PUBLIKASI ILMIAH

Proceedings. Current Issues in Early Childhood. The 2011 International Early Childhood Studies Conference. Juli 2011. ISBN: 978-602-99635-0-2.


PERANAN AKTIVITAS MENGGAMBAR DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN MATEMATIKA ANAK USIA DINI



Elis Komalasari

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Batusangkar
Sumatera Barat, Indonesia


Abstract
This paper discusses about the drawing activities in early childhood and it’s roles in developing the children’s mathematical skill. The research was conducted in 2009. The result shows that there four mathematical skill were developed when they are drawing. Four mathematical skill are: 1. Skill of geometry and spatial senses, 2. Skill of measuring, 3. Skill of pattern, 4. Skill of display and data analysis. In the other hand, the result shows that drawing activities can be used as a way of learning mathematics  in early childhood education.

Keywords: children drawing, mathematical skill, early childhood education

Pendahuluan
Menggambar pada anak usia dini merupakan sarana pengekspresian ide, gagasan dan pengalaman-pengalaman yang telah dialami anak, aktivitas menggambar diyakini memiliki peranan yang sangat penting mengingat perbendaharaan kosa kata anak yang masih terbatas. Berger dalam Suwarni (2005) mengemukakan bahwa “seeing comes before words. The child looks and recognize before it can speak”. Anak-anak mengungkapkan ide-ide yang dilihatnya kemudian mengungkapkan dalam goresan-goresan sebelum mereka dapat mengungkapkannya dengan kata-kata. Hal tersebutlah yang dimaksud dengan proses menyampaikan ide secara visual, atau lebih tepatnya mencoret, menggores, menggambar yang merupakan suatu proses berkomunikasi secara visual.
Dalam proses berkomunikasi secara visual, anak-anak dapat menggambar dengan bebas baik itu hasil pengalaman mereka atau menggambar beraneka macam bentuk sebagai representasi pemikirannya terhadap sebuah objek. Aktivitas menggambar tersebut dapat menyalurkan cara pandang anak dan konsep-konsep sederhana yang dimiliki oleh anak, salah satunya adalah konsep-konsep mengenai matematika yang dapat dilihat pada bagaimana anak mengelola ruang dan letak, menggambar bentuk dua dimensi, mengukur gambar objek, memperkirakan jarak, menyusun pola, dan memprediksikan waktu. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Tabrani (2005) bahwa gambar anak tak hanya berhubungan dengan pengekspresian pikiran dan emosi semata namun sangat erat kaitannya juga dengan pengenalan bentuk, memori visual, kemampuan mengelola ruang dan perkembangan skema.
Memaknai aktivitas menggambar pada anak-anak, banyak orang tua yang belum menyadari bahwa melalui menggambar, anak-anak sedang mengkontruksi ide dan gagasan-gagasan matematika. Perry dan Dockett (2007) mengungkapkan bahwa anak kecil sebenarnya telah memiliki ide-ide matematika, walaupun tentu saja ide yang dimiliki oleh anak kecil tidak akan sama dengan gagasan matematika yang dimiliki oleh orang dewasa. Secara lahiriah, setiap anak memiliki kemampuan matematika namun  banyak anak-anak dan orang dewasa tidak yakin akan hal tersebut, pandangan saat ini adalah kemampuan matematika merupakan bawaan lahir yang dimiliki manusia dan tidak semua manusia memilikinya. Apakah benar kepintaran matematika sangat ditentukan oleh faktor genetik?, fakta membuktikan bahwa banyak orang tidak dapat memanfaatkan potensi mereka karena mereka meyakini memiliki keterbatasan untuk mencoba memahami matematika. Hal tersebut sangat penting untuk mendorong keyakinan bahwa setiap orang mampu untuk mengembangkan kompetensi matematika secara signifikan. Menggambar sebagai salah satu aktifitas bermain untuk anak dapat memberikan peluang kepada anak untuk mengkontruksi ide-ide matematika berdasarkan pengalaman di lingkungan sekitar mereka. Lebih jauh, aktivitas menggambar dapat menjadi ungkapan inner potency keterampilan matematika anak.

Hakikat Menggambar pada Anak

Menggambar mengikuti suatu pola perkembangan
Anak-anak yang menggambar secara bebas, spontan, murni dan tanpa target apapun memiliki kecenderungan ciri dan corak yang sama. Anak-anak senang menggambar objek manusia, rumah, binatang, dan lingkungan tempat tinggal mereka. Hal-hal tersebut merupakan hasil dari pengalaman sehari-hari dan anak-anak mengkomunikasikannya melalui gambar. Rhoda Kellogg (1967), seorang peneliti dari Amerika Serikat yang telah mengumpulkan  satu juta gambar anak dari berbagai umur, tingkatan sosial dan kebangsaan, hasilnya diperoleh bahwa anak-anak di benua manapun menggambar hal yang sama dengan cara yang sama pula. Dengan kata lain, anak-anak, dimanapun, memiliki bahasa pengungkapan artistik yang sama.
Adanya persamaan yang bersifat universal merupakan sebuah pola perkembangan yang diikuti oleh setiap anak pada masa perkembangan hidupnya. Lowenfeld (1982) menyebut pola perkembangan dalam menggambar sebagai periodisasi gambar anak. Pada usia prasekolah, gambar anak berada pada periode pra bagan, dimana anak mulai menggambar bentuk-bentuk yang berhubungan dengan dunia sekitar mereka: manusia, rumah atau pohon. Brittain (1979) mengungkapkan bahwa pada tahapan pra bagan, anak-anak seringkali menggambar bagian tubuh manusia dengan mengambar berbagai bentuk geometri, hal ini dikarenakan anak-anak seringkali melihat bagian-bagian tubuh dalam sudut pandang yang menyeluruh.

Menggambar sebagai sarana pengungkapan ide/ gagasan
Anak-anak menggambar dengan banyak ide/ gagasan dibenak mereka melalui goresan-goresan di atas kertas dengan menggunakan beragam media dan cara. Menggambar memiliki nilai dan makna tersendiri karena melalui gambar yang anak-anak ciptakan, anak-anak dapat mengungkapkan ide/ gagasan, pesan dan informasi yang mereka miliki melebihi kemampuan berkomunikasi secara verbal. Pandangan tersebut diperkuat oleh Tabrani (2006) yang mengungkapkan bahwa Tuhan telah menganugerahkan bahasa rupa kepada setiap manusia sejak usia dua tahunan, sehingga  bagi anak-anak yang masih belum menguasai bahasa kata dan bahasa tulisan dengan baik dapat dengan mudah berkomunikasi melalui aktivitas  dan orang dewasa dapat menjadikan aktivitas menggambar anak untuk menggali informasi serta  pengetahuan yang dimiliki oleh anak.

Inner Potency Matematika dalam Gambar Anak
Inner potency matematika merupakan potensi dasar matematika yang secara alamiah telah dimiliki oleh setiap anak, mencakup 5 keterampilan dasar matematika, diantaranya: 1. Keterampilan geometri dan kepekaan spasial, 2. Keterampilan pola,                  3.Keterampilan Pengukuran, 4. Keterampilan angka dan bilangan, dan 5. Keterampilan display dan analisis data. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tahun 2009 pada 24 anak usia 4-6 tahun pada 3 Taman Kanak-Kanak yang berbeda di Kota Bandung, Indonesia, hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat empat keterampilan matematika yang nampak pada hasil karya gambar anak, keterampilan angka dan bilangan tidak termasuk ke dalamnya.

1.      Keterampilan Geometri dan Kepekaan Spasial



 

Gambar 1
Visualisasi Keterampilan Geometri dan Kepekaan Spasial (Ruang)
Afghan (5 tahun) : Jalan-jalan ke bioskop

Beberapa kunci keterampilan dalam kepekaan geometri dan spasial untuk anak usia dini menurut standar NCTM (National Council of Teachers of Mathematics) dalam Copley (2000) diantaranya adalah anak dapat membuat visualisasi  gambar bentuk-bentuk geometri dengan menggunakan memori spasial, merepresentasikan bentuk dan dan dapat mengenali bentuk dari berbagai sudut pandang, serta dapat mengenal struktur dan bentuk geometri yang berada di lingkungan sekitar anak. Keterampilan anak dalam menggabungkan bentuk untuk menggambar sebuah objek menjadi sebuah bukti bahwa anak dapat membuat visualisasi bentuk untuk menciptakan sebuah gambar. Anak memandang objek-objek yang berada di lingkungan mereka tak ubahnya seperti bentuk-bentuk geometri,  melihat gunung seperti bentuk segitiga, melihat badan manusia seperti bentuk persegi.
Pada gambar 1, nampak keterampilan anak dalam menggambarkan lokasi secara sederhana. Keterampilan dalam menggambarkan lokasi merupakan keterampilan dalam aspek daya bayang ruang/ space. Copley (2000) mengemukakan bahwa daya bayang ruang menyangkut keterampilan berpikir spasial. Bagaimana anak-anak dapat menciptakan visualisasi bentuk-bentuk geometri dalam berbagai posisi dan menggambarkan perubahan ruang. Adapun jenis-jenis pemahaman spasial menurut NCTM (Copley, 2000), antara lain: arah, jarak, lokasi dan representasi objek. Pada anak usia dini, pemahaman spasial tersebut dapat dikembangkan melalui kegiatan menggambar peta sederhana dan kesempatan memanipulasi berbagai bentuk dalam berbagai posisi. Penciptaan bentuk oleh anak pada saat menggambar lebih bersifat spontan didukung oleh Piaget dalam Copeland (1970) yang berpandangan bahwa anak telah memiliki kepekaan spasial, kepekaan spasial berkembang secara spontan melalui penemuan hubungan-hubungan spasial, lebih lanjut, Piaget menyebutnya sebagai spontanitas geometri.
Dilihat dari faktor perkembangan gambar anak usia Taman Kanak-Kanak yang berada pada periode pra bagan, Lowenfeld dan Brittain (1982) mengemukakan bahwa pada periode pra bagan anak-anak mulai mencipta bentuk dan memulai komunikasi melalui gambar. Bentuk-bentuk yang digambar anak tak lain adalah bentuk-bentuk yang memiliki hubungan dengan lingkungan sekitar mereka. Soesatyo (1994) mengungkapkan bahwa anak memiliki perangai gambar yang secara garis besar sama, perangai gambar anak disebut dengan tipologi. Tipologi gambar sangat berkaitan erat dengan perubahan ruang/ bentuk. Dalam matematika, Copeland (1970) membatasi pengalaman geometri anak pada tahap topologi, topologi dalam ilmu matematika merupakan sebuah studi mengenai perubahan bentuk. Di lain kesempatan, anak seringkali menciptakan sebuah objek gambar dengan mengabungkan berbagai gambar bentuk dua dimensi, hal tersebut merupakan salah satu indikator keterampilan matematika dalam area kepekaan geometri dan spasial. Setiap anak memiliki kemampuan untuk mengambar bentuk sebagai representasi objek maka tidak heran apabila hasil karya gambar anak syarat dengan unsur bentuk, pengelolaan ruang yang berupa jarak, arah, dan lokasi.

2.      Keterampilan Pola (Pattern)
Kellogg dan O’Dell (1967) berpendapat bahwa pada usia lima tahun anak senang menggambar objek manusia, objek manusia menjadi objek gambar kesenangan anak. Saat anak memulai menggambar figur manusia, anak mengembangkan pola: lingkaran sebagai kepala, persegi untuk badan, lingkaran kecil untuk tangan dan kaki. Anak-anak dapat mengenal pola melalui pengalaman sehari-hari dan dari lingkungan sekitar mereka.

 



Gambar 2
Visualisasi Keterampilan Pola Matematika
Azka (5 tahun) : Bermain di Luar

Gambar di atas memperlihatkan anak yang sedang menggambar sosok manusia. Nampak sosok manusia yang sedang digambar memiliki pola bentuk: kepala, tangan, badan dan kaki. Pada saat aktivitas menggambar tersebut terjadi, anak sedang mengembangkan kemampuannya dalam menciptakan pola bentuk dan pengukuran. Copley (2000) berpendapat bahwa keterampilan matematika dapat dikembangkan melalui pemberian pengalaman sistematik dengan cara: mengulang pola, mengembangkan pola, menemukan, menjiplak, melanjutkan serta membuat pola-pola. Menggambar pola manusia membuat anak belajar dalam menjiplak pola bentuk manusia yang sering dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari dan mengembangkan pola. Lebih lanjut, Copley (2000) menyatakan bahwa berpikir mengenai pola dapat membantu anak untuk lebih peka terhadap matematika, belajar memprediksi apa yang akan terjadi, berbicara mengenai hubungan dan melihat hubungan antara konsep-konsep matematika dengan lingkungan sekitar mereka.

3.      Keterampilan Pengukuran (Measuring)
Piaget (Copley, 2000) menyatakan bahwa anak-anak mengembangkan konsep dan keterampilan pengukuran secara intuitif mengenai kuantitas, berat, panjang dan sejenisnya. Dalam proses menggambar, keterampilan anak dalam melakukan pengukuran ketika menggambar objek lebih kepada  mengidentifikasi dan membandingkan panjang dan luas. Mengidentifikasi ukuran panjang-pendek, besar-kecil hampir dilakukan oleh setiap anak dalam menggambar sebuah objek, hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Copley (2000) bahwa aktivitas pengukuran pada masa usia dini difokuskan pada  kemampuan anak dalam mengidentifikasi dan membandingkan jenis-jenis ukuran seperti: panjang, luas, berat, volume, temperatur dan waktu.


Gambar 3
Visualisasi Keterampilan Pengukuran
Alia (5 tahun) : Ikan di Laut

Sementara dalam mengamati konsep waktu pada gambar anak, Tabrani (2005) mengemukakan bahwa anak menggambar dari aneka arah, aneka jarak dan aneka waktu. Teori bahasa rupa gambar anak (Tabrani, 2005) mengungkapkan bahwa konsep waktu dapat terlihat pada sejumlah adegan dan objek yang bergerak dalam ruang dan waktu.  Pendapat senada diungkapkan pula oleh Lowenfeld dan Brittain (1982) bahwa sebuah gambar mengandung representasi ruang dan waktu, hal tersebut dapat dilihat pada perbedaan rangkaian adegan dalam gambar.
  

Gambar 4
Visualisasi Keterampilan Pengukuran (Ruang dan Waktu)
Eky (6 tahun) : Eky lagi naik sapi

Hasil karya gambar anak di atas menunjukan sejumlah adegan objek gambar. Anak  menggambarkan proses dari adegan menunggang sapi; gambar sebelah kiri adalah gambar dirinya yang sedang menonton sapi, gambar dibagian tengah adalah dirinya yang sedang menghampiri sapi dan gambar sebelah kanan adalah gambar adegan terakhir dirinya yang sedang menunggangi sapi lengkap dengan seutas tali.
Menelaah konsep waktu dalam kajian matematika, Copley (2000) mengemukakan bahwa pemahaman konsep waktu pada anak usia dini lebih kepada anak-anak dapat mengeksplorasi aspek-aspek waktu seperti hubungan waktu, jarak, dan kecepatan. Pada saat anak merepresentasikan waktu melalui sejumlah adegan objek gambar, anak-anak mengembangkan pemahaman waktu seperti: “sedang (terjadi)”, “kemudian,” “sebelumnya,” “selanjutnya,” dan lain-lain. Dengan demikian, anak-anak tidak hanya mengembangkan keterampilan dalam mengidentifikasi ukuran panjang dan luas namun juga anak-anak mengembangkan pemahaman konsep waktu melalui visualisasi rangkaian adegan gambar.
4.      Keterampilan Display dan Analisis Data
Copley (2000) mengemukakan bahwa standar keterampilan display dan analisis data pada anak usia dini difokuskan pada keterampilan anak untuk mengumpulkan, merepresentasikan dan memvisualisasikan informasi yang dimiliki oleh anak. Keterampilan display dan analisis data nampak pada cara anak menggambarkan suatu kelompok objek dan merepresentasikan serta memvisualisasikannya pada lokasi yang tepat, seperti: visualisasi  kelompok objek yang berada di langit, kelompok objek yang berada di bawah laut, dan kelompok objek yang berada di atas permukaan tanah. Berikut hasil karya gambar anak yang menunjukan keterampilan dalam area display dan analisis data.


Gambar 5
Visualisasi keterampilan display dan analisis data
Vakis (6 tahun): Dunia bawah laut

Gambar di atas bercerita tentang manusia yang sedang menyelam di laut, nampak   keterampilan anak dalam merepresentasikan kumpulan objek dengan penempatan pada lokasi yang tepat; anak menggambar kumpulan objek yang berada di bawah laut, kerikil di dasar laut, ikan dan manusia yang berada di dalam laut. Selain itu, anak menggambar garis permukaan laut untuk mempertegas gagasan mengenai kelompok objek-objek yang berada di laut, darat dan langit. Copley (2000) mengemukakan bahwa kunci dari keterampilan display dan analisis data terdiri dari: mengumpulkan data, memilah data dan mengklasifikasikan data, mengorganisir data, merepresentasikan data dengan menggunakan objek-objek nyata, gambar dan grafik, menggambarkan serta membandingkan data. Berdasarkan hasil temuan, anak-anak dapat menguasai keterampilan dan konsep analisis data secara sederhana, anak mampu  mengasah kemampuan mengumpulkan, memilah dan mengklasifikasikan objek serta merepresentasikannya melalui sebuah gambar.


Peranan Aktivitas Menggambar dalam Mengembangkan Keterampilan Matematika Anak Usia Dini

Menggambar sebagai ekspresi inner potency matematika anak
Beberapa ahli matematika dan psikologi memiliki keyakinan bahwa matematika merupakan inner potency yang ada dalam diri anak. setiap anak memiliki kemampuan matematika dan dapat mengembangkannya secara signifikan. Penelitian di lapangan menunjukan bahwa setiap anak mampu merepresentasikan beragam ide/ gagasan matematika melalui aktivitas menggambar. Anak-anak secara signifikan mengembangkan kemampuan menggambar sejalan dengan  keterampilan matematika yang mereka kuasai. Hal ini dikarenakan anak-anak menggambar sesuai dengan apa yang mereka lihat,  apa yang mereka alami dan apa yang mereka kuasai, memandang sebuah objek sebagai bagian menyeluruh dan merepresentasikannya melalui berbagai cara yang baku, dimana bentuk adalah segitiga, persegi, persegi panjang, lingkaran dan lain-lain. Menggabungkan berbagai bentuk tersebut untuk menciptakan sebuah objek dan menirukan pola yang ada di alam. Hal tersebut adalah kemampuan menggambar anak dan kemampuan tersebut melibatkan penguasaan mereka dalam keterampilan matematika.
Penelitian yang dilakukan oleh Guay, McDaniel, Shermann dan Bishop (Marliah, 2006) menemukan hubungan positif antara kemampuan spasial dengan matematika pada anak usia sekolah, baik pada kemampuan spasial taraf rendah maupun taraf tinggi. Dengan didasarkan pada hasil temuan penelitian, berbagai penelitian sebelumnya dan didukung oleh berbagai kajian teori maka kemampuan menggambar anak usia dini merupakan bagian representasi dari keterampilan matematika yang anak miliki. Anak-anak pada umumnya dapat mengembangkan prinsip-prinsip matematika yang memiliki kaitan erat dengan seni menggambar seperti: kepekaan geometri dan spasial, pengukuran, bahkan anak-anak dapat mengembangkan keterampilan matematika dalam area pola dan analisis data.

Menggambar sebagai proses matematisasi pada anak
Matematisasi merupakan sebuah proses hantaran matematika menjadi sesuatu yang dekat dengan dunia anak. Dunia anak adalah bermain, menggambar sebagai kegiatan bermain yang menyenangkan dapat menjadi sebuah hantaran matematika untuk anak memahami dan mengembangkan keterampilan matematika yang mereka miliki. Dalam mengembangkan kemampuan tersebut, anak perlu diberikan stimulasi dan kesempatan untuk mengembangkannya dengan berbagai cara.
Dalam mengembangkan berbagai ide/ gagasan matematika, anak dapat menggunakan berbagai representasi informal, contohnya adalah menggambar. Aktivitas menggambar dapat mengembangkan kemampuan anak untuk memecahkan masalah dan mengkomunikasikan pemikiran mereka. Jenis representasi informal seperti menggambar adalah sebuah cara yang menyenangkan untuk anak karena menggambar merupakan dunia mereka, dunia bermain. Melalui aktivitas menggambar anak-anak bebas membangun gagasan yang mereka miliki, merepresentasikan pengetahuan mereka tanpa takut merasa salah. Menggambar memberikan kesempatan yang luas pada anak untuk mengeksplorasi berbagai ide/gagasan matematika. Aktivitas menggambar mendorong anak untuk mengembangkan pemahaman anak mengenai bentuk, ruang, pengukuran, pola dan analisis data.

Impilkasi terhadap Pembelajaran Matematika pada Pendidikan Prasekolah
Aktivitas menggambar mencerminkan kemampuan spasial anak. Beberapa peneliti telah melakukan penelitian mengenai hubungan antara matematika dengan kemampuan spasial. Kaitan erat antara prinsip matematika dan menggambar terdapat pada bidang kepekaan geometri dan spasial serta bidang pengukuran. Penelitian terdahulu kiranya dapat dijadikan sebuah acuan untuk mengembangkan berbagai keterampilan matematika anak dan menjadikan aktivitas menggambar sebagai sebuah cara mengembangkan keterampilan matematika. Sebagaimana National Council of Teachers of Mathematics telah merumuskan standar matematika termasuk cara pembelajarannya dalam berbagai tingkatan. National Council of Teachers of Mathematics (Copley, 2000) memberikan sebuah acuan pembelajaran matematika yang dapat dilakukan melalui berbagai representasi, salah satunya adalah dengan aktivitas menggambar.
Aktivitas menggambar dapat dijadikan sebuah cara dalam pembelajaran matematika untuk anak usia dini. Para guru prasekolah dapat merencanakan pembelajaran matematika melalui aktivitas menggambar, caranya dapat dilakukan dengan anak-anak menggambar bebas atau menggambar terprogram. Menggambar bebas memiliki banyak manfaat bagi anak dan guru. Dari proses dan hasil karya menggambar bebas, guru tidak hanya dapat mengobservasi kemampuan kreatif, perkembangan emosi serta estetika namun para guru dapat melihat sejauhmana kemampuan spasial anak dan keterampilan anak dalam merepresentasikan ide/ gagasan matematika. Sementara itu, dalam menggambar terprogram para guru dapat merancang pembelajaran matematika, menentukan keterampilan metematika yang akan dicapai oleh anak, dan merancangnya melalui aktivitas menggambar dengan menggunakan berbagai teknik dan metode. Dengan cara yang menyenangkan dan sesuai dengan dunia anak, pengalaman belajar matematika yang penuh makna dan menyenangkan dapat menjadi sebuah landasan dan dasar bagi anak untuk meraih kesuksesan belajar matematika pada tingkatan selanjutnya.


REFERENSI
Ardi, S. (1994). “Mengkomunikasikan Ide dan Mendokumentasikan Lingkungan Lewat Lukisan”, dalam Sanggar Melati Suci. Yogyakarta: Sanggar Melati Suci.
Ashlock, R. et al. (1983). Guiding Each Child’s Learning of Mathematics. Columbus: A Bell & Howell.
Brittain, W. (1979). Creativity, Art, and the Young Child. New York: Macmillan.
Copeland, R. (1970). How Children Learn Mathematics. London: Macmillan.
Copley, J. (2000). The Young Child and Mathematics. Washington D.C: NAEYC.
Cruikshank, D.et al. (1980). Young Children Learning Mathematics. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Edens, K-Potter, E. (2007). “The Relationship of Drawing and Mathematical Problem Solving: Draw for Math Tasks”. Journal of Issues and Research. 48, (3), 282-298.
Gaitskell, C. (1981). Children and Their Art. New York: Harcourt Brace Jovanovich.
Kellogg-O’Dell. (1967). The Psychology of Children’s Art. Tanpa kota: CRM Inc.
Lowenfeld, V-Brittain. (1982).  Creative and Mental Growth. New York: Macmillan Publishing.
Marsh, L. (1970). Alongside The Child. London: A & C Black Ltd.
Myers, B. (1958). Understanding the Arts. New York.
Perry, B.-Dockett, S. (2007). Learning Stories and Children’s Powerful Mathematics.[Online]. Tersedia: http://www.ecrp.com [23 Desember 2007]
Santosa, H. (1994). “Periodisasi Lowenfeld”, dalam Sanggar Melati Suci. Yogyakarta: Sanggar Melati Suci
Soesatyo. (1994). “Peranan Orang Tua dalam Pembinaan Emosional Estetik Anak-Anak”, dalam Sanggar Melati Suci. Yogyakarta: Sanggar Melati Suci.
Strauss, M. (1978). Understanding Children’s Drawing. London: Rudolf Steiner Press.
Tabrani, P. (2005). Bahasa Rupa. Bandung: Kelir.
Wortham, S. (2006). Early Childhood Curriculum. New Jersey: Pearson Education.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar