hajat hidup orang banyak dan masa depan bangsa, sehingga apa yang
sudah dijalankan tidak bisa diubah begitu saja hanya
karena alasan periode politik.
Adakah kemungkinan untuk kebijakan pendidikan dapat berjalan
seperti apa yang M.Nuh katakan? Apabila kita mencermati kondisi di lapangan dan
kajian teoritis, kemungkinan kebijakan pendidikan untuk terlepas dari pengaruh
politik yang sedang berjalan itu kecil kemungkinan. Karena berbagai teori
mengemukakan bahwa kebijakan tidak terlepas dari politik. Namun dari pendapat
M.Nuh dapat diambil benang merah bahwa pada saat ini kebijakan pendidikan di
Indonesia dilakukan secara berkelanjutan. Hal tersebut bermakna kerangka pikir
kebijakan pendidikan di indonesia memiliki kecenderungan menganut teori
inkrementalis, dimana kebijakan dibuat sebagai variasi dan mempertahankan
kebijakan yang telah dibuat sebelumnya.
Referensi :
Irianti, Yoyon B. (2011). Kebijakan Pembaharuan Pendidikan.
Jakarta: Rajawali Press.
Tilaar & Nugroho. (2009). Kebijakan Pendidikan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
World
Bank. (2012). Pendidikan dan Pengembangan Anak Usia Dini di Indonesia:
Landasan Kokoh, Hari Esok Cerah. World Bank, 2012
Afifah, Riani. (2013). Please, Don’t Touch Education. Retrieved:
www.kompas.com.
[senin, 06 Mei 2013]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar