Rabu, 27 Februari 2013

SISTEM PERUBAHAN SOSIAL PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI



Elis Komalasari & Gia Nikawanti
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Perubahan sosial menjadi hal yang mutlak dalam pola kehidupan yang begitu dinamis. Perubahan dapat dijadikan sebagai sebuah upaya dalam menjembatani masa sekarang dan masa yang akan datang dengan jalan memperkenalkan pembaharuan-pembaharuan yang cenderung mengejar efisiensi dan efektifitas. Dengan didukung oleh perkembangan teknologi dan informasi yang cepat, berbagai perubahan dalam berbagai bidang pun begitu cepat terjadi, salah satunya dalam bidang pendidikan.
Seiring dengan perkembangan zaman, bidang pendidikan telah mengalami berbagai perubahan baik dalam aspek sumber daya manusia, teknologi, struktur dan tugas. Tuntutan dan kondisi masyarakat kekinian mendorong para akademisi, praktisi, ilmuwan dan stakeholder untuk melakukan berbagai pembaharuan di bidang pendidikan termasuk pada jenjang pendidikan anak usia dini.
Adanya hasil-hasil penemuan/ penelitian para ahli mengenai perkembangan otak anak yang memerlukan stimulasi khusus dalam rangka mengoptimalkan masa keemasan anak, perlahan merubah pandangan masyarakat mengenai pentingnya pendidikan anak usia dini. Di Indonesia, lembaga pendidikan anak yang pada awalnya terdiri dari pendidikan Taman Kanak-Kanak/ Raudhatul Athfal dan Taman Pendidikan Al-Quran, kini telah berkembang ke dalam berbagai kelompok yang berada dibawah naungan Direktorat Jenderal PAUDNI, yang terbagi pada pendidikan formal, non formal dan informal. Pengelompokan tersebut didukung pula dengan munculnya beragam jenis PAUD di berbagai kalangan masyarakat.
Terjadinya banyak perubahan dan perkembangan dalam bidang pendidikan anak usia dini merupakan hal positif apabila diiringi dengan peningkatan kualitas dalam berbagai aspek baik itu aspek sumber daya manusia, struktur, tugas dan teknologi pembelajaran. Pada saat ini, terjadinya banyak perubahan dalam pendidikan anak usia dini menuntut partisipasi dan kerja keras dari berbagai kalangan masyarakat untuk dapat mengoptimalkan perubahan ke arah yang lebih baik. Berdasarkan hal tersebut maka bagaimana bentuk modernisasi pada bidang pendidikan anak usia dini dan bagaimana peran pendidik anak usia dini sebagai inovator dan agent of change dalam pembelajaran pada anak usia dini?
A.    Bentuk-Bentuk Modernisasi pada Pendidikan Anak Usia Dini
Meningkatnya kesadaran akan pentingnya pendidikan anak usia membawa pengaruh pada perubahan-perubahan yang terjadi baik dari segi sumber daya manusia, struktur, tugas dan teknologi. Adapun bentuk-bentuk perubahan yang terjadi di bidang pendidikan anak usia dini sebagai berikut.
  1. Aspek Sumber Daya Manusia
Peningkatan kualifikasi dan kompetensi pendidik merupakan salah satu bentuk pembaharuan dalam aspek sumber daya manusia. Azra (M. Saifuddin; 2006) mengungkapkan bahwa pada tahun 2005, kualitas guru di Indonesia tergolong unqualified, underqualified, dan mismatch.  Hal tersebut terjadi pada tataran pendidikan anak usia dini hingga saat ini, dimana pendidik anak usia dini masih banyak yang lulusan SMA dan pada sekolah-sekolah swasta banyak pendidik anak usia dini yang berlatar belakang keilmuan bukan PAUD.
Menyikapi kondisi di lapangan, pada tahun 2005 pemerintah mengeluarkan UU nomor 14 tahun 2005 tentang Guru-Dosen yang salah satu isinya adalah pendidik PAUD harus memiliki kualifikasi minimal S1-PAUD. Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Mendiknas nomor 11 tahun 2005 serta SNP (Standart Nasional Pendidikan) sebagai salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan profesionalisme dan memprofesikan guru. Dengan asumsi bahwa guru sebagai profesi yang profesional dengan segala kompetensi yang harus dimiliki, akan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, output, maupun outcome. Hal ini akan menjadi kenyataan apabila kita menjalankan amanah dalam perundangan tersebut yang mengatakan bahwa ”Pendidik dan Tenaga Kependidikan harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi (pedagogik, kepribadian, profesional, sosial) sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memilik kemampuan  untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Paulina, 2006).
Untuk terus meningkatkan kompetensi guru, maka pada tahun 2007, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang menjadi acuan pemerintah dalam menyelenggarakan uji kompetensi guru (UKG) yang dimaksudkan untuk mengetahui peta penguasaan guru pada kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional.
Dalam pelaksanaanya terdapat beberapa kendala, yaitu kendala teknis dan guru-guru yang terkena konversi tidak langsung. Guru-guru yang terkena konversi tidak langsung dikarenakan sertifikat yang mereka miliki tidak sesuai dengan bidang ilmu yang diajarkan. Sementara kendala teknis disebabkan oleh kerusakan server dan jaringan internet sehingga guru-guru yang mengikuti pelaksanaan tes uji kompetensi guru mengalami gangguan.
  1. Struktur
Struktur kurikulum pendidikan anak usia dini bersifat fleksibel. Hal ini dapat terlihat dari kebebasan sekolah dalam mengembangkan kurikulum. Oleh karenanya terdapat berbagai macam kurikulum pendidikan anak usia dini, mulai dari kurikulum nasional, kurikulum asing dan kurikulum yang dikembangkan sendiri oleh sekolah. Di Indonesia telaj terjadi beberapa perubahan kurikulum, pada awal tahun 2004 Pemerintah menggalakan kurikulum berbasis kompetensi, lalu pada tahun 2006 lahir kurikulum tingkat satuan pendidikan dan pada tahun 2009 pemerintah mensosialisasikan Peraturan Menteri nomor 58 yang memberikan acuan mengenai indikator perkembangan anak yang pada pelaksanaannya dikembalikan pada guru. pada akhirnya guru dapat mengembangkan kurikulum sesuai dengan karakteristik/ ciri khas sekolah.
Tabel 1
Perkembangan Kurikulum di Indonesia
No
Tahun
Fokus Orientasi
1
1968
Subject Matter (mata pelajaran)
2
1975
Terminal Objectives (TIU, TIK)
3
1984
Keterampilan Proses (CBSA Project)
4
1994
Munculnya pembagian kamar antara kurikulum nasional dengan kurikulum muata lokal
5
2004
Kurikulum berbasis kompetensi
6
2006
Kurikulum tingkat satuan pendidikan
7
2009
Kurikulum Peraturan Menteri (Permen) No.58 untuk jenjang PAUD
8
2013
Perubahan kurikulum 2013

Selain terjadinya perubahan kurikulum dari masa ke masa, pada pendidikan anak usia dini terdapat juga perubahan numenklatur struktur Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (Ditjen PNFI) menjadi Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (Ditjen PAUDNI). Hal tersebut memberikan pengaruh besar terhadap cakup garapan, termasuk didalamnya bergabung TK (taman kanak-kanak) dalam satu payung. Perubahan ini patutnya perlu disosialisasikan kepada masyarakat sehingga di lapangan paham. Namun kenyataannya sampai saat ini pemahaman masyarakat tentang srtukturisasi PAUD masih rendah dan seringkali menimbulkan kesalahpahaman.
Di Indonesia PAUD terbagi ke dalam beberapa jenis yaitu PAUD formal, non formal dan informal. PAUD jalur formal terdiri dari Taman Kanak-Kanak, Raudhatul Athfal, atau bentuk lain yang sederajat. PAUD jalur non formal terdiri dari Kelompok Bermain, tempat penitipan anak dan atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan untuk PAUD jalur informal adalah pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.


Terobosan lainnya adalah Dirjen PAUDNI merumuskan program parenting untuk orangtua yang memiliki anak. hal ini dikarenakan orangtua khususnya kaum ibu bukan saja pendidik pertama, tapi juga pendidik utama dalam keluarga. Belum selesai gebrakan tersebut, saat ini pemerintah melahirkan gagasan baru mengenai PAUD Holistik Integratif sebagai upaya mengembangkan keseluruhan potensi anak dari aspek perkembangan, pendidikan dan kesehatan. Untuk terealisasinya hal tersebut, Dirjen PAUD yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggandeng Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama dan Kementerian Sosial dalam rangka mensukseskan program PAUD holistik integratif.
Adanya rangkaian dan keterlibatan instansi lainnya menularkan perubahan-perubahan sistem, sebagaimana Soekanto (2005) mengungkapkan bahwa salah satu ciri dari perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu, akan diikuti dengan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya. Karena lembaga-lembaga sosial tadi sifatnya interindependen, maka sulit sekali untuk mengisolasi perubahan pada lembaga-lembaga sosial tertentu saja. Proses awal dan proses-proses selanjutnya merupakan suatu mata rantai.
  1. Tugas
Pendidikan anak usia dini kaya akan model dan metode pembelajaran. Dukungan teknologi informasi memberikan dampak positif terhadap kemajuan pendidikan anak usia dini di Indonesia. Sistem sekolah konvensional kini mulai memperbaharui diri menjadi sekolah modern dengan proses pembelajaran multi metode.
Di Indonesia, lembaga pendidikan anak usia dini diberi kebebasan untuk mengembangkan sistem sekolah. Pada saat ini terdapat banyak konsep sekolah yang menawarkan ciri khas model pembelajaran dan keunggulan tersendiri, antara lain: Montessori preschool, High/Scope, Sekolah Alam, Resort School, Sekolah Islam Terpadu, International School. Adapun beragam model pembelajaran dari yang klasik menjadi pembelajaran sentra dengan model pembelajaran Beyond Centre and Circle Time yang dianut dari Florida, Amerika.
Adanya program yang menganut dari luar negeri merupakan sebuah proses diffusion. Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu kepada individu lain, dan dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Dengan proses tersebut manusia mampu untuk menghimpun penemuan-penemuan baru yang telah dihasilkan. Dengan terjadinya difusi, suatu penemuan baru yang telah diterima oleh masyarakat dapat diteruskan dan disebarkan pada masyarakat luas sampai umat manusia di dunia dapat menikmati kegunaannya. Proses tersebut merupakan pendorong pertumbuhan suatu kebudayaan dan memperkaya kebudayan-kebudayaan masyarakat manusia.

  1. Teknologi
Kemajuan teknologi juga membawa pengaruh yang besar terhadap perkembangan pendidikan anak usia dini. Salah satu contoh perubahan dalam bidang teknologi pada pendidikan anak usia dini adalah pembelajaran multi media. Sejak satu dekade terakhir, banyak lembaga pendidikan anak usia dini yang memperkaya lingkungan belajar anak dengan beragam media/sumber belajar/ alat permainan edukatif, dan memasukan pembelajaran IT/ komputer untuk anak usia dini.
Di negara korea, perkembangan teknologi secara signifikan membawa inovasi terbaru pada proses pembelajaran di bidang pendidikan anak usia dini. Adanya guru robot untuk anak usia dini diharapkan dapat membantu siswa dalam belajar.

B.     Peran Pendidik Anak Usia Dini sebagai Inovator dan Agent of Change
Pendidik anak usia dini adalah seorang pembaharu dalam proses pembelajaran anak usia dini. Adapun peran pendidik anak usia dini sebagai inovator dijabarkan di bawah ini:
  1. Pendidik anak usia dini diharapkan memiliki keberanian dan siap untuk mencoba hal-hal baru. 
  2. Pendidik anak usia dini diharapkan dapat membina hubungan sosial dengan kelompok masyarakat sehingga dapat dengan mudah membentuk komunikasi yang baik meskipun terdapat jarak geografis.
  3. Pendidik anak usia dini diharapkan selalu mengasah kemampuan untuk melahirkan gagasan-gagasan baru dan menyampaikan metode pembelajaran yang baru

Sementara itu, sebagai agent of change, pendidik anak usia dini diharapkan:
1.      Memimpin perubahan dalam mengubah sistem pendidikan baik itu pada orangtua murid maupun kelompok kerja guru.
2.      Mengadakan perubahan dalam proses pembelajaran untuk anak.
3.      Menyiapkan perubahan-perubahan pada kelompok-kelompok guru lainnya.
4.      Dalam mengadakan perubahan, pendidik membuat perencanaan sosial (social planning) terlebih dahulu.

Minggu, 10 Februari 2013

Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan Anak Usia Dini


Elis Komalasari

Ki Hajar Dewantara memiliki keyakinan bahwa pendidikan anak usia dini sangatlah penting untuk mengoptimalkan proses tumbuh kembang anak. Dalam pemikirannya mengenai pendidikan dan praktik pendidikan Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara banyak mengkaji pemikiran beberapa tokoh pendidikan anak diantaranya Froebel dan Montessori. Terdapat pokok persamaan pemikiran diantara ketiga tokoh tersebut, yaitu bahwa belajar pada usia dini mengaktifkan fungsi panca indera.
Namun dalam praktik pengajaran, terdapat perbedaan antara metode Froebel, Montessor dan Ki Hajar Dewantara, diuraikan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1.
Perbedaan Metode Pengajaran

Tokoh
Materi Pengajaran
Metode
Montessori
Panca Indera
Latihan
Froebel
Panca Indera, Perasaan
Permainan, nyanyian dan drama
Ki Hajar Dewantara
Panca Indera
Latihan, permainan, nyanyian

Montessori mementingkan pelajaran panca indera dengan mengadakan beberapa alat untuk latihan panca indera, dan semua itu bersifat pelajaran. Dalam praktiknya, Montessori memberikan kebebasan yang luas pada anak, tidak ada paksaan dan menghapuskan cara pemberian ganjaraan atau hukuman. Hal ini bertujuan agar anak jangan sampai dalam melaksanakan kegiatan hanya untuk mendapat hadiah atau takut akan hukuman.
Latihan panca indera dalam sistem sekolah montessori bermaksud untuk mengoptimalkan seluruh fungsi panca indera dan hal tersebut bertujuan untuk membantu perkembangan berpikir, merasa dan melatih keinginan, selain itu juga untuk perkembangan budi pekerti. Untuk latihan panca indera, Montessori mengembangkan berbagai alat-alat permainan yang mudah dimengerti oleh anak-anak, Montessori mengutamakan  ruangan yang fleksibel agar anak dapat berpindah-pindah.
Tabel 2
Strategi Pengajaran Montessori, Froebel dan Ki Hajar Dewantara
Tokoh
Strategi pengajaran
Fungsi guru
Montessori
Individual
Guru sebagai penuntun yang bertugas untuk melihat dan mengamati perilaku anak
Froebel
Klasikal
Pendidik
Ki Hajar Dewantara
Klasikal
Pendidik

            Sementara itu, Froebel lebih mengutamankan pengajaran panca indera melalui permainan dan sifatnya anak masih terperintah. Dalam metode Froebel, pelajaran panca indera diwujudkan menjadi barang-barang yang menyenangkan anak.  Froebel lebih memandang anak secara global dan melakukan pendekatan pada anak-anak dengan bekal yang begitu berharga, yaitu penghargaan terhadap kodrat alam, filosofi, keagamaan dan kesenian, sudah sepatutnya anak tidak dijadikan bahan percobaan, sebaliknya orang dewasa harus memiliki anggapan bahwa anak adalah wayang yang dimainkan oleh kekuatan gaib dari Tuhan yang Maha Kuasa.
            Ki Hajar Dewantara dengan metode among siswa, menggunakan latihan dan permainan dalam pembelajaran panca indera untuk anak-anak. hal tersebut dikarenakan pelajaran panca indera dan permainan kanak-kanak tidak bisa terpisah. Dalam Taman Siswa memiliki kepercayaan bahwa segala tingkah laku dan segala keadaan anak-anak sudah diisi oleh Sang Maha Among segala alat-alat yang bersifat mendidik anak.
            Dalam praktiknya, Ki Hajar Dewantara memasukan unsur-unsur kebudayaan dalam permainan anak-anak. Ia percaya bahwa permainan tradisional memiliki manfaat untuk melatih tabiat tertib dan teratur. Selain itu, permainan anak-anak memiliki kedudukan yang sangat penting di negara Indonesia, sebagian besar permainan-permainan anak disertai dengan nyanyian-nyanyian dan hal tersebut membuktikan adanya musikalitas pada anak-anak. oleh karena itu bentuk permainan di Taman Kanak-kanak dapat berupa permainan dengan nyanyian dan atau permainan dengan lagu dan gerak berirama.
            Permainan anak-anak selalu mengandung nilai-nilai pendidikan, baik dalam sisi fisik maupun psikologis. Anak-anak berkembang oleh permainan-permainan yang mereka lakukan karena hal tersebut sesuai dengan kodrat anak , sesuai dengan alam sekitar, berkembangan karena spontanitas. Ki Hajar Dewantara juga berpendapat bahwa kesenian untuk anak-anak dapat dilakukan melalui permainan, khususnya latihan kesenian suara, tari dan sandiwara. Dan semuanya itu adalah dasar dari pendidikan budi pekerti, sebagaimana Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa: “Permainan Kanak-Kanak adalah kesenian kanak-kanak yang sungguhpun amat sederhana bentuk dan isinya namun memenuhi syarat-syarat ethis dan aesthetis, dengan semboyan : dari natur ke arah kultur”.
            Di sekolah Taman Indria yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara, pendidikan bersemboyankan Tut Wuri Handayani, yakni memberi kebebasan yang luas, selama tidak ada bahaya yang mengancam anak-anak. Hal tersebutlah yang disebut sikap among dalam pola kebangsaan Indonesia. Dalam proses pembelajaran, anak-anak dibiasakan menggambar, , menjanji, berbaris, bermain, membuat pekerjaan-pekerjaan tangan secara bebas dan teratur. Selain itu ada pelajaran tang menggabungkan pelajaran-pelajaran lagu, sastra dan cerita yang dinamakan metode sari swara.
            Ki Hajar Dewantara menganjurkan untuk mendirikan Taman Kanak-Kanak yang bercorak warna dan berbentuk nasional. Adapun corak warna dan bentuk nasional, diantaranya:
  1. Upaya pendidikan dan perawatan pada anak oleh ibu terukur dengan konsep pedagogi dan psikologi yang akan bermanfaat untuk kemajuan tumbuh kembang anak
  2.  Tinjau bagaimana anak-anak menyenangkan diri sendiri sehingga kita mengenak jiwa dan watak para anak
  3. Pilih banyak permainan yang diiringi oleh nyanyian dan tarian yang sesuai dengan maksud dan tujuan
  4. Bangun hubungan antara anak-anak dan masyarakat
  5. Gunakan konsep pedagogis untuk mengajar anak-anak.


Referensi : 
Ki Hajar Dewantara. 1961. Bagian Pertama: Pendidikan. Jogjakarta: Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa 

Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini


Elis Komalasari


Pendidikan anak usia dini yang lebih dikenal masyarakat dengan sebutan PAUD semakin menyeruak ke permukaan publik seiring dengan berdirinya lembaga-lembaga rintisan PAUD di berbagai daerah dari mulai tingkat kota/ kabupaten sampai tingkat RT/RW. Hal tersebut tidak terlepas dari program pemerintah yang mendorong semua kalangan masyarakat untuk mendukung terlaksananya PAUD. Pada tahun 2012, Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini mencanangkan Gerakan PAUD Nasional dan menargetkan angka partisipasi kasar (APK) mencapai 64%. Berbagai strategi dilaksanakan, seperti pemberian bantuan operasional pendidikan (BOP) kepada 1,35 juta anak, pengukuhan Bunda PAUD di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, pelaksanaan sosialisasi nasional, pelaksanaan kampanye gerakan PAUD nasional, penyelenggaraan layanan PAUD terpadu, optimalisasi lembaga keagamaan, dan perluasan layanan POS PAUD yang mengintegrasikan pelayanan PAUD dan Posyandu di desa/ kelurahan.
Adanya gerakan PAUD nasional dengan beragam strategi pada kenyataannya belum mampu memberikan pemahaman yang menyeluruh pada masyarakat tentang konsep dan urgensi PAUD. Sebagian besar masyarakat masih mengenal PAUD sebagai sebuah lembaga pendidikan untuk anak, bukan sebagai upaya pembinaan pada anak usia dini yang berkisar pada usia 0-6 tahun. Kondisi tersebut semakin rumit ketika terjadi pengkotak-kotakan PAUD di lingkungan masyarakat. Masyarakat kebingungan dengan istilah PAUD formal, non formal dan informal. Pemahaman masyarakat hari ini tentang PAUD adalah bahwa PAUD merupakan jenjang yang lebih rendah dari Taman Kanak-Kanak/ Raudhatul Athfal, dimana TK/RA bukan termasuk golongan PAUD.
Permasalahan lain yang muncul dalam perkembangan PAUD di Indonesia saat ini adalah meningkatnya jumlah pendirian PAUD di berbagai daerah tidak diiringi dengan peningkatan kualitas, selain itu kurangnya pemahaman masyarakat tentang praktik pembelajaran yang sesuai untuk anak usia dini. Kenyataan di lapangan, masih banyak pendidik PAUD yang melaksanakan proses pembelajaran yang tidak sesuai dengan perkembangan anak sehingga hal tersebut menimbulkan dilema baru bagi para orangtua yang belum memiliki pemahaman menyeluruh tentang konsep pendidikan anak usia dini untuk memasukan anak-anak mereka ke lembaga PAUD.

Konsep Dasar PAUD
Pendidikan anak usia dini merupakan peletak dasar dan utama dalam pengembangan pribadi anak; baik berkaitan dengan karakter, kemampuan fisik, kognitif, bahasa, seni, sosial, emosional, spritual, disiplin diri, konsep diri maupun kemandirian. (Mulyasa, 2012:43). Adapun pengertian pendidikan anak usia dini menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 ayat 14, pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian ransangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan memasuki pendidikan lebih lanjut. (Depdiknas, USPN, 2004:4).
Dalam http://wikipedia.org disebutkan bahwa pendidikan anak usia dini adalah pengajaran formal pada anak-anak oleh orang-orang di luar keluarga mereka atau di luar setting rumah. Dalam sumber yang sama disebutkan juga bahwa pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
1.       Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan pada masa dewasa.
2.       Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun dengan ruang lingkup pendidikan anak usia dini :
  1. Infant (0-1 tahun)
  2. Toddler (2-3 tahun)
  3. Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun)
  4. Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun). 

Di Indonesia PAUD terbagi ke dalam beberapa jenis yaitu PAUD formal, non formal dan informal. PAUD jalur formal terdiri dari Taman Kanak-Kanak, Raudhatul Athfal, atau bentuk lain yang sederajat. PAUD jalur non formal terdiri dari Kelompok Bermain, tempat penitipan anak dan atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan untuk PAUD jalur informal adalah pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.


       Adanya pengelompokan PAUD di atas, belum diketahui oleh banyak masyarakat sehingga masih banyak kesalahan penafsiran tentang makna dan hakikat PAUD, bahwa PAUD tidak terbatas pada lembaga pendidikan formal dan non formal, tapi jauh lebih penting adalah bagaimana mengoptimalkan tumbuh kembang anak dalam masa golden ages melalui pemberian stimulasi , kesehatan dan gizi  serta program pendidikan yang sesuai dengan perkembangan anak, hal tersebut dapat dilakukandi lingkungan keluarga maupun sekolah.



Hakikat Anak Usia Dini
Anak usia dini merupakan individu yang unik dan memiliki karakteristik khas sesuai dengan tahapan perkembangan usia nya. Pada masa ini stimulasi seluruh aspek perkembangan memiliki peran yang sangat penting untuk tugas perkembangan selanjutnya. Mendukung hal tersebut, Montessori dalam Mulyasa (2012) mengungkapkan bahwa masa usia dini merupakan periode sensitif atau masa peka pada anak, yaitu suatu periode ketika suatu fungsi tertentu perlu diransang, dan diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya.
Mulyasa (2012) mengungkapkan bahwa anak usia dini adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan.  Hurlock (1978) berpendapat bahwa pola pertumbuhan dan perkembangan anak berbeda satu dengan yang lainnya, pertumbuhan anak bersifat ritmis, bukan regular. Namun demikian anak-anak memiliki pola yang sama dalam pertumbuhan. Rentang usia anak pada masa usia dini ( http://www.wikipedia.com) adalah usia sebelum memasuki usia sekolah formal, umumnya usia 5 tahun di hampir seluruh negara termasuk negara Amerika. Sementara itu, National Association for the Education of Young Children (NAEYC) mendefinisikan anak usia dini sebagai anak dengan rentang usia 0-8 tahun.
Mary Eming Young (2002) dalam tulisannya Ensuring a Fair Start for All Children memaparkan bahwa masa usia dini adalah masa yang rentan dan penuh peluang. Perubahan yang cepat dan dramatis dalam perkembangan mental dan fisik terjadi pada usia tiga tahun pertama kehidupan manusia. Penelitian mengenai perkembangan otak menunjukan bahwa pengalaman pada usia dini dapat membentuk perkembangan individu dan bahwa masa usia dini memberikan suatu kesempatan unik untuk mengubah kehidupan seluruh anak.
Sementara itu, Bloom (Mulyasa, 2012) mengemukakan bahwa separuh potensi manusia sudah terbentuk ketika berada dalam kandungan sampai usia 4 tahun; dan 30% terbentuk pada usia 4-8 tahun. dengan demikian 80% potensi manusia tersebut terbentuk dalam kehidupan rumah tangga dan lingkungan sekitarnya.

Referensi :

Hurlock, Elizabeth B. (1978). Guideposts for Growing Up. Chicago: Standar Educational Corporation

Mulyasa, H,E. (2012). Manajemen PAUD. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sujiono Yuliani N. (2011). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT. Indeks
Wortham, Sue C. (2006). Early Childhood Curriculum. San Antonio : Merril Prentice Hall

Young, Mary Eming. (2002). From Early Child Development to Human Development. Washington : The World Bank