PERANAN
AKTIVITAS MENGGAMBAR DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN MATEMATIKA ANAK USIA DINI
Elis Komalasari
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
Batusangkar
Sumatera Barat, Indonesia
Abstract
This
paper discusses about the drawing activities in early childhood and it’s roles
in developing the children’s mathematical skill. The research was conducted in
2009. The result shows that there four mathematical skill were developed when
they are drawing. Four mathematical skill are: 1. Skill of geometry and spatial
senses, 2. Skill of measuring, 3. Skill of pattern, 4. Skill of display and
data analysis. In the other hand, the result shows that drawing activities can
be used as a way of learning mathematics
in early childhood education.
Keywords: children
drawing, mathematical skill, early childhood education
Pendahuluan
Menggambar pada anak usia dini merupakan
sarana pengekspresian ide, gagasan dan pengalaman-pengalaman yang telah dialami
anak, aktivitas menggambar diyakini memiliki peranan yang sangat penting
mengingat perbendaharaan kosa kata anak yang masih terbatas. Berger dalam
Suwarni (2005) mengemukakan bahwa “seeing
comes before words. The child looks and recognize before it can speak”.
Anak-anak mengungkapkan ide-ide yang dilihatnya kemudian mengungkapkan dalam
goresan-goresan sebelum mereka dapat mengungkapkannya dengan kata-kata. Hal
tersebutlah yang dimaksud dengan proses menyampaikan ide secara visual, atau
lebih tepatnya mencoret, menggores, menggambar yang merupakan suatu proses
berkomunikasi secara visual.
Dalam proses berkomunikasi secara
visual, anak-anak dapat menggambar dengan bebas baik itu hasil pengalaman
mereka atau menggambar beraneka macam bentuk sebagai representasi pemikirannya
terhadap sebuah objek. Aktivitas menggambar tersebut
dapat menyalurkan cara pandang anak dan konsep-konsep sederhana yang dimiliki
oleh anak, salah satunya adalah konsep-konsep mengenai matematika yang dapat
dilihat pada bagaimana anak mengelola ruang dan letak, menggambar bentuk dua
dimensi, mengukur gambar objek, memperkirakan jarak, menyusun pola, dan
memprediksikan waktu. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Tabrani (2005) bahwa
gambar anak tak hanya berhubungan dengan pengekspresian pikiran dan emosi semata
namun sangat erat kaitannya juga dengan pengenalan bentuk, memori visual,
kemampuan mengelola ruang dan perkembangan skema.
Memaknai aktivitas
menggambar pada anak-anak, banyak orang tua yang belum menyadari bahwa melalui menggambar,
anak-anak sedang mengkontruksi ide dan gagasan-gagasan matematika. Perry dan
Dockett (2007) mengungkapkan bahwa anak kecil sebenarnya telah memiliki ide-ide
matematika, walaupun tentu saja ide yang dimiliki oleh anak kecil tidak akan
sama dengan gagasan matematika yang dimiliki oleh orang dewasa. Secara
lahiriah, setiap anak memiliki kemampuan matematika namun banyak anak-anak dan orang dewasa tidak yakin
akan hal tersebut, pandangan saat ini adalah kemampuan matematika merupakan
bawaan lahir yang dimiliki manusia dan tidak semua manusia memilikinya. Apakah
benar kepintaran matematika sangat ditentukan oleh faktor genetik?, fakta
membuktikan bahwa banyak orang tidak dapat memanfaatkan potensi mereka karena
mereka meyakini memiliki keterbatasan untuk mencoba memahami matematika. Hal
tersebut sangat penting untuk mendorong keyakinan bahwa setiap orang mampu
untuk mengembangkan kompetensi matematika secara signifikan. Menggambar sebagai salah satu aktifitas bermain untuk
anak dapat memberikan peluang kepada anak untuk mengkontruksi ide-ide
matematika berdasarkan pengalaman di lingkungan sekitar mereka. Lebih jauh, aktivitas menggambar dapat menjadi ungkapan inner potency keterampilan matematika
anak.
Hakikat
Menggambar pada Anak
Menggambar mengikuti suatu pola perkembangan
Anak-anak yang menggambar secara bebas,
spontan, murni dan tanpa target apapun memiliki kecenderungan ciri dan corak
yang sama. Anak-anak senang menggambar objek manusia, rumah, binatang, dan
lingkungan tempat tinggal mereka. Hal-hal tersebut merupakan hasil dari
pengalaman sehari-hari dan anak-anak mengkomunikasikannya melalui gambar. Rhoda
Kellogg (1967), seorang peneliti dari Amerika Serikat yang telah
mengumpulkan satu juta gambar anak dari
berbagai umur, tingkatan sosial dan kebangsaan, hasilnya diperoleh bahwa
anak-anak di benua manapun menggambar hal yang sama dengan cara yang sama pula.
Dengan kata lain, anak-anak, dimanapun, memiliki bahasa pengungkapan artistik
yang sama.
Adanya persamaan yang bersifat universal
merupakan sebuah pola perkembangan yang diikuti oleh setiap anak pada masa
perkembangan hidupnya. Lowenfeld (1982) menyebut pola perkembangan dalam
menggambar sebagai periodisasi gambar anak. Pada usia prasekolah, gambar anak
berada pada periode pra bagan, dimana anak mulai menggambar bentuk-bentuk yang
berhubungan dengan dunia sekitar mereka: manusia, rumah atau pohon. Brittain (1979) mengungkapkan bahwa
pada tahapan pra bagan, anak-anak seringkali menggambar bagian tubuh manusia
dengan mengambar berbagai bentuk geometri, hal ini dikarenakan anak-anak
seringkali melihat bagian-bagian tubuh dalam sudut pandang yang menyeluruh.
Menggambar sebagai sarana pengungkapan ide/ gagasan
Anak-anak menggambar dengan banyak ide/
gagasan dibenak mereka melalui goresan-goresan di atas kertas dengan
menggunakan beragam media dan cara. Menggambar memiliki nilai dan makna
tersendiri karena melalui gambar yang anak-anak ciptakan, anak-anak dapat
mengungkapkan ide/ gagasan, pesan dan informasi yang mereka miliki melebihi
kemampuan berkomunikasi secara verbal. Pandangan tersebut diperkuat oleh
Tabrani (2006) yang mengungkapkan bahwa Tuhan telah menganugerahkan bahasa rupa
kepada setiap manusia sejak usia dua tahunan, sehingga bagi anak-anak yang
masih belum menguasai bahasa kata dan bahasa tulisan dengan baik dapat dengan
mudah berkomunikasi melalui aktivitas dan orang dewasa dapat menjadikan aktivitas menggambar
anak untuk menggali informasi serta
pengetahuan yang dimiliki oleh anak.
Inner Potency
Matematika dalam Gambar Anak
Inner
potency
matematika merupakan potensi dasar matematika yang secara alamiah telah
dimiliki oleh setiap anak, mencakup 5 keterampilan dasar matematika,
diantaranya: 1. Keterampilan geometri dan kepekaan spasial, 2. Keterampilan pola, 3.Keterampilan Pengukuran, 4.
Keterampilan angka dan bilangan, dan 5. Keterampilan display dan analisis data. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan tahun 2009 pada 24 anak usia 4-6 tahun pada 3 Taman Kanak-Kanak yang berbeda
di Kota Bandung, Indonesia, hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat empat keterampilan matematika yang nampak pada hasil karya gambar anak, keterampilan
angka dan bilangan tidak termasuk ke dalamnya.
1. Keterampilan Geometri dan
Kepekaan Spasial
Gambar
1
Visualisasi
Keterampilan Geometri dan Kepekaan Spasial (Ruang)
Afghan
(5 tahun) : Jalan-jalan ke bioskop
Beberapa kunci keterampilan dalam
kepekaan geometri dan spasial untuk anak usia dini menurut standar NCTM (National Council of Teachers of Mathematics)
dalam Copley (2000) diantaranya adalah anak dapat membuat visualisasi gambar bentuk-bentuk geometri dengan
menggunakan memori spasial, merepresentasikan bentuk dan dan dapat mengenali
bentuk dari berbagai sudut pandang, serta dapat mengenal struktur dan bentuk
geometri yang berada di lingkungan sekitar anak. Keterampilan anak dalam
menggabungkan bentuk untuk menggambar sebuah objek menjadi sebuah bukti bahwa
anak dapat membuat visualisasi bentuk untuk menciptakan sebuah gambar. Anak
memandang objek-objek yang berada di lingkungan mereka tak ubahnya seperti
bentuk-bentuk geometri, melihat gunung
seperti bentuk segitiga, melihat badan manusia seperti bentuk persegi.
Pada gambar 1, nampak keterampilan anak
dalam menggambarkan lokasi secara sederhana. Keterampilan dalam menggambarkan
lokasi merupakan keterampilan dalam aspek daya bayang ruang/ space. Copley (2000) mengemukakan bahwa
daya bayang ruang menyangkut keterampilan berpikir spasial. Bagaimana anak-anak
dapat menciptakan visualisasi bentuk-bentuk geometri dalam berbagai posisi dan
menggambarkan perubahan ruang. Adapun jenis-jenis pemahaman spasial menurut
NCTM (Copley, 2000), antara lain: arah, jarak, lokasi dan representasi objek.
Pada anak usia dini, pemahaman spasial tersebut dapat dikembangkan melalui
kegiatan menggambar peta sederhana dan kesempatan memanipulasi berbagai bentuk
dalam berbagai posisi. Penciptaan bentuk oleh anak pada saat menggambar lebih
bersifat spontan didukung oleh Piaget dalam Copeland (1970) yang berpandangan
bahwa anak telah memiliki kepekaan spasial, kepekaan spasial berkembang secara
spontan melalui penemuan hubungan-hubungan spasial, lebih lanjut, Piaget
menyebutnya sebagai spontanitas geometri.
Dilihat dari faktor perkembangan gambar
anak usia Taman Kanak-Kanak yang berada pada periode pra bagan, Lowenfeld dan
Brittain (1982) mengemukakan bahwa pada periode pra bagan anak-anak mulai
mencipta bentuk dan memulai komunikasi melalui gambar. Bentuk-bentuk yang
digambar anak tak lain adalah bentuk-bentuk yang memiliki hubungan dengan
lingkungan sekitar mereka. Soesatyo (1994) mengungkapkan bahwa anak memiliki
perangai gambar yang secara garis besar sama, perangai gambar anak disebut
dengan tipologi. Tipologi gambar sangat berkaitan erat dengan perubahan ruang/
bentuk. Dalam matematika, Copeland (1970) membatasi pengalaman geometri anak
pada tahap topologi, topologi dalam ilmu matematika merupakan sebuah studi
mengenai perubahan bentuk. Di lain kesempatan, anak seringkali menciptakan
sebuah objek gambar dengan mengabungkan berbagai gambar bentuk dua dimensi, hal
tersebut merupakan salah satu indikator keterampilan matematika dalam area
kepekaan geometri dan spasial. Setiap anak memiliki kemampuan untuk mengambar
bentuk sebagai representasi objek maka tidak heran apabila hasil karya gambar
anak syarat dengan unsur bentuk, pengelolaan ruang yang berupa jarak, arah, dan
lokasi.
2. Keterampilan Pola (Pattern)
Kellogg dan O’Dell (1967) berpendapat
bahwa pada usia lima tahun anak senang menggambar objek manusia, objek manusia
menjadi objek gambar kesenangan anak. Saat anak memulai menggambar figur
manusia, anak mengembangkan pola: lingkaran sebagai kepala, persegi untuk
badan, lingkaran kecil untuk tangan dan kaki. Anak-anak dapat mengenal pola
melalui pengalaman sehari-hari dan dari lingkungan sekitar mereka.
Gambar 2
Visualisasi Keterampilan
Pola Matematika
Azka (5 tahun) :
Bermain di Luar
Gambar di atas memperlihatkan anak yang
sedang menggambar sosok manusia. Nampak sosok manusia yang sedang digambar
memiliki pola bentuk: kepala, tangan, badan dan kaki. Pada saat aktivitas
menggambar tersebut terjadi, anak sedang mengembangkan kemampuannya dalam
menciptakan pola bentuk dan pengukuran. Copley (2000) berpendapat bahwa
keterampilan matematika dapat dikembangkan melalui pemberian pengalaman
sistematik dengan cara: mengulang pola, mengembangkan pola, menemukan,
menjiplak, melanjutkan serta membuat pola-pola. Menggambar pola manusia membuat
anak belajar dalam menjiplak pola bentuk manusia yang sering dilihatnya dalam
kehidupan sehari-hari dan mengembangkan pola. Lebih lanjut, Copley (2000)
menyatakan bahwa berpikir mengenai pola dapat membantu anak untuk lebih peka
terhadap matematika, belajar memprediksi apa yang akan terjadi, berbicara mengenai
hubungan dan melihat hubungan antara konsep-konsep matematika dengan lingkungan
sekitar mereka.
3. Keterampilan Pengukuran (Measuring)
Piaget (Copley, 2000) menyatakan bahwa
anak-anak mengembangkan konsep dan keterampilan pengukuran secara intuitif mengenai
kuantitas, berat, panjang dan sejenisnya. Dalam proses menggambar, keterampilan
anak dalam melakukan pengukuran ketika menggambar objek lebih kepada mengidentifikasi dan membandingkan panjang
dan luas. Mengidentifikasi ukuran panjang-pendek, besar-kecil hampir dilakukan
oleh setiap anak dalam menggambar sebuah objek, hal tersebut sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Copley (2000) bahwa aktivitas pengukuran pada masa usia dini
difokuskan pada kemampuan anak dalam
mengidentifikasi dan membandingkan jenis-jenis ukuran seperti: panjang, luas,
berat, volume, temperatur dan waktu.
Gambar
3
Visualisasi
Keterampilan Pengukuran
Alia
(5 tahun) : Ikan di Laut
Sementara dalam mengamati konsep waktu
pada gambar anak, Tabrani (2005) mengemukakan bahwa anak menggambar dari aneka
arah, aneka jarak dan aneka waktu. Teori bahasa rupa gambar anak (Tabrani,
2005) mengungkapkan bahwa konsep waktu dapat terlihat pada sejumlah adegan dan
objek yang bergerak dalam ruang dan waktu.
Pendapat senada diungkapkan pula oleh Lowenfeld dan Brittain (1982)
bahwa sebuah gambar mengandung representasi ruang dan waktu, hal tersebut dapat
dilihat pada perbedaan rangkaian adegan dalam gambar.
Gambar 4
Visualisasi Keterampilan Pengukuran (Ruang dan
Waktu)
Eky (6 tahun) : Eky lagi naik sapi
Hasil karya gambar anak di atas
menunjukan sejumlah adegan objek gambar. Anak menggambarkan proses dari adegan menunggang
sapi; gambar sebelah kiri adalah gambar dirinya yang sedang menonton sapi,
gambar dibagian tengah adalah dirinya yang sedang menghampiri sapi dan gambar
sebelah kanan adalah gambar adegan terakhir dirinya yang sedang menunggangi
sapi lengkap dengan seutas tali.
Menelaah konsep waktu dalam kajian
matematika, Copley (2000) mengemukakan bahwa pemahaman konsep waktu pada anak
usia dini lebih kepada anak-anak dapat mengeksplorasi aspek-aspek waktu seperti
hubungan waktu, jarak, dan kecepatan. Pada saat anak merepresentasikan waktu
melalui sejumlah adegan objek gambar, anak-anak mengembangkan pemahaman waktu seperti:
“sedang (terjadi)”, “kemudian,” “sebelumnya,” “selanjutnya,” dan lain-lain.
Dengan demikian, anak-anak tidak hanya mengembangkan keterampilan dalam
mengidentifikasi ukuran panjang dan luas namun juga anak-anak mengembangkan
pemahaman konsep waktu melalui visualisasi rangkaian adegan gambar.
4. Keterampilan Display dan Analisis
Data
Copley (2000) mengemukakan bahwa standar
keterampilan display dan analisis data pada anak usia dini difokuskan pada
keterampilan anak untuk mengumpulkan, merepresentasikan dan memvisualisasikan
informasi yang dimiliki oleh anak. Keterampilan display dan analisis data nampak
pada cara anak menggambarkan suatu kelompok objek dan merepresentasikan serta
memvisualisasikannya pada lokasi yang tepat, seperti: visualisasi kelompok objek yang berada di langit,
kelompok objek yang berada di bawah laut, dan kelompok objek yang berada di
atas permukaan tanah. Berikut hasil karya gambar anak yang menunjukan
keterampilan dalam area display dan analisis data.
Gambar 5
Visualisasi keterampilan display dan analisis data
Vakis (6 tahun): Dunia bawah laut
Gambar di atas bercerita tentang manusia
yang sedang menyelam di laut, nampak
keterampilan anak dalam merepresentasikan kumpulan objek dengan
penempatan pada lokasi yang tepat; anak menggambar kumpulan objek yang berada
di bawah laut, kerikil di dasar laut, ikan dan manusia yang berada di dalam
laut. Selain itu, anak menggambar garis permukaan laut untuk mempertegas
gagasan mengenai kelompok objek-objek yang berada di laut, darat dan langit. Copley
(2000) mengemukakan bahwa kunci dari keterampilan display dan analisis data
terdiri dari: mengumpulkan data, memilah data dan mengklasifikasikan data,
mengorganisir data, merepresentasikan data dengan menggunakan objek-objek nyata,
gambar dan grafik, menggambarkan serta membandingkan data. Berdasarkan hasil
temuan, anak-anak dapat menguasai keterampilan dan konsep analisis data secara
sederhana, anak mampu mengasah kemampuan
mengumpulkan, memilah dan mengklasifikasikan objek serta merepresentasikannya
melalui sebuah gambar.
Peranan
Aktivitas Menggambar dalam Mengembangkan Keterampilan Matematika Anak Usia Dini
Menggambar sebagai ekspresi inner potency matematika anak
Beberapa ahli matematika dan psikologi
memiliki keyakinan bahwa matematika merupakan inner potency yang ada dalam
diri anak. setiap anak memiliki kemampuan matematika dan dapat mengembangkannya
secara signifikan. Penelitian di lapangan menunjukan bahwa setiap anak mampu
merepresentasikan beragam ide/ gagasan matematika melalui aktivitas menggambar.
Anak-anak secara signifikan mengembangkan kemampuan menggambar sejalan
dengan keterampilan matematika yang
mereka kuasai. Hal ini dikarenakan anak-anak menggambar sesuai dengan apa yang
mereka lihat, apa yang mereka alami dan
apa yang mereka kuasai, memandang sebuah objek sebagai bagian menyeluruh dan
merepresentasikannya melalui berbagai cara yang baku, dimana bentuk adalah
segitiga, persegi, persegi panjang, lingkaran dan lain-lain. Menggabungkan
berbagai bentuk tersebut untuk menciptakan sebuah objek dan menirukan pola yang
ada di alam. Hal tersebut adalah kemampuan menggambar anak dan kemampuan
tersebut melibatkan penguasaan mereka dalam keterampilan matematika.
Penelitian yang dilakukan oleh Guay,
McDaniel, Shermann dan Bishop (Marliah, 2006) menemukan hubungan positif antara
kemampuan spasial dengan matematika pada anak usia sekolah, baik pada kemampuan
spasial taraf rendah maupun taraf tinggi. Dengan didasarkan pada hasil temuan
penelitian, berbagai penelitian sebelumnya dan didukung oleh berbagai kajian
teori maka kemampuan menggambar anak usia dini merupakan bagian representasi
dari keterampilan matematika yang anak miliki. Anak-anak pada umumnya dapat mengembangkan
prinsip-prinsip matematika yang memiliki kaitan erat dengan seni menggambar
seperti: kepekaan geometri dan spasial, pengukuran, bahkan anak-anak dapat
mengembangkan keterampilan matematika dalam area pola dan analisis data.
Menggambar sebagai proses matematisasi pada anak
Matematisasi merupakan sebuah proses
hantaran matematika menjadi sesuatu yang dekat dengan dunia anak. Dunia anak
adalah bermain, menggambar sebagai kegiatan bermain yang menyenangkan dapat
menjadi sebuah hantaran matematika untuk anak memahami dan mengembangkan
keterampilan matematika yang mereka miliki. Dalam
mengembangkan kemampuan tersebut, anak perlu diberikan stimulasi dan kesempatan
untuk mengembangkannya dengan berbagai cara.
Dalam mengembangkan berbagai ide/
gagasan matematika, anak dapat menggunakan berbagai representasi informal,
contohnya adalah menggambar. Aktivitas menggambar dapat mengembangkan kemampuan
anak untuk memecahkan masalah dan mengkomunikasikan pemikiran mereka. Jenis
representasi informal seperti menggambar adalah sebuah cara yang menyenangkan
untuk anak karena menggambar merupakan dunia mereka, dunia bermain. Melalui
aktivitas menggambar anak-anak bebas membangun gagasan yang mereka miliki,
merepresentasikan pengetahuan mereka tanpa takut merasa salah. Menggambar
memberikan kesempatan yang luas pada anak untuk mengeksplorasi berbagai
ide/gagasan matematika. Aktivitas menggambar mendorong anak untuk mengembangkan
pemahaman anak mengenai bentuk, ruang, pengukuran, pola dan analisis data.
Impilkasi
terhadap Pembelajaran Matematika pada Pendidikan Prasekolah
Aktivitas menggambar mencerminkan
kemampuan spasial anak. Beberapa peneliti telah melakukan penelitian mengenai
hubungan antara matematika dengan kemampuan spasial. Kaitan erat antara prinsip
matematika dan menggambar terdapat pada bidang kepekaan geometri dan spasial
serta bidang pengukuran. Penelitian terdahulu kiranya dapat dijadikan sebuah
acuan untuk mengembangkan berbagai keterampilan matematika anak dan menjadikan
aktivitas menggambar sebagai sebuah cara mengembangkan keterampilan matematika.
Sebagaimana National Council of Teachers
of Mathematics telah merumuskan standar matematika termasuk cara
pembelajarannya dalam berbagai tingkatan. National
Council of Teachers of Mathematics (Copley, 2000) memberikan sebuah acuan
pembelajaran matematika yang dapat dilakukan melalui berbagai representasi,
salah satunya adalah dengan aktivitas menggambar.
Aktivitas menggambar dapat dijadikan
sebuah cara dalam pembelajaran matematika untuk anak usia dini. Para guru prasekolah
dapat merencanakan pembelajaran matematika melalui aktivitas menggambar, caranya
dapat dilakukan dengan anak-anak menggambar bebas atau menggambar terprogram.
Menggambar bebas memiliki banyak manfaat bagi anak dan guru. Dari proses dan
hasil karya menggambar bebas, guru tidak hanya dapat mengobservasi kemampuan
kreatif, perkembangan emosi serta estetika namun para guru dapat melihat
sejauhmana kemampuan spasial anak dan keterampilan anak dalam merepresentasikan
ide/ gagasan matematika. Sementara itu, dalam menggambar terprogram para guru dapat
merancang pembelajaran matematika, menentukan keterampilan metematika yang akan
dicapai oleh anak, dan merancangnya melalui aktivitas menggambar dengan
menggunakan berbagai teknik dan metode. Dengan cara yang menyenangkan dan
sesuai dengan dunia anak, pengalaman belajar matematika yang penuh makna dan
menyenangkan dapat menjadi sebuah landasan dan dasar bagi anak untuk meraih
kesuksesan belajar matematika pada tingkatan selanjutnya.
REFERENSI
Ardi,
S. (1994). “Mengkomunikasikan Ide dan Mendokumentasikan Lingkungan Lewat
Lukisan”, dalam Sanggar Melati Suci.
Yogyakarta: Sanggar Melati Suci.
Ashlock,
R. et al. (1983). Guiding Each Child’s Learning of Mathematics.
Columbus: A Bell & Howell.
Brittain,
W. (1979). Creativity, Art, and the Young
Child. New York: Macmillan.
Copeland,
R. (1970). How Children Learn Mathematics.
London: Macmillan.
Copley,
J. (2000). The Young Child and
Mathematics. Washington D.C: NAEYC.
Cruikshank,
D.et al. (1980). Young Children Learning Mathematics. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Edens,
K-Potter, E. (2007). “The Relationship of
Drawing and Mathematical Problem Solving: Draw for Math Tasks”. Journal of
Issues and Research. 48, (3), 282-298.
Gaitskell, C. (1981). Children and Their Art. New York:
Harcourt Brace Jovanovich.
Kellogg-O’Dell. (1967). The Psychology of Children’s Art. Tanpa
kota: CRM Inc.
Lowenfeld,
V-Brittain. (1982). Creative and Mental Growth. New York: Macmillan Publishing.
Marsh, L. (1970). Alongside The Child. London: A & C Black Ltd.
Myers,
B. (1958). Understanding the Arts.
New York.
Perry,
B.-Dockett, S. (2007). Learning Stories
and Children’s Powerful Mathematics.[Online]. Tersedia: http://www.ecrp.com [23 Desember
2007]
Santosa,
H. (1994). “Periodisasi Lowenfeld”, dalam Sanggar
Melati Suci. Yogyakarta: Sanggar Melati Suci
Soesatyo.
(1994). “Peranan Orang Tua dalam Pembinaan Emosional Estetik Anak-Anak”, dalam Sanggar Melati Suci. Yogyakarta: Sanggar
Melati Suci.
Strauss,
M. (1978). Understanding Children’s
Drawing. London: Rudolf Steiner Press.
Tabrani, P. (2005). Bahasa Rupa. Bandung: Kelir.
Wortham,
S. (2006). Early Childhood Curriculum.
New Jersey: Pearson Education.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar