PENGEMBANGAN MULTIPLE INTELLIGENCES PADA ANAK USIA DINI
Oleh:
Elis Komalasari & Siti Khodijah
A. Definisi
Kecerdasan
Sebelum dapat memahami dan mengimplikasikan
kecerdasan jamak pada pendidikan anak usia dini khususnya kecerdasan
naturalistik, maka kita berawal dari pemahaman terhadap kecerdasan. Beberapa
definisi dari kecerdasan adalah menurut Santrock (2007): “Kecerdasan adalah
kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan beradaptasi serta belajar dari
pengalaman”. Sedangkan menurut Gardner (dalam Sujiono (2012): “Kecerdasan
adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan menciptakan produk berharga
dalam satu atau beberapa lingkungan budaya masyarakat”.
Berdasarkan dua definisi diatas dapat kita tarik
kesimpulan bahwa kecerdasan adalah modal dasar yang dimiliki manusia dalam
proses belajar untuk dapat berpikir, beradaptasi, memecahkan masalah dan
menciptakan sesuatu. Berbeda dengan kognitif yang merupakan proses yang dialami
otak dalam mengamati dan memahami suatu objek. Dengan demikian perkembangan
kognitif merupakan proses yang terjadi di dalam otak dalam pembentukan skema
pemahaman mengenai sesuatu. Menurut piaget anak membangun pemahaman terhadap
sesuatu melalui proses organisasi pengetahuan yang telah diketahui dengan
pengetahuan yang baru yang kemudian mengalami asimilasi dan akomodasi sehingga
tumbuh pemahaman baru (Santrock,
2007 : 244)
Dengan demikian pada anak usia dini kecerdasan
diasah dan dioptimalkan melalui rangsangan dan pembiasaan yang diberikan dalam
pembelajaran. Sehingga modal dasar anak untuk dapat beradaptasi dan belajar
mandiri dalam memecahkan masalah dapat digali dan dikembangkan sesuai dengan
kecenderungan minat yang dimiliki anak. Hal ini tentu saja sangat penting bagi
kehidupannya kelak.
Kecerdasan seseorang tidak dapat diukur secara
langsung karena kecerdasan berhubungan dengan otak. Dengan demikian tidak
mungkin dapat mengukur dan melihat secara langsung kondisi otak manusia. Akan
tetapi evaluasi terhadap kecerdasan seseorang dapat dilihat, dipelajari dan
dibandingkan dari hasil tindakan kecerdasan yang dilakukan oleh masing-masing individu.
Kecerdasan berbeda dengan inteligensi. Perbedaannya yaitu
bahwa inteligensi merupakan bentuk pasif dari kecerdasan dan berhubungan dengan
kognitif (proses berpikir) yaitu kemampuan untuk menghubungkan, menilai, dan
mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Sedangkan kecerdasan itu
sendiri adalah bentuk aktif yaitu berupa perwujudan dari potensi tersebut yang
berupa aktivitas atau perilaku.Potensi kognitif ditentukan pada saat konsepsi
dan terwujud atau tidaknya tergantung faktor lingkugan dan kesempatan yang
diberikan pada anak untuk mendapatkan rangsangan dan latihan.
B. Perkembangan
Otak
Otak disusun oleh 100 miliar sel-sel otak (neuron)
dan 100 trilyun sel pendukung (sel glia) membentuk gumpalan-gumpalan otak
(Pasiak, 2006 :73). Kemudian sel-sel tersebut akan membentuk sambungan ketika
seseorang mendapat informasi baru. Sel-sel otak mengalami pertumbuhan dan
perkembangan seiring dengan perkembangan kehidupan manusia dan perkembangan
paling pesat terjadi pada masa awal kehidupan. Berbagai pengalaman dan
rangsangan melalui panca indera akan memperbanyak sambungan antar sel di dalam
otak. Sebaliknya ketika sel otak tidak mendapatkan latihan dan rangsangan maka
secara perlahan akan dimusnahkan (Sujiono, 2012 : 179).
Sejak fase konsepsi, pembentukan potensi bawaan
janin diturunkan secara genetis dari orang tua. Potensi tersebut diwariskan
tidak hanya aspek fisik akan tetapi juga aspek psikis. Seiring dengan
pertumbuhan dan perkembangan otak, potensi bawaan pun ikut berkembang. Pada
permulaan kehidupan anak, otak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
pesat. Memperkaya lingkungan belajar dapat memberikan peluang anak untuk dapat
mengekspresikan dan menggali potensi unggul yang tersembunyi dalam diri anak.
Paradigma baru pendidikan anak usia dini haruslah berorientasi pada anak dengan
pendekatan student centered.
Pengetahuan tentang otak tidak hanya penting untuk
proses pembelajaran tetapi juga dalam proses pendidikan secara keseluruhan
termasuk pada usia dini. Hal ini berkaitan dengan upaya guru maupun orang tua
untuk dapat mengoptimalkan potensi otak dan potensi bakat alami anak karena
otak merupakan komponen yang mendasari proses belajar dan memahami sesuatu.
Pasiak dalam bukunya menuliskan sepuluh hukum dasar otak yaitu 1) keunikan, 2)
kekhususan, 3) sinergisitas, 4) hemisferik dan dominasi, 5) verba-grafis, 6)
imajinasi dan fakta, 7) plastisitas sel saraf, 8) kerja serempak, 9) simbiosis
rasioemosi-spiritualitas dan 10) otak lelaki-otak perempuan.
Prinsip keunikan
otak menyebabkan tidak ada teknik belajar yang baku dan tunggal untuk semua
orang. Masing-masing orang memiliki keunikan baik dari sisi emosi, pola
berpikir, berbuat, dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan karena faktor-faktor
genetis yang tidak dapat berubah meski mendapat perlakuan dan rangsangan yang
sama. Prinsip kekhususan otak
menunjukkan bahwa setiap orang memiliki keunggulan yang khas. Hal ini berkaitan
dengan kemampuan khusus yang dimiliki setiap orang yang berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Hal ini terjadi karena kekhususan genetik yang dimiliki
seseorang berkaitan dengan bakat atau kecenderungan otak.
Prinsip sinergisitas
otak menyebabkan otak lebih cepat menangkap informasi melalui rangsangan pada
beberapa organ tubuh secara sekaligus”. Maksudnya yaitu ketika informasi
tentang sesuatu diberikan pada anak dengan melibatkan dua atau lebih organ
tubuh maka otak akan lebih cepat menangkap informasi tersebut. Prinsip hemisferik dan dominasi otak
menunjukkan bahwa setiap orang memiliki tipe berpikir yang unik yang menggunakan
belahan otak tertentu. Otak terbagi dalam dua belahan otak (hemisfer) yang
memiliki cara berbeda dalam memproses informasi. Setiap orang memiliki
kecenderungan memakai satu belahan otak. Setiap orang memiliki cara dan gaya
tersendiri dalam belajar dan memecahkan masalah tergantung belahan otak mana
yang cenderung dipakai.
Prinsip verba-grafis
menunjukkan bahwa jika seluruh bagian otak dapat dirangsang untuk bekerja
secara serempak, pencerapan informasi akan menjadi lebih efektif. Memori akan
tertata dengan baik, efektif dan efisien jika diformulasikan dalam bentuk kata
dan gambar. Prinsip imajinasi dan fakta
dapat merangsang kerja otak dengan cara yang sama. Imajinasi yang diarahkan
pada suatu masalah akan memberikan jalan keluar. Dalam pembelajaran, penggunaan
analogi, metafora atau cerita akan memudahkan transfer informasi. Rasio dan emosi menjadi penopang utama
spiritualitas manusia. Jika seluruh bagian otak dapat dirangsang untuk bekerja
secara serempak, pencerapan
informasi akan menjadi lebih efektif. Dalam belajar, perempuan dan lelaki
memiliki learning dan thinking style yang berbeda.
C. Kecerdasan
Jamak
Howard Gardner pada tahun 1983 (Wortham, 2006)
menggambarkan intellegensi ke dalam
tujuh jenis, antara lain: keterampilan verbal, keterampilan matematika,
kemampuan spasial, keterampilan gerak, keterampilan memahami orang lan, keterampilan memahami diri
sendiri, dan keterampilan musik. Baru-baru ini, ia menambahkan kecerdasan
naturalistik sehingga menjadi delapan kecerdasan. Gardner meyakini bahwa masing-masing anak memiliki
kekuatan dalam intelegensi.
Howard Gardner (2013) melalui teori kecerdasan majemuk
meyakini bahwa kompetensi kognitif
(belajar, memahami) manusia lebih baik diuraikan dalam arti kumpulan
kemampuan, bakat, atau keterampilan mental, yang disebut kecerdasan. Semua
individu normal mempunyai masing-masing keterampilan ini sampai jumlah tertentu
dan dalam sifat kombinasinya. Gardner memiliki tujuan
bahwa sangat penting untuk guru memahami perbedaan individual pada anak. guru
dapat membimbing pikiran anak dengan baik. Pemahaman mengenai kecerdasan
sebaiknya dihubungkan dengan kurikulum yang terfokus pada pemahaman dimana anak
mampu mengaplikasikan apa yang mereka pelajari ke dalam situasi yang baru. Adapun delapan jenis kecerdasan menurut teori kecerdasan
jamak, sebagai berikut:
1. Kecerdasan bahasa adalah kapasitas untuk
menggunakan bahasa, bahasa asing dan bahasa lainnya, untuk mengekspresikan apa
yang ada dipikiran dan untuk memahami orang lain. Puisi merupakan kecerdasan linguistik namun
banyak penulis, orator, pembicara, pengacara dan seseorang yang menggunakan
bahsa sebagai suatu yang sangat penting dalam kecerdasan linguistik.
2. Orang dengan pengembangan kecerdasan
matematika-logika yang tinggi memahami prinsip sebab-akibat, cara seorang
saintis; dapat memanipulasi angka, kuantitas dan operasi bilangan, cara-cara
yang dipergunakan dalam matematika
3. Kecerdasan spasial berkaitan dengan
kemampuan untuk merepresentasikan ruang di lingkungan sekitar dalam pikirannya,
kecerdasan spasial dapat digunakan alam seni atau dalam arsitektur.
4. Kecerdasan bodi kinestetik merupakan kapasitas
untuk menggunakan anggota tubuh- tangan, jari, lengan- untuk memecahkan
masalah, membuat sesuatu, atau membuat produk.
5. Kecerdasan musik adalah kapasitas untuk
berpikir mengenai musik, mampu mendengar pola, mengelola dan mengingatnya,
serta memungkinkan untuk memanipulasi. Orang yang memiliki kecerdasan musik
yang kuat tidak hanya mengingat musik dengan mudah, mereka tidak bisa
menghilangkannya dalam pikiran.
6.
Kecerdasan
interpersonal adalah memahami orang lain. Ini merupakan sebuah kemampuan yang
kita semua butuhkan. Tapi sangat penting untuk guru, ahli klinik, sales, atau
politisi. Setiap orang yang berhadapan dengan orang lain harus terampil dalam
hubungan interpersonal. Hamzah &
Masri (2010) mengemukakan bahwa kecerdasan interpersonal atau kecerdasan
membina hubungan adalah kemampuan untuk mengelola emosi orang lain sehingga
tercipta keterampilan sosial yang tinggi dan membuat pergaulan seseorang
menjadi lebih luas.
7. Kecerdasan intrapersonal berkaitan
dengan kemampuan memahami diri sendiri, mengetahui siapa diri, apa yang bisa
dilakukan, apa yang diinginkan dan bagaimana bereaksi terhadap sesuatu. Kita
menggambarkan orang yang memiliki pemahaman yang baik mengenai dirinya karena
orang-orang tersebut cenderung tidak mengacaukan. Mereka cenderung untuk mengetahui apa yang
bisa mereka lakukan dan yang tidak bisa mereka lakukan, dan mereka cenderung
untuk mengetahui kemana mereka pergi jika mereka butuh bantuan
8. Kecerdasan naturalistik menunjuk
kemampuan manusia untuk membandakan antara makhluk hidup (tumbuhan, binatang)
serta kepekaan terhadap segala sesuatu dari alam (awan, konfigurasi batu).
Kemampuan ini jelas nilainya dalam evolusi kita sebagai pemburu, pengumpul, dan
faremers: terus menjadi sentral dalam peran seperti botani atau koki. saya juga
berspekulasi bahwa banyak masyarakat pelanggan kami memanfaatkan kecerdasan
naturalis, yang dapat dimobilisasi dalam membedakan antara mobil, sepatu, jenis
make up, dan sejenisnya. jenis pengenalan pola dinilai dalam beberapa ilmu juga
dapat memanfaatkan kecerdasan naturalis.
Melewati rentangan waktu, jenis kecerdasan bertambah
dengan jenis kecerdasan spiritual. Zohar dan Marshall (Yuliani & Bambang,
2010) beranggapan bahwa kecerdasan spiritual dapat diartikan sebagai kecerdasan
untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai. Kecerdasan untuk
menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan
kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang labih
bermakna dibandingkan dengan yang lain. Berhubungan dengan kecerdasan spiritual
bagi anak usia dini, Gutama dalam Yuliani & Bambang (2010:63) menuliskan
bahwa “kecerdasan spiritual adalah ekspresi pemikiran yang muncul dari dalam
kalbu seseorang. Bagi anak, kesadaran ini memacu mereka untuk menemukan dan
mengembangkan bakat bawaan, energi, dan hasratnya serta sebagai sumber motivasi
yang memiliki kekuatan luar biasa”
Gardner (Santrock,
2007) mengungkapkan bahwa terdapat banyak cara belajar
dan kecenderungan intelligensi anak untuk dapat mempelajari suatu keterampilan
atau konsep. Menurut Sabri (dalam Sujiono, 2012) : “Tujuan penting dalam
mengetahui berbagai aspek yang terdapat dalam kecerdasan jamak adalah
diharapkan para pendidik dapat memperlakukan anak sesuai dengan cara-cara dan
gaya belajarnya masing-masing”. Pemahaman tentang kecerdasan jamak dapat
membantu pendidik dan orang tua untuk menuntun anak terutama dalam mengajari
anak sesuai dengan cara yang paling mudah menurut minat dan kecenderungan
potensi kecerdasan anak.
D. Kecerdasan Majemuk Anak Usia Dini
Gardner & Krechevsky (2013)
dalam tulisannya mengenai “Munculnya dan Pemeliharaan Kecerdasan Majemuk
pada Masa Balita: Pendekatan Proyek Spektrum” mengemukakan bahwa
kemungkinan bakat luar biasa anak-anak yang dapt dikenali di usia muda dan
bahwa profil kemampuan yang ditunjukan oleh anak-anak prasekolah dapat dengan
jelas dibedakan satu dari yang lain. Gardner, dkk mengungkapkan beberapa hasil
temuan mengenai implikasi pendidikan dan pendekatan spectrum untuk penilaian
yang menyebutkan bahwa kemampuan orang belajar dan syaraf menawarkan dukungan
baru untuk pandangan majemuk mengenai kemampuan orang belajar dan
menyarankan bahwa pikiran
diorganisasikan dalam wilayah fungsi
yang secara relatif terpisah.
Menurut Gardner (2013)
kecerdasan didasarkan paling sedikitnya dari potensi biologis, yang kemudian
diekspresikan sebagai hasil dari faktor-faktor genetik dan lingkungan yang
saling mempengaruhi. Pada bayi, kecerdasan tidak pernah dijumpai dalam bentuk
murni. Sebaliknya, kecerdasan tertanam
dalam berbagai sistem simbol, seperti bahasa yang dipakai untuk
berbicara. Pendidikan pada suatu saat mewakili pemeliharaan kecerdasan seperti
yang telah diwakili sepanjang waktu dalam berbagai sistem mode budaya.
Proyek spektrum, suatu usaha
inovatif untuk mengukur profil kecerdasan dan gaya bekerja pada anak-anak
dilaksanakan oleh beberapa orang peneliti termasuk didalamnya adalah Howard
Gardner. Spektrum mulai dengan asumsi bahwa setiap anak mempunyai potensi untuk
mengembangkan kekuatan dalam satu atau beberapa area. Fokus proyek ini pada
anak-anak prasekolah mempunyai dorongan ilmiah dan praktis. Dalam proyek ini,
Gardner, dkk mencoba untuk melakukan
deteksi dan perkiraan nilai dari identifikasi awal mengenai perbedaan
individual dengan tujuh kecerdasan. Dalam ruang Spectrum, setiap hari anak-anak
dikelilingi oleh material yang kaya dan melibatkan aktivitasnya yang
membangkitkan sejumlah kecerdasan. Gardner, dkk tidak menggunakan label untuk
meransang kecerdasan secara langsung, misalnya “ruang” atau
“logika-matematika”. Sebaliknya, Gardner, dkk menggunakan material yang
mempunyai peran sosial atau status akhir yang dihargai, menggunakan kombinasi
kecerdasan yang relevan. Gardner, dkk menyiapkan beragam area, antara lain:
1.
Sudut ilmu pengetahuan
Tempat berbagai spesimen
biologi dibawa untuk diteliti dan dibandingkan dengan material lain, area ini
menuntut kemampuan indera dan juga kekuatan analitik logika
2.
Sudut bercerita
Tempat siswa menceritakan
dongeng khayalan menggunakan perangkat peralatan sandiwara yang membangkitkan
ingatan mereka, mempunyai peluang untuk mendesain rangkaian gambar yang
bercerita, area ini membangkitkan bakat linguistik, dramatik dan khayalan.
3.
Sudut bangunan
Tempat siswa dapat membangun
model dari ruang kelas dan memanipulasi foto berukuran kecil dari siswa dan
guru dalam ruang; area ini menggunakan kecerdasan ruang, gerakan badan dan
pribadi.
Adapun berbagai kecerdasan
lain, dan kombinasi kecerdasan disadap dalam puluhan area dan aktivitas ruang
kelas spectrum lainnya. Pada umumnya, anak-anak siap melakukan eksplorasi pada
sebagian besar area dan anak-anak yang tidak menunjukan ketertarikannya
didorong untuk mencoba material atau pendekatan alternatif. Guru siap mengamati
ketertarikan dan bakat anak selama kurun waktu setahun, dan tidak ada penilaian
khusus yanng diperlukan. Namun untuk bidang pemikiran dan kerajinan tangan,
kelas spectrum menyediakan permainan atau aktifitas spesifik yang memungkinkan
penetapan kecerdasan anak secara tepat di area tersebut.
E. Strategi
Pembelajaran dalam Pengembangan Kecerdasan Majemuk
Jasmine (Yuliani, 2011:185) berpendapat bahwa pembelajaran
dengan pendekatan kecerdasan jamak dalam pendidikan anak usia dini sangat
penting terutama untuk mengenali perbedaan individu anak didik. Implikasi teori
kecerdasan jamak dalam pembelajaran adalah bahwa pengajar perlu mengenali
modalitas kecerdasan yang dimiliki tiap-tiap anak. Sehingga dengan strategi dan
pendekatan yang bervariasi maka diharapkan anak dapat tergali modalitas yang
menjadi gaya dan cara belajar anak sehingga minat dan bakat anak dapat dikenali
sejak dini. Model pembelajaran dapat dipilih sesuai dengan cara dan gaya
belajar anak sehingga anak merasa senang dan nyaman dalam belajar. Hal ini
dapat membantu anak mengenali diri dan kecenderungannya sehingga modalitas
minat anak dapat berkembang secara optimal. Hal ini dapat pula membantu orang
tua dalam mengarahkan anak khususnya dalam meraih cita-cita anak
sesuai dengan minatnya.
Yuliani (2011:83) mengungkapkan bahwa pengembangan
kegiatan belajar yang bernuansakan kecerdasan jamak akan menjadi lebih indah
dan harmonis apabila guru memiliki motivasi dan kreativitas dalam
mengorkestrasikan pembelajarannya dengan cara yang ditawarkan Quantum
Teaching, yaitu : “membawa dunia anak ke dunia kita dan antarkan dunia kita
ke dunia mereka, sehingga akan menjadi dunia kita bersama”.
Multiple intelligence adalah sebuah penilaian yang melihat secara deskriptif bagaimana individu
menggunakan kecerdasannya untuk memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu.
Pendekatan ini merupakan alat untuk melihat bagaimana pikiran manusia
mengoperasikan dunia, baik itu benda-benda yang konkret maupun hal-hal yang
abstrak. Bagi Gardner tidak ada anak yang bodoh atau pintar, yang ada anak yang
menonjol dalam salah satu atau beberapa jenis kecerdasan. Dengan demikian,
dalam menilai dan menstimulasi kecerdasan anak, orangtua dan guru selayaknya
dengan jeli dan cermat merancang sebuah metode khusus.
Beberapa materi program yang dapat mengembangkan
kecerdasan majemuk akan dipaparkan dalam bentuk tabel di bawah ini.
Tabel 1
Kegiatan Pengembangan Kecerdasan Majemuk
Jenis Kecerdasan
|
Materi dan
Kegiatan
|
Kecerdasan Linguistik
|
|
Kecerdasan Logika-Matematika
|
|
Kecerdasan Fisik-Kinestetik
|
|
Kecerdasan Visual Spasial
|
|
Kecerdasan Intrapersonal
|
|
Kecerdasan Interpersonal
|
|
Kecerdasan Musikal
|
|
Kecerdasan Natural
|
|
Kecerdasan Spiritual
|
|
Sumber: Yuliani Nurani Sujiono
(2011:185-194)
Referensi :
Hamzah, U dan Masri K. (2010). Mengelola Kecerdasan dalam
Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara
Gardner, Howard. (2013). Multiple Intelligences. Terjemahan.
Kecerdasan Majemuk. Alih bahasa : Alexander Sindoro. Tangerang: Interaksara
Pasiak, T. (2006).
Manajemen Kecerdasan. Memberdayakan IQ, EQ dan SQ untuk Kesuksesan Hidup.
Bandung : PT. Mizan Pustaka
Santrock, J. W. (2007). Child
Development 4th ed. Terjemahan. Perkembangan Anak. Alih bahasa :
Mila Rachmawati & Anna Kuswanti. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Wortham, Sue C. (2006). Early Childhood Curriculum. Ohio : Pearson Prentice Hall
Yuliani, S dan Bambang, S. (2010). Bermain Kreatif
Berbasis Kecerdasan Jamak. Jakarta: PT.Indeks
Yuliani, N.S . (2011).
Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : PT. Indeks
Tidak ada komentar:
Posting Komentar