PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK


PERBANDINGAN PANDANGAN-PANDANGAN TENTANG
 PERKEMBANGAN ANAK

Oleh : Elis Komalasari

AHLI
PAPARAN TEORI
Jean Piaget
Jean Piaget (Santrock, 2002) menekankan bahwa anak-anak membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri; informasi tidak sekedar dituangkan ke dalam pikiran mereka dari lingkungan. Piaget yakin bahwa anak-anak menyesuaikan pemikiran mereka untuk mencakup gagasan-gagasan baru, karena informasi tambahan memajukan pemahaman. Dalam pandangan Piaget, dua proses yanng mendasari perkembangan dunia individu ialah pengorganisasian dan penyesuaian, setiap individu menyesuaikan diri dengan dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru. Piaget berpikir bahwa asimilasi dan akomodasi berlangsung sejak kehidupan bayi yang masih sangat kecil. Bayi yang baru lahir secara refleks mengisap segala sesuatu yang menyentuh bibirnya (asimilasi), tetapi setelah beberapa bulan pengalaman, mereka membangun pemahaman mereka tentang dunia secara berbeda. Beberapa objek, seperti jari dan susu ibu, dapat diisap, dan objek lain seperti selimut sebaiknya tidak diisap (akomodasi).
Piaget memiliki keyakinan bahwa manusia melampaui empat tahapan dalam memahami dunia, yaitu tahap sensorimotor, praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal. Berikut akan dipaparkan secara lebih mendalam mengenai ke-empat tahapan tersebut.
1.      Tahap sensorimotor
Tahap ini berlangsung dari kelahiran hingga usia 2 tahun. Pada tahap ini, bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensor (seperti melihat dan mendengar) dengan tindakan-tindakan motorik fisik. Pada permulaan tahap ini, bayi yang baru lahir memiliki sedikit lebih banyak pola-pola refleks. Pada akhir tahap, anak berusia 2 tahun memiliki pola-pola sensorimotor yang kompleks dan mulai beroperasi dengan simbol-simbol primitif.
Menurut Piaget (Dariyo, 2007) masa sensori-motorik merupakan suatu proses yang berlangsung melalui 6 tahapan, yakni: skema reflektif, reaksi sirkular primer, reaksi sirkuler sekunder, koordinasi reaksi sirkular sekunder, reaksi sirkular tersier, representasi mental.
a.       Skema reflektif
Setelah lahir bayi belum dapat melakukan suatu aktivitas yang terencana, sehingga otak (syaraf pusat) belum berfungsi dengan baik karena belum mencapai kematangan. Jadi seluruh aktivitas yang dilakukan dapat terjadi karena faktor gerakan refleks yang bersifat otomatis. Apapun yang bayi lakukan lebih banyak didorong oleh faktor kebutuhan fisiologis, seperti makan (lapar), minum (haus), menangis (sakit, panas, dingin, terkejut)
b.      Reaksi sirkuler primer
Pada tahap ini, bayi mulai dapat belajar untuk melakukan aktivitas penyesuaian diri yang pertama, yang ditandai dengan pola aktivitas yang berulang-ulang untuk memperoleh kepuasan hatinya. Maka saat ini, seorang bayi akan mengembangkan kebiasaan perilaku motorik yang bersifat sederhana, seperti membuka dan menutup tangan, mengepal tangan, menggerakan jari-jari kaki/ tangan. Selain itu ketika merasa haus, bayi akan segera membuka mulutnya untuk merespon puting susu ibu yang telah berada didekatnya.
c.       Reaksi sirkuler sekunder
Pada masa ini seorang bayi telah mampu melakukan keterampilan motorik guna berhubungan dengan lingkungan hidupnya. Ia telah mampu melakukan reaksi terhadap objek-objek benda yang ada di sekitarnya, misalnya berusaha meraih, memegang boneka mainan, mobil-mobilan. Namun kadang-kadang, anak melakukan aktivitas gerakan manipulatif, artinya menggerakan tangan untuk meraih sesuatu, padahal didepannya tak ada objek benda-benda. Perlu diketahui bahwa anak belum mampu melakukan gerakan/ perilaku tiruan terhadap perilaku yang dikenali maupun perilaku yang sulit dikenali.
Reaksi sirkuler sekunder ditandai dengan kemampuan melakukan sesuatu kegiatan yang bermanfaat untuk mencapai satu tujuan tertentu, sehingga dapat memberi pengalaman baru bagi bayi. Bayi melakukan kegiatan yang berhubungan dengan menggunakan suatu objek benda tertentu.
d.      Koordinasi reaksi sirkular sekunder
Pada masa ini, anak secara sadar telah mampu melakukan koordinasi gerakan untuk memperoleh tujuan yang diinginkannya. Ia mampu mengenal benda dengan baik yang terlihat maupun itu disembunyikan, dan ada upaya untuk mencari bendaitu. Dengan demikian, anak telah mencapai permanensi objek, yakni kemampuan untuk memahami letak posisi semula dan tidak dipindahkan ke tempat lain. Bila benda tersebut dipindahkan ke tempat lain, kemungkinan besar anak akan sering melakukan kesalahan dalam mencarinya. Hal inilah, oleh Piaget, disebut AB search error, yakni kesalahan yang dilakukan oleh anak dalam mencari objek benda yang dipindahkan oleh orang lain ke tempat lain. Hal ini terjadi karena anak belum mampu membayangkan letak benda.
Hal yang paling menonjol dalam masa ini, ialah kemampuan bayi untuk melakukan proses peniruan terhadap suatu perilaku yang dilihatnya, baik suara/ucapan, perilaku. Disini, anak mulai aktif belajar untuk menambah kemampuan/ pengalaman dengan proses imitasi yang dilakukan secara aktif
e.       Reaksi sirkular tersier
Reaksi ini merupakan kemampuan anak untuk melakukan suatu kegiatan yang berdampak pada satu atau beberapa akibat tertentu. Kemampuan ini dimiliki oleh anak, setelah melalui pengalaman reaksi sekunder. Pada masa ini, anak maju satu lankah dengan masa sebelumnya. Bila masa sebelumnya, anak tak mampu mencari benda yang dipindahkan, maka kini ia telah mampu mencarinya sampai berhasil. Selain itu, anak telah memiliki kemampuan inisiatif untuk melakukan koordinasi suatu kegiatan. Ia ingin mencoba mencipta (berkreasi) suatu aktivitas baik yang telah dikenali maupun perilaku yang belum dikenali.
Dengan bekal pengalaman kemampuan reaksi sirkular sekunder, maka daya imajinasi anak berkembang dengan cepat. Anak tidak hanya mampu membayangkan satu kegiatan yang berdampak pada akibat-akibat tertentu, tetapi ia juga mulai membayangkan suatu kegiatan yang mungkin memiliki dampak berbeda-beda.
f.       Representasi mental
Representasi mental adalah kemampuan untuk menghadirkan suatu pengalaman-pengalaman diri sendiri maupun orang lain dalam konteks interaksi sosial sehingga dapat dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Seorang anak telah mampu mengembangkan kapasitas kognitifnya dengan membayangkan suatu objek benda walaupun benda itu tidak ada di depannya. Dengan kemam[puan representasi mental, seorang anak akan dapat melakukansuatu proses imajinasi terhadap pengalaman-pengalaman perilaku masa lalu maupun rencana pengalaman perilaku di masa yang akan datang. Selain itu, anak juga dapat melakukan imitasi pengalaman perilaku orang lain.
Bentuk perilaku representasi mental ditandai dengan kemampuan untuk menirukan kembali bentuk-bentuk perilaku pengalaman sendiri di masa lalu amaupun menirukan pengalaman dari orang lain yang pernah diobservasinya
2.      Tahap operasional
Berlangsung kira-kira dari usia 2 hingga 7 tahun, anak-anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Pemikiran simbolis melampaui hubungan sederhana antara informasi sensor dan tindakan fisik. Akan tetapi walaupun anak dapat secara simbolis melukiskan dunia, menurut Piaget, mereka belum mampu untuk melaksanakan apa yang Piaget sebut “operasi”- tindakan mental yang diinternalisasikan yang memungkinkan anak-anak melakukan secara mental apa yang sebelumnya dilakukan secara fisik.
Pada tahap ini konsep yang stabil dibentuk, penalaran mental muncul, egosentrisme mulai kuat dan kemudian lemah, serta keyakinan terhadap hal yang magis terbentuk. pemikiran praoperasional ialah awal kemampuan untuk merekonstruksi pada tingkat pemikiran apa yang telah dilakukan di dalam perilaku. Pemikiran praoperasional juga mencakup peralihan penggunaan simbol dari yang primitif kepada yang lebih canggih. Pemikiran praoperasional dibagi ke dalam dua subtahap; sub tahap fungsi simbolis dan sub tahap pemikiran intuitif.
a.       Sub tahap fungsi simbolis
Sub tahap fungsi simbolis ialah sub tahap pertama pemikiran praoperasional yang terjadi kira-kira antara usia 2-4 tahun. pada sub tahap ini anak-anak mengembangkan kemampuan untuk membayangkan secara mental suatu objek yang tidak ada. Kemampuan untuk berpikir simbolis semacam itu disebut “fungsi simbolis” dan kemampuan itu mengembangkan secara cepat dunia mental anak. anak-anak kecil menggunakan disain coret-coret untuk menggambarkan manusia, rumah, mobil, awan dan lain-lain
b.      Sub tahap fungsi intuitif
Sub tahap intuitif terjadi pada usia 4 sampai 7 tahun. anak-anak mulai menggunakan penalaran primitif dan ingin tahu jawaban atas semua bentuk pertanyaan. Piaget mengemukakan bahwa anak pada tahap ini begitu yakin tentang pengetahuan dan pemahaman mereka, tetapi belum sadar bagaimana mereka tahu apa yang mereka ketahui itu. Maksudnya, mereka mengatakan mengetahui sesuatu, tetapi mengetahuinya tanpa menggunakan pemikiran rasional. Suatu contoh kemampuan anak kecil ialah kesulitan menaruh benda-benda ke dalam kategori yang tepat. Dihadapkan pada sekumpulan objek acak yang dapat dikelompokan bersama atas dasar dua atau lebih sifat, anak-anak praoperasional jarang dapat menggunakan sifat ini secara konsisten untuk menyortir objek ke dalam kelompok-kelompok yang tepat. Hal tersebut menunjukan karakteristik pemikiran praoperasional yang disebut dengan centration, yaitu pemusatan perhatian terhadap satu karakteristik yang mengesampingkan semua karakteristik yang lain. Centration terbukti pada anak-anak kecil yang kekurangan conservation, suatu keyakinan akan keabadian atribut objek atau situasi tertentu terlepas dari perubahan yang bersifat dangkal.
Karakteristik lain anak-anak praoperasional ialah mereka menanyakan serentetan pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan anak-anak yang paling awal tampak kira-kira pada usia 3 tahun. pertanyaan-pertanyaan mereka memberi petunjuk akan perkembangan mental mereka dan mencerminkan rasa ingin tahu intelektual. Pertanyaan-pertanyaan ini menandai munculnya minat anak-anak akan penalaran dan penggambaran mengapa sesuatu seperti itu.
3.      Tahap operasional konkret
Tahap ini berlangsung kira-kira dari usia 7 hingga 11 tahun, pada tahap ini anak-anak dapat melakukan operasi dan penalaran logis menggunakan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam contoh-contoh yang spesifik dan konkret. Misalnya, pemikir operasional konkret tidak dapat membayangkan langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu persamaan aljabar, yang terlalu abstrak untuk dipikirkan pada tahap perkembangan ini.
4.      Operasional formal
Tahap ini tampak dari usia 11-15 tahun. pada tahap ini, individu melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir secara abstrak dan lebih logis. Sebagai bagian dari pemikiran yang lebih abstrak, anak-anak remaja mengembangkan gambaran keadaaan yang ideal. Dalam memecahkan masalah, pemikir operasional formal ini lebih sistematis, mengembangkan hipotesis tentang mengapa sesuatu terjadi seperti itu, kemudian menguji hipotesis ini dengan cara deduktif.
Erik Erikson
Erikson (Sujiono, 2011) berkonsentrasi untuk memahami tentang perkembangan dari ego-suatu perasaan terhadap diri. Erikson memandang perkembangan identitas anak sebagai cerminan dari hubungan dengan orangtua dan keluarga di dalam konteks yang lebih luas tentang masyarakat. Adapun tahapan-tahapan perkembangan psikologis menurut Erikson, antara lain:

1.      Dasar kepercayaan vs dasar ketidakpercayaan (usia satu tahun)
Pengalaman dan sensai yang memberi bayi suatu perasaan tentang keakraban dan kepastian dalam menyediakan suatu perasaan dari dirinya sendiri. Ia merasakan bahwa dunia adalah baik hati atau sedikitnya dapat dipercaya, dan ia juga dapat mempercayai dirinya sendiri dan kemampuan dirinya sendiri. Ia telah menetapkan dasar suatu kepercayaan. Jika seorang individu mengembangkan suatu dasar ketidakpercayaan maka ia boleh bersikap dengan cara tidak rasional atau untuk menarik diri mereka sendiri ke dalam keadaan shizofrenia atau menekan perasaan mereka sendiri di dalam kehidupan yang akan datang
2.      Otonomi vs malu dan meragukan (usia dua tahun)
Sepanjang tahun kedua dalam kehidupan seorang bayi mengembangkan kendali terhadap berotot, dia menggerak-gerakan tubuhnya dan mulai dilatih untuk ke kamar kecil. Dia membutuhkan suatu keadaan yang tetap, sebagai perlindungan dalam melawan dorongan hatinya sendiri yang potensial. Perasaaan diri dari pengendalian diri ini (otonomi) yang dinaiki pada langkah ini memimpin ke arah suatu perasaan yang tetap tentang kehendak yang baik dan kebanggaan terhadap pribadi diri sendiri. Suatu kegagalan untuk mencapai otonomi yang dengan baik dipandu dapat mengarah pada suatu keadaan sakit saraf, suatu perasaan yang menyebar tentang rasa malu terhadap dunia, dan keraguan yang memaksa diri sendiri dan juga orang lain.
3.      Inisiatif vs rasa bersalah (usia prasekolah)
Sepanjang usia prasekolah anak memberi tanda-tanda kepada tentang persediaan energi yang tidak terbatas di dalam diri mereka, yang mana hal tersebut mengizinkan dia belajar mengenai bermacam-macam aktivitas dan gagasan dengan cepat dan tepat. Anak akan berorientasi pada kesuksesan dan bukan pada kegagalan, dan mengerjakan berbagai hal untuk kesenangan yang sederhana yang dapat ditimbulkan dari kegiatan tersebut. anak berusaha untuk menjadi dirinya sendiri. Bahaya yang mungkin dalam periode ini adalah adanya penaklukan dan eksplorasi yang agresif dan yang dilakukan dengan gembira yang mungkin akan membawa anak ke dalam keadaan frustasi. Kekuatan mental dan fisiknya mendorong ambisi yang akan disalurkan lewat kemampuan-kemampuannya, ia kadang-kadang akan gagal atau dikalahkan. Kecuali jika ia dapat mencapai suatu keadaan yang mungkin diliputi oleh pengunduran diri, rasa bersalah dan ketertarikan.
4.      Rasa percaya diri vs sifat rendah diri (usia pertengahan anak usia dini)
Bangunan dengan otonomi kepercayaan yang sebelumnya dikembangkan secara diam-diam, dan inisiatif, maka anak akan dapat mencapai suatu perasaan tentang rasa percaya diri. Di sekolah anak belajar keterampilan dasar menulis dan kerjasama yang akan memungkinkan dirinya sendiri untuk menjadi suatu anggota yang produktif di dalam masyarakat, dan kebutuhan akan prestasi menjadi lebih penting bagi dirinya sendiri. Anak belajar tentang kepuasan dari melakukan tugas sesuai dengan harapan orang lain dan dirinya sendiri.
Besarnya bahaya yang dapat timbul dari periode ini adalah dua kali lipat. Di satu sisi anak belajar untuk menghargai bahwa prestasi bekerja adalah lebih penting di hal yang lain; anak dapat mengasingkan teman-teman sebayanya karena adanya kompetisi di antara mereka. Pada sisi lain anak dapat merasakan ketidakmampuannya dalam melaksanakan tugas yang diperlukan dan juga mengembangkan suatu perasaan rendah diri yang mencegah anak untuk berusaha.
Sigmund Freud
Freud (Sujiono, 2010) mengungkapkan bahwa anak-anak bergerak melalui langkah-langkah yang berbeda dengan tujuan untuk mencapai kepuasan yang berasal dari sumber berbeda, dimana mereka juga harus menyeimbangkan keadaan tersebut dengan harapan orangtua. Konflik yang timbul antara kebutuhan dan kepuasan dan penindasan dapat berguna untuk memuaskan dan juga menciptakan ketertarikan. Mekanismen pertahanan diri diciptakan untuk tujuan agar dapat berhubungan dengan ketertarikan. Kebanyakan orang belajar untuk mengendalikan perasaan mereka dan juga berusaha agar dapat diterima di dalam lingkungan sosial serta untuk mengintegrasikan diri mereka. Freud memandang manusia sebagai mahluk biologi yang kompleks, baik dalam hal sosial, emosional dan juga sebagai suatu organisme yang dapat berpikir.
Sigmund Freud (Dariyo, 2007) mengajukan 5 tahap perkembangan psikoseksual manusia yaitu:
1.      Masa oral (0-1,5 tahun)
Masa oral ialah masa perkembangan bayi yang ditandai dengan kecendrungan perilaku untuk memusatkan kepuasan fisiologis pada bagian mulut (oral). Anak biasanya senang mengisap ibu jari, menggigit dan merusak dengan mulut. Yang menjadi sasaran pemuasan pada masa ini adalah mulut sendiri dan memilih benda-benda ke mulut, selain iu digigit dengan keras.
2.      Masa anal (1,5-3 tahun)
Masa perkembangan anak usia 1,5-3 tahun yang ditandai dengan kecenderungan perilaku untuk memusatkan kepuasan fisiologis pada bagian anus (dubur). Anak senanng memeriksa dan memainkan duburnya serta memperlihat duburnya. Sasaran pemuasan pada masa anak adalah memilih beda dan menyentuhnya/ memasukan ke dalam duburnya.
3.      Masa phalic (3-5 tahun)
Ditandai dengan kecenderungan perilaku anak usia 3-5 tahun untuk mencari kedekatan emosional dengan orangtua lawan jenisnya dan menjauhi orangtua yang sesama jenisnya. Anak laki-laki akan mencari perhatian, perlindungan dan kasih sayang dari ibunya dan menjauhi ayahnya, hal ini dikenal dengan istilah kompleks oidipus. Anak wanita akan mencari kasih sayang dari ayah dan menjauhi ibunya. Hal ini dinamakan kompleks elekstra. Pada masa ini anak senang menyentuh, memegang, melihat dan menunjukan alat kelaminnya. Sasaran dari pemuasan masa ini adalah ditujukan pada orangtuanya.
4.      Masa latency (6-12 tahun)
Masa ini ditandai dengan kecenderungan perilaku menekan dorongan libido seksual ke dalam alam bawah sadar dan meningkatkan keterampilan-keterampilan kognitif dan keterampilan sosial agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya. Cara pemuasan dalam masa ini adalah represi, reaksi-formasi, sublimasi dan kecenderungan kasih sayang
5.      Masa genital (13 tahun ke atas)
Masa remaja yang ditandai dengan kecenderungan perilaku untuk memusatkan perhatian pada kepuasan genital. Cara pemuasan pada masa ini adalah mengurangi cara-cara waktu masa kanak-kanak dan munculnya cara orang dewasa dalam memperoleh pemuasan. Sementara itu sasaran dalam pemuasan masa ini adalah menyenangi diri sendiri (narcism) atau oedipus object choice nya. Yang menjadi objek pemuasan mungkin diri sendiri, sejenis dan homosexual.
Vygotsky
Lev Vygotsky terkenal dengan konsep zona perkembangan proximal (zone of proximal development), yaitu istilah vygotsky untuk tugas-tugas yang terlalu sulit untuk dikuasai sendiri oleh anak-anak, tetapi yang dapat dikuasai dengan bimbingan dan bantuan dari orang-orang dewasa atau anak-anak yang lebih terampil. Oleh sebab itu, batas ZPD yang lebih rendah ialah level pemecahan masalah yang dicapai oleh seorang anak yang bekerja secara mandiri. Batas yang lebih tinggi ialah level tanggung jawab tambahan yang dapat diterima oleh anak dengan bantuan seorang instruktur yang mampu. Penekanan vygotsky pada ZPD menegaskan keyakinannya tentang pentingnya pengaruh-pengaruh sosial terhadap perkembangan kognitif dan peran pengajaran dalam perkembangan anak. Menurut Vygostsky, tidak tepat mengatakan bahwa anak memiliki suatu ZPD, yang tepat ialah anak berbagi ZPD dengan instrukturnya.
Pengajaran praktis yang terlibat di dalam ZPD mulai ke arah batas zona yang lebih tinggi, dimana anak hanya bisa mencapai tujuan melalui kerjasama yang erat dengan instrukturnya. Dengan pembelajaran dan praktek berkelanjutan yang memadai, anak mengorganisasikan dan menguasai urutan-urutan perilaku yang diperlukan untuk menguasai keterampilan yang ditargetkan. Ketika pembelajaran berlanjut, penguasaan keterampilan tersebut ditransfer dari instruktur ke anak seiring instruktur itu secara bertahap mengurangi penjelasan, petunjuk dan pendemontrasian sampai anak secara memadai dapat mencapainya sendiri. Pembelajaran oleh anak-anak kecil yang baru belajar berjalan memberi contoh bagaimana ZPD bekerja. Anak-anak kecil yang baru berjalan itu harus dimotivasi dan harus dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang menuntut keterampilan yang memiliki tingkat kesulitas yang cukup tinggi – yaitu menuju zona yang paling tinggi.
Dalam pandangan vygostsky, struktur mental atau kognitif anak terbentuk dari hubungan diantara fungsi-fungsi mental. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa dan pemikiran pada mulanya berkembang sendiri-sendiri, tetapi pada akhirnya bersatu. Terdapat dua prinsip yang mempengaruhi penyatuan pemikiran dan bahasa. Pertama, semua fungsi mental memiliki asal-usul eksternal dan sosial. Anak-anak harus menggunakan bahasa dan mengkomunikasikannya kepada orang lain sebelum mereka berfokus ke dalam proses-proses mental mereka sendiri. Kedua, anak-anak harus berkomunikasi secara eksternal dan menggunakan bahasa selama periode waktu yang lama sebelum transisi dari kemampuan bicara secara kesternal ke internal berlangsung. Bila ini terjadi, anak-anak telah menginternalisasikan pembicaraan mereka yang egosentris dalam bentuk berbicara sendiri, yang menjadi pemikiran anak. vygotsky yakin bahwa anak-anak yang terlibat dalam sejumlah besar pembicaraan pribadi lebih berkompeten secara sosial ketimbang anak-anak yang tidak menggunakannya secara ekstensif. Ia memberi alasan bahwa pembicaraan pribadi merupakan suatu transisi awal untuk lebih dapat berkomunikasi secara sosial.
Skinner
Skinner merupakah seorang pakar psikologi yang mencetuskan teori behaviorisme. Skinner (Dariyo, 2007) beranggapan bahwa manusia dilahirkan dengan disertai kemampuan atau kapasitas untuk belajar dari pengalaman hidupnya. Bayi belajar melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, pembauan, merasakan maupun sentuhan yang ditemui dalam lingkungannya.
1.      Memory bayi
Asumsi dasar pendekatan behaviorisme ialah bahwa bayi dilahirkan dalam keadaan normal, artinya mempunyai kapasitas otak yang bekerja normal. Dengan kemampuan ini, maka seorang bayi dapat mengingat (proses memory), karena mengingat merupakan kapasitas dasar individu untuk dapat belajar dan mempelajari sesuatu. Dalam penelitian dengan teknik operant conditioning, ditemukan bahwa bayi usia 2-6 bulan dapat mengingat suatu stimulus yang dapat direspons dengan suatu aktivitas sehingga mendatangkan perasaan menyenangkan.
2.      Proses rekognisi
Bayi juga dapat melakukan upaya untuk memanggil informasi yang tersimpan dalam memorinya (rekognisi). Ia dapat melakukan penundaan (encoding) sesuatu hal yang pernah dilihatnya dan dipelajarinya.
William Damon
Empati  merupakan kemampuan untuk bereaksi terhadap perasaan orang lain dengan respon emosional yang mirip dengan perasaan orang lain tersebut. Menurut analisis ahli perkembangan anak William Damon (1988), perubahan empati terjadi pada masa bayi, pada usia 1-2 tahun, pada masa kanak-kanak awal, pada usia 10-12 tahun.
Periode usia
Empati
Masa bayi awal
Dikarakteristikan dengan empati global, respons empatis bayi tidak dibedakan antara perasaan dan kebutuhan diri sendiri maupun orang lain
Usia 1-2 tahun
Perasaan tidak nyaman pada orang lain berkembang menjadi perhatian yang lebih genuine, tetapi bayi belum dapat menerjemahkan perasaan ketidakbahagiaan orang lain ini menjadi perilaku yang efektif
Kanak-kanak awal
Anak sadar bahwa perspektif setiap orang bersifat unik dan orang yang berbeda dapat memberikan reaksi yang berbeda terhadap situasi tertentu. Kesadaran ini memungkinkan anak untuk merespon dengan lebih sesuai  terhadap kesulitan orang lain
10-12 tahun
Anak mengembangkan orientasi empati pada orang yang kurang beruntung. Pada masa remaja, sensitifitas yang baru terbentuk ini dapat memberikan pengaruh humanitarian terhadap pandangan ideologis dan politis seseorang

William damon (1988) menggambarkan bahwa kebanyakan perilaku berbagai selama 3 tahun pertama kehidupan didasari oleh alasan nonempatik. Hal ini terjadi karena anak meniru orang lain atau karena dengan berbagi mereka bisa merasakan kesenangan dalam permainan sosial. Lalu, ketika berusia 4 tahun, kombinasi dari kesadaran empatik dan dorongan dari orang dewasa menghasilkan rasa kewajiban dalam diri anak untuk berbagi dengan orang lain

Lewis
Lewis (2002) membagi emosi ke dalam 2 bagian, yaitu:
1.      Emosi primer, yang muncul pada manusia dan binatang. Yang termasuk emosi primer ini adalah terkejut (surprise), tertarik (interest), senang (joy), marah (anger), sedih (sadness), takut (fear) dan jijik (disgust). Semua emosi ini muncul pada 6 bulan pertama
2.      Emosi yang disadari (self conscious emotions), yang memerlukan kognisi, terutama kesadaran diri. Yang termasuk jenis emosi ini adalah empati, cemburu (jealousy), dan kebingungan (embarassment) yang muncul pada 1 ½ tahun pertama (setelah timbulnya kesadaran diri), selain itu ada juga bangga (pride), malu (shame), dan rasa bersalah (guilt) yang mulai muncul pada 2 ½ tahun pertama . dalam mengembangkan set kedua dari emosi yang disadari ini (biasanya disebut emosi evaluatif yang disadari) anak-anak memperoleh dan dapat menggunakan standar dan aturan sosial untuk mengevaluasi perilaku mereka.
Kemunculan Awal
Emosi
Emosi Primer

3 bulan
2-6 bulan
6 bulan pertama
6-8 bulan
Senang (joy), sedih (sadness), jijjik (disgust)
Marah (anger)
 Terkejut (surprise)
Takut (fear) – mencapai puncaknya pada usia 18 bulan

Emosi yang disadari

1 ½ tahun – 2 tahun
2 ½ tahun
Empati, cemburu, kebingungan
Kebanggaan, malu, rasa bersalah

Carron & Allen
Carron dan Allen (Sujiono & Sujiono, 2010) menyebutkan bahwa terdapat enam aspek perrkembangan anak usia dini, yaitu kesadaran personal, pengembangan emosi, membangun sosialisasi, pengembangan komunikasi, kognisi serta kemampuan motorik yang penting untuk dipertimbangkan sebagai fungsi interaksi.
1.      Kesadaran personal, merupakan keterampilan dalam mendorong dirinya sendiri dan membuat diri merasa kompeten
2.      Perkembangan emosi, anak dapat belajar menerima, berekspresi dana mengatasi masalah dengan cara yang positif. Selain itu anak mengenal diri mengenal diri mereka sendiri dan mengembangkan pola perilaku yang memuaskan dalam hidup.
3.      Membangun sosialisasi, melibatkan kemampuan anak untuk empati terhadap orang lain, mengurangi sikap egosentris, menumbuhkan dan meningkatkan rasa sosialisasi anak, belajar perilaku prososial seperti; menunggu giliran, kerjasama, saling membantu dan berbagi
4.      Perkembangan komunikasi, anak-anak belajar memperluas kosa kata dan mengembangkan daya penerimaan serta pengekspresian kemampuan bahasa melalui interaksi dengan anak lain atau orang dewasa. Pengembangan komunikasi pada anak terdiri dari; a. Bahasa reseptif, yaitu mengikuti petunjuk-petunjuk dan memahami konsep dasar, b. Bahasa ekspresif, yaitu kebutuhan mengekspresikan keinginan, perasaan, penggunaan kata-kata, frase-frase kalimat, berbicara secara jelas dan terang, c. Komunikasi verbal, yaitu penggunaan komunikasi kongruen, ekspresi muka, isyarat tubuh dan isyarat tangan, d. Memori pengedengaran/ pembedaan, yaitu memahami bahasa berbicara dan membedakan bunyi.
5.      Pengembangan kognitif
Dalam pengembangan kognitif, anak mengembangkan pemahaman tentang diri mereka sendiri, orang lain dan lingkungan.

6.      Pengembangan kemampuan motorik
Kesempatan yang luas untuk bergerak, pengalaman belajar untuk menemukan, serta aktivitas sendori motor yang meliputi penggunaan otot-oto besar dan kecil memungkinkan anak-anak untuk memenuhi perkembangan perseptual motorik. Perkembangan perseptual motorik, terdiri dari; a. Koordinasi mata-tangan dan mata-kaki, seperti saat menggambar dan menulis, manipulasi objek, mencari jejak secara visual, melempar, menangkap dan menendang; b. Kemampuanmotorik kasar, seperti gerak tubuh ketika berjalan, melompat, berbaris, meloncat, berlari, berjingkat, berguling-guling, merayap dan merangkak; c. Kemampuan bukan motorik kasar (statis) seperti menekuk, meraih, bergiliran, memutar, meregangkan tubuh, jongkok, duduk, berdiri, bergoyang serta, d. Manajemen tubuh dan kontrol seperti menunjukan kepekaan tubuh, kepekaan akan tempat, keseimbangan, kemampuan untuk memulai, berhenti dan mengubah petunjuk.
Winn & Pocher
Winn dan Porcher dalam Sujiono & Sujiono (2010) menjelaskan karakter anak usia 3-4 tahun berdasarkan dimensi perkembangan fisik, yaitu anak usia 3 tahun sudah mampu berjalan sendiri tanpa dibantu, larinya lebih cepat, lompatnya lebih lebar, sudah dapat memanjat tangga selangkah demi selangkah sedangkan pada usia empat tahun cara berjalan dan berlarinya lebih sigap dan semakin terampil daripada anak usia 3 tahun
Couglin
Coughlin, dkk (Sujiono & Sujiono, 2010) menjelaskan ciri-ciri umum anak usia 3-6 tahun, diantaranya:
1.      Anak menunjukan perilaku bersemangat, menawan dan sekaligus tampak kasar pada saat-saat tertentu
2.      Anak mulai berusaha untuk memahami dunia disekeliling mereka walaupun mereka masih sulit untuk membedakan antara khayalan dan kenyataan
3.      Pada situasi tertentu anak tampak sangat menawan dan mampu bekerjasama dengan teman dan oranglain tetapi pada saat yang lain mereka menjadi anak pengatur dan penuntut
4.      Anak mampu mengembangkan kemampuan berbahasa dengan cepat, mereka seringkali terlihat berbicara sendiri dengan suara keras ketika mereka memecahkan masalah atau menyelesaikan suatu kegiatan, serta
5.      Secara fisik, anak memiliki tenaga yang besar tetapi rentang konsentrasinya pendek sehingga cenderung berpindah dari satu kegiatan ke kegiatan lain.
Yuliani Nurani Sujiono & Bambang Sujiono
Terdapat beberapa karakteristik perkembangan anak pada rentang usia 3-6 tahun berdasarkan dimensi perkembangan fisik, kognitif, bahasa dan sosial emosional.
1.      Dimensi perkembangan fisik
Dimensi perkembangan fisik dapat dilihat dari dua aspek, yaitu motorik kasar dan motorik halus. Karakteristik perkembangan yang berhubungan dengan motorik kasar, antara lain berdiri di atas salah satu kaki selama 5-10 detik, menaiki dan menuruni tangga dengan berpegangan dan beganti-ganti kaki,berjalan pada garis lurus, berjalan dengan berjinjit sejauh 3 meter, berjalan mundur, melompat di tempat, melompat ke dapan dengan dua kaki sebanyak empat kali, bermain dengan bola (menendang dengan mengayunkan kaki ke belakang dan ke depan, menangkap bola yang melambung dengan lainnya, serta dapat melakukan permainan ketangkasan dan kelincahan seperti menggunakan papan luncur.
Adapun perkembangan yang berhubungan dengan motorik halus, antara lain dapat mengoles mentega pada roti, dapat mengikat tali sepatu sendiri dengan sedikit bantuan, dapat membentuk dengan menggunakan tanah liat atau plastisin, membangun menara yang terdiri dari 5-9 balok, memegang kertas satu-dua kali lipatan, mewarnai gambar sesukanya, serta memegang crayon atau pensil yang berdiameter lebar.
2.      Dimensi perkembangan bahasa
Karakteristik perkembangan bahasa anak usia 3-6 tahun antara lain dapat berbicara dengan menggunakan kalimat sederhana yang terdiri dari 4-5 kata, mampu melaksanakan tiga perintah lisan secara berurutan dengan benar, senang mendengarkan dan menceritakan kembali cerita sederhana dengan urut dan mudah dipahami, menyebut nama, jenis kelamin dan umurnya, menyebut nama panggilan orang lain, mengerti  bentuk pertanyaan dengan menggunakan paa, mengapa dan bagaimana, dapat mengajukan pertanyaan dengan menggunakan kata apa, siapa dan mengapa, dapat menggunakan kata depan ( di dalam, di luar, di atas, di bawah dan di samping0, dapat mengulang lagu anak-anak dan menyanyikan lagu sederhana, dapat menjawab telepon dan menyampaikan pesan sederhana, dapat berperan serta dalam suatu percakapan, serta tidak mendominasi untuk selalu ingin di dengar.
3.      Dimensi perkembangan kognitif
Karakteristik perkembangannya antara lain dapat memahami konsep makna yang berlawanan seperti kosong-penuh, ringan-berat, atas-bawah, dapat memadankan bentuk geometri dengan objek nyata atau melalui visualisasi gambar, dapat menumpuk balok atau gelang-gelang sesuai ukurannya secara berurutan, dapat mengelompokan benda yang memiliki persamaan warna, bentuk dan ukuran, dapat menyebutkan pasangan bentuk, mampu memahami sebab akibat, dapat merangkai kegiatan sehari-hari dan menunjukan kapan setiap kegiatan dilakukan, menceritakan kembali 3 gagasan utama dari suatu cerita, mengenali dan membaca tulisan melalui gambar yang sering dilihat di rumah atau disekolah, mengenali dan menyebutkan angka 1-10
4.      Dimensi perkembangan sosial emosional
Karakteristik perkembangan antara lain dapat mengerti keinginan orang lain dan dimengerti oleh lingkungannya, dapat berinteraksi dengan teman dalam suasana bermain dan bergembira, dapat meminta persetujuan orang dewasa yang disayanginya, dapat menunjukan rasa kepedulian terhadap orang yang mengalami kesulitan, dapat berbagi dengan teman dan orang dewasa lainnya, dapat memilih teman bermain, dapat mengekspresikan emosi secara wajar baik melalui tindakan kata-kata ataupun ekspresi wajah, dapat menunjukan rasa sayang pada orang lain, dapat meniru dan berminat pada kegiatan yang dilakukan oleh orang dewasa, dapat menunjukan sikap sabar ketika menunggu giliran. Dapat menggunakan barang orang lain secara berhati-hati dan dapat menunjukan kebanggaan terhadap keberhasilan.
5.      Dimensi keterampilan untuk kemandirian
Karakteristik perkembangannya antara lain dapat mempergunakan serbet dan membersihkan tumpahan makanan, dapat menuangkan air dan minum sendiri, dapat makan sendiri, dapat memakai dan melepas pakaian sendiri, dapat membuka kancing baju depan yang besar, dapat memakai sepatu tanpa tali, dapat mencuci tangan sendiri, dapat ke kamar kecil dan memebersihkan dirinya saaar buang air, membuka dan menutup keran air, menyikat gigi dengan diawasi dan menyeka hidung saat diperlukan.
Schaerlaekens
Schaerlaekens dalam Dariyo (2007) menyebutkan ada tiga tahap perkembangan kalimat pada anak usia lima tahun pertama, yaitu : periode prelingual, periode lingual dini dan periode deferensiasi
1.      Periode prelingual (usia 0-1 tahun)
Periode ini ditandai dengan kemampuan bayi untuk mengoceh sebagai cara untuk berkomunikasi kepada orangtua-nya. Bayi hanya bersikap pasif untuk menerima stimulus eksternal dari orangtuanya. Bayi dapat memberi respons yang berbeda-beda terhadap stimulus tersebut. bayi dapat memberi respon positif terhadap orang yang ramah dan memberi respon begatif terhadap orang yang tidak ramah. Bayia kan mengoceh sambil tersenyum terhadap orang yang ramah, sedangkan bayi akan menjerit, menangis atau taut terhadap orang yang tidak ramah.
2.      Periode lingual dini
Periode ini ditandai dengan kemampuan anak untuk membuat satu kata maupun kalimat dua kata dalam satu percakapan dengan orang lain
3.      Periode diferensiasi
Santrock
1.      Perkembangan Bahasa
Pada beberapa bulan pertama kehidupan, bayi memperlihatkan suatu respons yang mengagumkan terhadap suara/ bunyi yang keras. Kemudian, pada usia 3 hingga 6 bulan, bayi mulai memperlihatkan suatu minat akan suara, bermain dengan air liur, dan merespon terhadap suara. Selama 3 hingga 6 bulan berikutnya, bayi mulai mengoceh, mengeluarkan suara seperti “goo-goo” dan “ga-ga”. Permulaan mengoceh ditentukan khususnya oleh kematangan biologis, bukan oleh penguatan (reinforcement), pendengaran, atau interaksi pengasuh-bayi. Tujuan komunikasi bayi sejak dini ialah untuk menarik perhatian orang tua dan orang lain di sekitar bayi. Bayi meminta perhatian orang lain dengan cara melakukan atau menghentikan kontak mata, dengan cara membunyikan suara, atau dengan cara melakukan tindakan-tindakan manual seperti menunjuk. Semua perilaku itu menggunakan aspek bahasa yang disebut “pragmatik”
Pada usia kira-kira 6 hingga 9 bulan, bayi mulai memahami kata-kata pertama mereka. Perbendaharaan kata yang diterima (receptive vocabulary) mengacu kepada kata-kata yang dipahami oleh seseorang, meskipun perbendaharaan kata yang diterima bayi mulai berkembang pada pertengahan kedua tahun pertama, pertumbuhannya baru meningkat secara dramatis pada tahun kedua dari rata-rata 12 kata yang dpahami pada ulang tahun pertama hingga diperkirakan 300 kata atau lebih pada ulang tahun kedua. Pada usia kira-kira 9 bulan hingga 12 bulan, bayi mulai memahami pelajaran, seperti ‘daah” ketika mengucapkan selamat tinggal. Perbendaharaan kata ucapan bayi meningkat secara cepat sejak kata pertama diucapkan, yang mencapai rata-rata 200 hingga 275 kata pada usia 2 tahun. pada saat anak-anak berusia 18 hingga 24 bulan, mereka biasanya mengucapkan pernyataan-pernyataan yang terdiri dari dua kata. Selama tahap dua kata ini, mereka dengan cepat memahami pentingnya mengekspresikan konsep dan peran yang dimainkan oleh bahasa dalam berkomunikasi dengan orang lain. Untuk menyampaikan makna atas ucapan dua kata itu, anak sanagat bersandar pada gerak isyarat, tekanan suara dan konteks.
2.      Perkembangan Fisik Motorik
Dalam beberapa hari pertama kehidupan, banyak bayi lahir kehilangan 5-7 persen berat tubuh mereka sebelum mereka belajar menyesuaikan diri dengan kegiatan makan yang terjadi setelah kelahiran. Setelah bayi menyesuaikan diri dengan cara mengisap, menelan dan mencerna, mereka tumbuh dengan cepat dan memperoleh berat kira-kira 5-6 ons per minggu selama bulan pertama. Pada usia 4 bulan, berat badan mereka naik dua kali dan berat badan mereka mencapai hampir tiga kali lipat. Bayi bertumbuh kira-kira 1 inci per bulan selama tahun pertama, sehingga hampir 1 ½ kali panjang hari pertama kelahiran. Rata-rata pertumbuhan bayi sangat lambat pada tahun kedua kehidupannya.
Perkembangan fisik bayi dalam dua tahun pertama kehidupan sangatlah ekstensif. Pada saat lahir, bayi memiliki kepala sangat besar (dibandingkan dengan bagian tubuh lain) yang bergerak terus menerus ke kiri dan kanan dan seringkali tidak dapat dikendalikan; mereka juga memiliki refleks yang didominasi oleh gerakan-gerakan yang terus berkembang. Dalam rentang waktu 12 bulan, bayi dapat duduk, berdiri, membungkuk, memanjat dan biasanya berjalan. Selama tahun kedua, pertumbuhan berlangsung cepat pada kegiatan-kegiatan berlari dan memanjat.
Gerak refleks
Bayi yang baru lahir bukanlah organisme yang isi kepalanya kosong dan tak mengerti apapun juga. Disamping hal lainnya, bayi memiliki beberapa refleks dasar yang secara genetis merupakan mekanisme pertahanan hidupnya. Refleks mengatur gerakan-gerakan bayi yang baru lahir. Sifat refleks ini adalah otomatis dan berada di luar kendali bayi. Refleks merupakan reaksi yang inhern (built in) terhadap rancangan tertentu dan memberi bayi-bayi kecil respons penyesuaian diri terhadap lingkungan mereka sebelum mereka memiliki kesempatan untuk belajar lebih banyak. Refleks mengisap (sucking reflex) terjadi ketika bayi yang baru lahir secara otomatis mengisap benda yang ditempatkan di mulut mereka. Refleks mengisap memudahkan bayi yang baru lahir itu memperoleh makanan sebelum mereka mengasosiasikan puting susu dengan makanan. Refleks mencari (rooting reflex) terjadi ketika pipi bayi diusap/dibelai atau pinggir mulutnya disentuh. Sebagai respon, bayi itu memalingkan kepalanya ke arah benda yang menyentuhnya, dalam upaya yang jelas untuk menemukan sesuatu yang dapat diisap. Refleks mengisap dan mencari menghilang setelah bayi berusia kira-kira 3 hingga 4 bulan. refleks itu digantikan oleh makan secara suka rela. Refleks moro (moro reflex) adalah suatu respons tiba-tiba pada bayi yang baru lahir yang terjadi akibat suara atau gerakan yang mengejutkannya, ketika dikagetkan, bayi yang baru lahir melengkungkan punggungnya, melemparkan kepalanya ke belakang, dan meretangkan lengan dan kakinya. Refleks ini cenderung menghilang pada usia 3-4 bulan.
Pada saat lahir, bayi tidak memiliki koordinasi dada atau lengan yang baik, tetapi pada bulan pertama bayi dapat mengangkat kepalanya dari posisi tengkurap. Pada usia 3-4 bulan, bayi dapat berguling dan pada usia 4 hingga 5 bulan mereka dapat menopang sebagian berat badannya dengan kaki mereka. Pada usia 6 bulan, bayi dapat duduk tanpa dukungan, dan pada usia 7 bulan mereka dapat merangkak dan berdiri tanpa dukungan. Pada usia kira-kira 8 bulan, bayi dapat menyangga tubuh mereka hingga ke posisi berdiri, pada usia 10 sampai 11 bulan bayi dapat berjalan menggunakan kursi atau meja sebagai alat bantu, dan pada usia 12 hingga 13 bulan bayi pada umumnya dapat berjalan tanpa bantuan.
Pada tahun kedua, anak-anak yang baru berjalan semakin terampil dalam sistem motorik dan gerakan mereka. Mereka tidak lagi puas ditempatkan di tempat anak-anak kecil bermain dan ingin bergerak ke seluruh tempat. Pada usia 13-18 bulan, anak yang baru belajar berjalan dapat menarik suatu mainan yang diikat dengan tali atau benang, menggunakan kedua tangan dan kaki untuk memanjat sejumlah anak tangga dan mengendarai mainan roda empat. Pada usia 18 bulan hingga 24 bulan, anak-anak yang baru belajar berjalan dapat berjalan cepat atau berlari dengan susah payah untuk suatu jarak yang pendek, menyeimbangkan kaki mereka dalam posisi berjongkok sambil bermain dengan benda-benda di atas lantai, berjalan mundur tanpa kehilangan keseimbangan, berdiri dan menendang bola tanpa terjatuh, berdiri dan melemparkan bola, dan melompat di tempat.
Bayi mengalami kesulitan mengendalikan keterampilan motorik halus pada saat lahir, walaupun mereka memiliki banyak komponen penting yang kelak menjadi gerakan lengan, tangan dan jari tangan yang terkoordinasi dengan baik. Perkembangan perilaku seperti meraih dan menggenggam semakin baik selama 2 tahun pertama kehidupan. Pada mulanya bayi hanya memperlihatkan gerakan bahu dan siku yang kasar, tetapi kemudian memeperlihatkan gerakan pergelangan tangan, perputaran tangan dan koordinasi ibu jari dan jari telunjuk tangan. Kematangan koordinasi tangan-mata sepanjang dua tahun pertama kehidupan tercermin dalam peningkatan motorik halus.
Perkembangan motorik anak usia prasekolah
Selama tahun-tahun prasekolah, anak-anak belajar mengembangkan kemampuan seperti; berlari secepat mungkin, jatuh, bangun, dan berlari lagi secepat mungkin, membangun menara dengan balok, mencoret-coret, menulis tergesa-gesa, dan menulis lebih tergesa-gesa, memotong kertas dengan gunting.
Pada usia 3 tahun, anak-anak masih suka akan gerakan sederhana seperti berjingkrak-jingkrak, melompat dan berlari kesana-kemari hanya demi kegiatan itu sendiri. Mereka bangga memperlihatkan betapa mereka dapat berlari melewati suatu ruangan dan melompat sejauh 6 inci. Pada usia 4 tahun, anak-anak lebih berani mengambil resiko dalam bergerak. Pada usia 5 tahun, anak-anak percaya diri mengembangkan ketangkasannya yang mengerikan seperti memanjat suatu objek. Anak usia 5 tahun berlari kencang dan suka berlomba teman sebayanya yang lain dan orantuanya.
Keterampilan motorik halus anak usia 3 tahun masih timbul dari kemampuan bayi untuk menempatkan dan memegang benda-benda, walaupun mereka telah mampu memegang benda-benda berukuran kecil diatara ibu jari dan telunjuk tetapi mereka masih agak kikuk. Anak usia 3 tahun dapat secara mengejutkan membangun menara tinggi yang terbuat dari balok, setiap balok disusun dengan hati-hati sekali meski seringkali tidak pada satu garis lurus. Anak-anak pada usia 3 tahun masih kasar dalam menempatkan objek atau potongan-potongan gambar. Pada usia 4 tahun, koordinasi motorik halus anak-anak telah semakin meningkat dan menjadi lebih tepat. Kadang-kadang anak-anak usia 4 tahun sulit membangun menara tinggi dengan balok karena mereka ingin menempatkan balok dengan sempurna. Pada usia 5 tahun, koordinasi motorik halus semakin meningkat.

Roger Brown
Brown (Santrock, 2002) menidentifikasi lima tahap perkembangan bahasa yang menunjukan panjang pengucapan rata-rata (mean length of utterance, MLU), yakni sebuah indeks perkembangan bahasa yang didasarkan atas jumlah kata per kalimat yang dihasilkan oleh seorang anak di dalam suatu sample yang terdiri dari sekitar 50 hingga 100 kalimat, sebagai suatu indeks kematangan bahasa yang baik.
Tahap
Usia
rata-rata
(bulan)
Panjang pengucapan rata-rata (jumlah rata-rata per kalimat)
Karakteristik
Kalimat yang lazim diucapkan
1
12-26
1,00-2,00
Perbendaharaan kata utamanya terdiri dari banyak kata benda dan kata kerja dengan sedikit kata sifat dan kata keterangan; urutan kata diperhatikan
Bayi mandi
2
27-30
2,00-2,50
Penggunaan kata jamak; menggunakan past tense, penggunaan be, kata depan, beberapa preposisi
Mobil maju cepat
3
31-34
2,50-3,00
Menggunakan pertanyaan ya-tidak, pertanyaan wh (who, what, where), menggunakan kalimat sanggahan dan kalimat berita.
Letakkan bayi itu
4
35-40
3,00-3,75
Melekatkan kalimat yang satu di dalam kalimat yang lain
Ini mobil yang ibu beli untukku
5
41-46
3,75-4,50
Koordinasi antara kalimat-kalimat sederhana dan hubungan proporsional
Jeny dan cindy itu saudara
Papalia, Olds & Feldman
1.      Perkembangan Awal Bahasa
Sebelum mampu berbicara, umumnya anak memiliki perilaku untuk mengeluarkan suara-suara yang bersifat sederhana kemudian berkembang secara kompleks dan mengandung arti. Misalnya: seorang anak menangis (crying), mendekut (cooing), mengoceh (babling), kemudian ia akan menirukan kata-kata yang didengar dari orang tua (lingkungan sekitarnya). Kemampuan-kemampuan tersebut disebut pre-linguistic speech.
2.      Vokalisasi Awal
Masa pra-wicara ditandai dengan munculnya vokalisasi awal pada bayi yang terdiri dari empat, yaitu: menagis, mendekut, mengoceh dan meniru suara kata-kata. Menangis merupakan cara seorang bayi untuk berbicara atau berkomunikasi dengan lingkungan hidupnya (orang tua).
a.       Menangis merupakan ungkapan awal bayi untuk menunjukan dirinya sebagai seorang individu yang terpisah dari rahim ibunya. Selain itu, menangis dapat diartikan sebagai cara bayi berbahasa untuk menyampaikan pesan kebutuhan dasarnya. Jadi perilaku menangis merupakan perilaku yang mengadung pesan secara kompleks. Setiap bayi dapat berkomunikasi dengan cara menangis bila ia sedang menghadapi masalah dalam hidupnya misalnya; lapar, haus, sakit, mengantuk, terkejut atau mimpi buruk.
b.      Mendekut merupakan suatu perilaku bayi yang ditandai dengan upaya untuk mengeluarkan suara-suara yang belum ada artinya. Perilaku mendekut antara lain; berteriak, mendenguk dan mengeluarkan kata-kata seperti: ahhh, aaaahhhh. Pada usia 3 bulab, bayi mulai dapat bermain dengan menggunakan suara-suara. Ia membuat suara-suara sebagai respon terhadap kata-kata yang didengar dari orangtua nya. Sekitar usia 3-6 bulan bayi sudah dapat mengeluarkan suara-suara untuk mengekspresikan emosi positif dan negatif.
c.       Mengoceh ialah suatu kemampuan untuk mengucapkan kata-kata kombinasi antara vokal dan konsonan secara berulang-ulang, seperti: ba-ba-ba,ma-ma,ma,pa-pa-pa. Mengoceh terjadi pada bagi 6-10 bulan. dengan mengoceh, seorang bayi memfungsikan organ-organ tenggorokan, hidung, lidah, pernafasan untuk persiapan pembelajaran perkembangan bahasanya.
3.    Mengingat suara-suara bahasa
Setelah melalui masa-masa menangis, seorang bayi akan mengembangkan kemampuan untuk mengingat stimulasi eksternal, seperti; tanda-tanda, kata-kata, kalimat, ungkapan. Perasaan dan perilaku yang didengar, dilihat atau dirasakan dari lingkungan hidupnya. Bayi pada umumnya akan mengungkapkan suara bahasa yang dianggap mudah, seperti “m, b, p”. Pada usia 5-6 bulan, seorang bayi dapat mempelajari suara-suara dasar untuk pengembangan bahasa aslinya.
4.      Karakteristik bahasa pada anak-anak usia tiga tahun pertama
Beberapa karaktersitik bahasa anak, antara lain: sedehana, memahami hubungan gramatika (tata bahasa) walaupun tidak mampu diucapkan secara langsung, dan memahami arti kata-kata
Daftar perkembangan bahasa dari lahir sampai usia tiga tahun
Usia (bulan)
Karakteristik Perkembangan
Lahir
Bayi dapat menerima pembicaraan orangtua. Ia menangis untuk membuat respon terhadap suara yang gaduh
1,5 – 3 bulan
Bayi mengoceh, tertawa dan berteriak
3 bulan
Bayi bermain dengan suara-suara untuk memperoleh rasa senang
5-6 bulan
Bayi mampu membuat suara konsonan dan mencoba untuk merespon terhadap suara-suara yang didengarnya
6-10 bulan
Bayi mampu mengoceh dengan memadukan suara konsonan dan vokal
9 bulan
Menggunakan gerik-gerik isyarat (gestur) untuk berkomunikasi dan bermain dengan gestur.
10-12 bulan
Bayi mulai memahami kata-kata (seperti kata tidak dan nama sendiri) serta mampu meniru kata-kata
9-10 bulan
Bayi mampu menggunakan beberapa isyarat sosial yang dapat dimengerti oleh lingkungan sosialnya.
10-14 bulan
Anak mampu mengatakan kata-kata pertama dan meniru suara orang lain
10-18 bulan
Anak dapat mengatakan kata-kata tunggal
13 bulan
Anak mampu memahami fungsi simbolik dari nama,serta dapat menggunakan isyarat yang diperluas
14 bulan
Anak mampu memahami dan menggunakan isyarat secara simbolik
16-24 bulan
Anak mampu membuat kalimat dua kata
20 bulan
Anak mampu mempelajari kata-kata dan memperluas perbendaharaan kata secara cepat dari 50 kata menjadi 400 kata. Anak mampu menggunakan kata-kata benda dan kata sifat.
20-22 bulan
Anak mampu menggunakan beberapa isyarat atau nama. Nama mempunyai arti bagi dirinya
24 bulan
Anak mempunyai dorongan untuk berkata-kata secara tiba-tiba dan cenderung mampu membuat beberapa kata
30 bulan
Anak mampu menggunakan kalimat dua kata sebagai frase dan ingin berbicara kepada orang lain.
36 bulan
Anak belajar kata-kata baru hampir setiap hari. Ia berbicara dengan 3 kata atau lebih kata. Ia mampu memahami bahasa atau kata-kata dengan baik, mampu membuat kalimat dengan aturan tata bahasa tetapi sering salah.
Anak mampu berkata-kata dengan 1000kata, dan 80% dapat dimengerti tetapi salah dalam membuat kalimat.


REFERENSI

Dariyo, A. (2007). Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama. Bandung: PT. Refika Aditama
Santrock, John W. (2002). Life Span Development. Jakarta: Erlanggga
Santrock, John W. (2007). Perkembangan anak. Jakarta: erlangga.
Sujiono, Yuliani N dan Sujiono Bambang. (2010). Bermain Kreatif Berbasisi Kecerdasan Jamak. Jakarta: PT. Indeks
Sujiono Yuliani N. (2011). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT. Indeks

4 komentar: