PERBANDINGAN PANDANGAN-PANDANGAN TENTANG
PERKEMBANGAN ANAK
Oleh : Elis Komalasari
AHLI
|
PAPARAN TEORI
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Jean Piaget
|
Jean
Piaget (Santrock, 2002) menekankan bahwa anak-anak membangun secara aktif
dunia kognitif mereka sendiri; informasi tidak sekedar dituangkan ke dalam
pikiran mereka dari lingkungan. Piaget yakin bahwa anak-anak menyesuaikan
pemikiran mereka untuk mencakup gagasan-gagasan baru, karena informasi
tambahan memajukan pemahaman. Dalam pandangan Piaget, dua proses yanng
mendasari perkembangan dunia individu ialah pengorganisasian dan penyesuaian,
setiap individu menyesuaikan diri dengan dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi
terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan
mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi terjadi ketika individu
menyesuaikan diri dengan informasi baru. Piaget berpikir bahwa asimilasi dan
akomodasi berlangsung sejak kehidupan bayi yang masih sangat kecil. Bayi yang
baru lahir secara refleks mengisap segala sesuatu yang menyentuh bibirnya
(asimilasi), tetapi setelah beberapa bulan pengalaman, mereka membangun
pemahaman mereka tentang dunia secara berbeda. Beberapa objek, seperti jari
dan susu ibu, dapat diisap, dan objek lain seperti selimut sebaiknya tidak
diisap (akomodasi).
Piaget
memiliki keyakinan bahwa manusia melampaui empat tahapan dalam memahami
dunia, yaitu tahap sensorimotor, praoperasional, operasional konkret, dan
operasional formal. Berikut akan dipaparkan secara lebih mendalam mengenai
ke-empat tahapan tersebut.
1.
Tahap
sensorimotor
Tahap ini berlangsung dari kelahiran hingga usia 2 tahun. Pada
tahap ini, bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia dengan
mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensor (seperti melihat dan
mendengar) dengan tindakan-tindakan motorik fisik. Pada permulaan tahap ini,
bayi yang baru lahir memiliki sedikit lebih banyak pola-pola refleks. Pada
akhir tahap, anak berusia 2 tahun memiliki pola-pola sensorimotor yang
kompleks dan mulai beroperasi dengan simbol-simbol primitif.
Menurut Piaget (Dariyo, 2007) masa sensori-motorik merupakan
suatu proses yang berlangsung melalui 6 tahapan, yakni: skema reflektif,
reaksi sirkular primer, reaksi sirkuler sekunder, koordinasi reaksi sirkular
sekunder, reaksi sirkular tersier, representasi mental.
a.
Skema
reflektif
Setelah lahir bayi belum dapat melakukan suatu aktivitas yang
terencana, sehingga otak (syaraf pusat) belum berfungsi dengan baik karena
belum mencapai kematangan. Jadi seluruh aktivitas yang dilakukan dapat
terjadi karena faktor gerakan refleks yang bersifat otomatis. Apapun yang
bayi lakukan lebih banyak didorong oleh faktor kebutuhan fisiologis, seperti
makan (lapar), minum (haus), menangis (sakit, panas, dingin, terkejut)
b.
Reaksi
sirkuler primer
Pada tahap ini, bayi mulai dapat belajar untuk melakukan
aktivitas penyesuaian diri yang pertama, yang ditandai dengan pola aktivitas
yang berulang-ulang untuk memperoleh kepuasan hatinya. Maka saat ini, seorang
bayi akan mengembangkan kebiasaan perilaku motorik yang bersifat sederhana,
seperti membuka dan menutup tangan, mengepal tangan, menggerakan jari-jari
kaki/ tangan. Selain itu ketika merasa haus, bayi akan segera membuka mulutnya
untuk merespon puting susu ibu yang telah berada didekatnya.
c.
Reaksi
sirkuler sekunder
Pada masa ini seorang bayi telah mampu melakukan keterampilan
motorik guna berhubungan dengan lingkungan hidupnya. Ia telah mampu melakukan
reaksi terhadap objek-objek benda yang ada di sekitarnya, misalnya berusaha
meraih, memegang boneka mainan, mobil-mobilan. Namun kadang-kadang, anak
melakukan aktivitas gerakan manipulatif, artinya menggerakan tangan untuk
meraih sesuatu, padahal didepannya tak ada objek benda-benda. Perlu diketahui
bahwa anak belum mampu melakukan gerakan/ perilaku tiruan terhadap perilaku
yang dikenali maupun perilaku yang sulit dikenali.
Reaksi sirkuler sekunder ditandai dengan kemampuan melakukan
sesuatu kegiatan yang bermanfaat untuk mencapai satu tujuan tertentu,
sehingga dapat memberi pengalaman baru bagi bayi. Bayi melakukan kegiatan
yang berhubungan dengan menggunakan suatu objek benda tertentu.
d.
Koordinasi
reaksi sirkular sekunder
Pada masa ini, anak secara sadar telah mampu melakukan koordinasi
gerakan untuk memperoleh tujuan yang diinginkannya. Ia mampu mengenal benda
dengan baik yang terlihat maupun itu disembunyikan, dan ada upaya untuk
mencari bendaitu. Dengan demikian, anak telah mencapai permanensi objek,
yakni kemampuan untuk memahami letak posisi semula dan tidak dipindahkan ke
tempat lain. Bila benda tersebut dipindahkan ke tempat lain, kemungkinan
besar anak akan sering melakukan kesalahan dalam mencarinya. Hal inilah, oleh
Piaget, disebut AB search error, yakni kesalahan yang dilakukan oleh anak
dalam mencari objek benda yang dipindahkan oleh orang lain ke tempat lain.
Hal ini terjadi karena anak belum mampu membayangkan letak benda.
Hal yang paling menonjol dalam masa ini, ialah kemampuan bayi
untuk melakukan proses peniruan terhadap suatu perilaku yang dilihatnya, baik
suara/ucapan, perilaku. Disini, anak mulai aktif belajar untuk menambah
kemampuan/ pengalaman dengan proses imitasi yang dilakukan secara aktif
e.
Reaksi
sirkular tersier
Reaksi ini merupakan kemampuan anak untuk melakukan suatu
kegiatan yang berdampak pada satu atau beberapa akibat tertentu. Kemampuan
ini dimiliki oleh anak, setelah melalui pengalaman reaksi sekunder. Pada masa
ini, anak maju satu lankah dengan masa sebelumnya. Bila masa sebelumnya, anak
tak mampu mencari benda yang dipindahkan, maka kini ia telah mampu mencarinya
sampai berhasil. Selain itu, anak telah memiliki kemampuan inisiatif untuk
melakukan koordinasi suatu kegiatan. Ia ingin mencoba mencipta (berkreasi)
suatu aktivitas baik yang telah dikenali maupun perilaku yang belum dikenali.
Dengan bekal pengalaman kemampuan reaksi sirkular sekunder, maka
daya imajinasi anak berkembang dengan cepat. Anak tidak hanya mampu
membayangkan satu kegiatan yang berdampak pada akibat-akibat tertentu, tetapi
ia juga mulai membayangkan suatu kegiatan yang mungkin memiliki dampak
berbeda-beda.
f.
Representasi
mental
Representasi mental adalah kemampuan untuk menghadirkan suatu
pengalaman-pengalaman diri sendiri maupun orang lain dalam konteks interaksi
sosial sehingga dapat dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Seorang
anak telah mampu mengembangkan kapasitas kognitifnya dengan membayangkan
suatu objek benda walaupun benda itu tidak ada di depannya. Dengan kemam[puan
representasi mental, seorang anak akan dapat melakukansuatu proses imajinasi
terhadap pengalaman-pengalaman perilaku masa lalu maupun rencana pengalaman
perilaku di masa yang akan datang. Selain itu, anak juga dapat melakukan
imitasi pengalaman perilaku orang lain.
Bentuk perilaku representasi mental ditandai dengan kemampuan
untuk menirukan kembali bentuk-bentuk perilaku pengalaman sendiri di masa
lalu amaupun menirukan pengalaman dari orang lain yang pernah diobservasinya
2.
Tahap
operasional
Berlangsung kira-kira dari usia 2 hingga 7 tahun, anak-anak mulai
melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Pemikiran simbolis
melampaui hubungan sederhana antara informasi sensor dan tindakan fisik. Akan
tetapi walaupun anak dapat secara simbolis melukiskan dunia, menurut Piaget,
mereka belum mampu untuk melaksanakan apa yang Piaget sebut “operasi”-
tindakan mental yang diinternalisasikan yang memungkinkan anak-anak melakukan
secara mental apa yang sebelumnya dilakukan secara fisik.
Pada tahap ini konsep yang stabil dibentuk, penalaran mental
muncul, egosentrisme mulai kuat dan kemudian lemah, serta keyakinan terhadap
hal yang magis terbentuk. pemikiran praoperasional ialah awal kemampuan untuk
merekonstruksi pada tingkat pemikiran apa yang telah dilakukan di dalam
perilaku. Pemikiran praoperasional juga mencakup peralihan penggunaan simbol
dari yang primitif kepada yang lebih canggih. Pemikiran praoperasional dibagi
ke dalam dua subtahap; sub tahap fungsi simbolis dan sub tahap pemikiran
intuitif.
a.
Sub
tahap fungsi simbolis
Sub tahap fungsi simbolis ialah sub tahap pertama pemikiran
praoperasional yang terjadi kira-kira antara usia 2-4 tahun. pada sub tahap
ini anak-anak mengembangkan kemampuan untuk membayangkan secara mental suatu
objek yang tidak ada. Kemampuan untuk berpikir simbolis semacam itu disebut “fungsi
simbolis” dan kemampuan itu mengembangkan secara cepat dunia mental anak.
anak-anak kecil menggunakan disain coret-coret untuk menggambarkan manusia,
rumah, mobil, awan dan lain-lain
b.
Sub
tahap fungsi intuitif
Sub tahap intuitif terjadi pada usia 4 sampai 7 tahun. anak-anak
mulai menggunakan penalaran primitif dan ingin tahu jawaban atas semua bentuk
pertanyaan. Piaget mengemukakan bahwa anak pada tahap ini begitu yakin
tentang pengetahuan dan pemahaman mereka, tetapi belum sadar bagaimana mereka
tahu apa yang mereka ketahui itu. Maksudnya, mereka mengatakan mengetahui
sesuatu, tetapi mengetahuinya tanpa menggunakan pemikiran rasional. Suatu
contoh kemampuan anak kecil ialah kesulitan menaruh benda-benda ke dalam
kategori yang tepat. Dihadapkan pada sekumpulan objek acak yang dapat
dikelompokan bersama atas dasar dua atau lebih sifat, anak-anak
praoperasional jarang dapat menggunakan sifat ini secara konsisten untuk
menyortir objek ke dalam kelompok-kelompok yang tepat. Hal tersebut
menunjukan karakteristik pemikiran praoperasional yang disebut dengan
centration, yaitu pemusatan perhatian terhadap satu karakteristik yang
mengesampingkan semua karakteristik yang lain. Centration terbukti pada
anak-anak kecil yang kekurangan conservation, suatu keyakinan akan keabadian
atribut objek atau situasi tertentu terlepas dari perubahan yang bersifat
dangkal.
Karakteristik lain anak-anak praoperasional ialah mereka
menanyakan serentetan pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan anak-anak yang paling
awal tampak kira-kira pada usia 3 tahun. pertanyaan-pertanyaan mereka memberi
petunjuk akan perkembangan mental mereka dan mencerminkan rasa ingin tahu
intelektual. Pertanyaan-pertanyaan ini menandai munculnya minat anak-anak
akan penalaran dan penggambaran mengapa sesuatu seperti itu.
3.
Tahap
operasional konkret
Tahap ini berlangsung kira-kira dari usia 7 hingga 11 tahun, pada
tahap ini anak-anak dapat melakukan operasi dan penalaran logis menggunakan
pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam contoh-contoh
yang spesifik dan konkret. Misalnya, pemikir operasional konkret tidak dapat
membayangkan langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu
persamaan aljabar, yang terlalu abstrak untuk dipikirkan pada tahap
perkembangan ini.
4.
Operasional
formal
Tahap ini tampak dari usia 11-15 tahun. pada tahap ini, individu
melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir secara
abstrak dan lebih logis. Sebagai bagian dari pemikiran yang lebih abstrak,
anak-anak remaja mengembangkan gambaran keadaaan yang ideal. Dalam memecahkan
masalah, pemikir operasional formal ini lebih sistematis, mengembangkan
hipotesis tentang mengapa sesuatu terjadi seperti itu, kemudian menguji
hipotesis ini dengan cara deduktif.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Erik Erikson
|
Erikson
(Sujiono, 2011) berkonsentrasi untuk memahami tentang perkembangan dari
ego-suatu perasaan terhadap diri. Erikson memandang perkembangan identitas anak
sebagai cerminan dari hubungan dengan orangtua dan keluarga di dalam konteks
yang lebih luas tentang masyarakat. Adapun tahapan-tahapan perkembangan
psikologis menurut Erikson, antara lain:
1.
Dasar
kepercayaan vs dasar ketidakpercayaan (usia satu tahun)
Pengalaman dan sensai yang memberi bayi suatu perasaan tentang
keakraban dan kepastian dalam menyediakan suatu perasaan dari dirinya
sendiri. Ia merasakan bahwa dunia adalah baik hati atau sedikitnya dapat
dipercaya, dan ia juga dapat mempercayai dirinya sendiri dan kemampuan
dirinya sendiri. Ia telah menetapkan dasar suatu kepercayaan. Jika seorang individu
mengembangkan suatu dasar ketidakpercayaan maka ia boleh bersikap dengan cara
tidak rasional atau untuk menarik diri mereka sendiri ke dalam keadaan
shizofrenia atau menekan perasaan mereka sendiri di dalam kehidupan yang akan
datang
2.
Otonomi
vs malu dan meragukan (usia dua tahun)
Sepanjang tahun kedua dalam kehidupan seorang bayi mengembangkan
kendali terhadap berotot, dia menggerak-gerakan tubuhnya dan mulai dilatih
untuk ke kamar kecil. Dia membutuhkan suatu keadaan yang tetap, sebagai
perlindungan dalam melawan dorongan hatinya sendiri yang potensial. Perasaaan
diri dari pengendalian diri ini (otonomi) yang dinaiki pada langkah ini
memimpin ke arah suatu perasaan yang tetap tentang kehendak yang baik dan
kebanggaan terhadap pribadi diri sendiri. Suatu kegagalan untuk mencapai
otonomi yang dengan baik dipandu dapat mengarah pada suatu keadaan sakit
saraf, suatu perasaan yang menyebar tentang rasa malu terhadap dunia, dan
keraguan yang memaksa diri sendiri dan juga orang lain.
3.
Inisiatif
vs rasa bersalah (usia prasekolah)
Sepanjang usia prasekolah anak memberi tanda-tanda kepada tentang
persediaan energi yang tidak terbatas di dalam diri mereka, yang mana hal
tersebut mengizinkan dia belajar mengenai bermacam-macam aktivitas dan
gagasan dengan cepat dan tepat. Anak akan berorientasi pada kesuksesan dan
bukan pada kegagalan, dan mengerjakan berbagai hal untuk kesenangan yang
sederhana yang dapat ditimbulkan dari kegiatan tersebut. anak berusaha untuk
menjadi dirinya sendiri. Bahaya yang mungkin dalam periode ini adalah adanya
penaklukan dan eksplorasi yang agresif dan yang dilakukan dengan gembira yang
mungkin akan membawa anak ke dalam keadaan frustasi. Kekuatan mental dan
fisiknya mendorong ambisi yang akan disalurkan lewat kemampuan-kemampuannya, ia
kadang-kadang akan gagal atau dikalahkan. Kecuali jika ia dapat mencapai
suatu keadaan yang mungkin diliputi oleh pengunduran diri, rasa bersalah dan
ketertarikan.
4.
Rasa
percaya diri vs sifat rendah diri (usia pertengahan anak usia dini)
Bangunan dengan otonomi kepercayaan yang sebelumnya dikembangkan
secara diam-diam, dan inisiatif, maka anak akan dapat mencapai suatu perasaan
tentang rasa percaya diri. Di sekolah anak belajar keterampilan dasar menulis
dan kerjasama yang akan memungkinkan dirinya sendiri untuk menjadi suatu
anggota yang produktif di dalam masyarakat, dan kebutuhan akan prestasi
menjadi lebih penting bagi dirinya sendiri. Anak belajar tentang kepuasan
dari melakukan tugas sesuai dengan harapan orang lain dan dirinya sendiri.
Besarnya bahaya yang dapat timbul dari periode ini adalah dua
kali lipat. Di satu sisi anak belajar untuk menghargai bahwa prestasi bekerja
adalah lebih penting di hal yang lain; anak dapat mengasingkan teman-teman
sebayanya karena adanya kompetisi di antara mereka. Pada sisi lain anak dapat
merasakan ketidakmampuannya dalam melaksanakan tugas yang diperlukan dan juga
mengembangkan suatu perasaan rendah diri yang mencegah anak untuk berusaha.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sigmund Freud
|
Freud
(Sujiono, 2010) mengungkapkan bahwa anak-anak bergerak melalui
langkah-langkah yang berbeda dengan tujuan untuk mencapai kepuasan yang
berasal dari sumber berbeda, dimana mereka juga harus menyeimbangkan keadaan
tersebut dengan harapan orangtua. Konflik yang timbul antara kebutuhan dan
kepuasan dan penindasan dapat berguna untuk memuaskan dan juga menciptakan
ketertarikan. Mekanismen pertahanan diri diciptakan untuk tujuan agar dapat
berhubungan dengan ketertarikan. Kebanyakan orang belajar untuk mengendalikan
perasaan mereka dan juga berusaha agar dapat diterima di dalam lingkungan
sosial serta untuk mengintegrasikan diri mereka. Freud memandang manusia
sebagai mahluk biologi yang kompleks, baik dalam hal sosial, emosional dan
juga sebagai suatu organisme yang dapat berpikir.
Sigmund
Freud (Dariyo, 2007) mengajukan 5 tahap perkembangan psikoseksual manusia
yaitu:
1.
Masa
oral (0-1,5 tahun)
Masa oral ialah masa perkembangan bayi yang ditandai dengan
kecendrungan perilaku untuk memusatkan kepuasan fisiologis pada bagian mulut
(oral). Anak biasanya senang mengisap ibu jari, menggigit dan merusak dengan
mulut. Yang menjadi sasaran pemuasan pada masa ini adalah mulut sendiri dan
memilih benda-benda ke mulut, selain iu digigit dengan keras.
2.
Masa
anal (1,5-3 tahun)
Masa perkembangan anak usia 1,5-3 tahun yang ditandai dengan
kecenderungan perilaku untuk memusatkan kepuasan fisiologis pada bagian anus
(dubur). Anak senanng memeriksa dan memainkan duburnya serta memperlihat
duburnya. Sasaran pemuasan pada masa anak adalah memilih beda dan
menyentuhnya/ memasukan ke dalam duburnya.
3.
Masa
phalic (3-5 tahun)
Ditandai dengan kecenderungan perilaku anak usia 3-5 tahun untuk
mencari kedekatan emosional dengan orangtua lawan jenisnya dan menjauhi
orangtua yang sesama jenisnya. Anak laki-laki akan mencari perhatian,
perlindungan dan kasih sayang dari ibunya dan menjauhi ayahnya, hal ini
dikenal dengan istilah kompleks oidipus. Anak wanita akan mencari kasih
sayang dari ayah dan menjauhi ibunya. Hal ini dinamakan kompleks elekstra.
Pada masa ini anak senang menyentuh, memegang, melihat dan menunjukan alat
kelaminnya. Sasaran dari pemuasan masa ini adalah ditujukan pada orangtuanya.
4.
Masa
latency (6-12 tahun)
Masa ini ditandai dengan kecenderungan perilaku menekan dorongan
libido seksual ke dalam alam bawah sadar dan meningkatkan
keterampilan-keterampilan kognitif dan keterampilan sosial agar dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya. Cara pemuasan dalam masa ini
adalah represi, reaksi-formasi, sublimasi dan kecenderungan kasih sayang
5.
Masa
genital (13 tahun ke atas)
Masa remaja yang ditandai dengan kecenderungan perilaku untuk
memusatkan perhatian pada kepuasan genital. Cara pemuasan pada masa ini
adalah mengurangi cara-cara waktu masa kanak-kanak dan munculnya cara orang
dewasa dalam memperoleh pemuasan. Sementara itu sasaran dalam pemuasan masa
ini adalah menyenangi diri sendiri (narcism) atau oedipus object choice nya.
Yang menjadi objek pemuasan mungkin diri sendiri, sejenis dan homosexual.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Vygotsky
|
Lev Vygotsky
terkenal dengan konsep zona perkembangan proximal (zone of proximal
development), yaitu istilah vygotsky untuk tugas-tugas yang terlalu sulit
untuk dikuasai sendiri oleh anak-anak, tetapi yang dapat dikuasai dengan
bimbingan dan bantuan dari orang-orang dewasa atau anak-anak yang lebih
terampil. Oleh sebab itu, batas ZPD yang lebih rendah ialah level pemecahan
masalah yang dicapai oleh seorang anak yang bekerja secara mandiri. Batas
yang lebih tinggi ialah level tanggung jawab tambahan yang dapat diterima
oleh anak dengan bantuan seorang instruktur yang mampu. Penekanan vygotsky
pada ZPD menegaskan keyakinannya tentang pentingnya pengaruh-pengaruh sosial
terhadap perkembangan kognitif dan peran pengajaran dalam perkembangan anak.
Menurut Vygostsky, tidak tepat mengatakan bahwa anak memiliki suatu ZPD, yang
tepat ialah anak berbagi ZPD dengan instrukturnya.
Pengajaran
praktis yang terlibat di dalam ZPD mulai ke arah batas zona yang lebih
tinggi, dimana anak hanya bisa mencapai tujuan melalui kerjasama yang erat
dengan instrukturnya. Dengan pembelajaran dan praktek berkelanjutan yang
memadai, anak mengorganisasikan dan menguasai urutan-urutan perilaku yang
diperlukan untuk menguasai keterampilan yang ditargetkan. Ketika pembelajaran
berlanjut, penguasaan keterampilan tersebut ditransfer dari instruktur ke
anak seiring instruktur itu secara bertahap mengurangi penjelasan, petunjuk
dan pendemontrasian sampai anak secara memadai dapat mencapainya sendiri. Pembelajaran
oleh anak-anak kecil yang baru belajar berjalan memberi contoh bagaimana ZPD
bekerja. Anak-anak kecil yang baru berjalan itu harus dimotivasi dan harus
dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang menuntut keterampilan yang memiliki
tingkat kesulitas yang cukup tinggi – yaitu menuju zona yang paling tinggi.
Dalam
pandangan vygostsky, struktur mental atau kognitif anak terbentuk dari
hubungan diantara fungsi-fungsi mental. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa dan
pemikiran pada mulanya berkembang sendiri-sendiri, tetapi pada akhirnya
bersatu. Terdapat dua prinsip yang mempengaruhi penyatuan pemikiran dan
bahasa. Pertama, semua fungsi mental memiliki asal-usul eksternal dan sosial.
Anak-anak harus menggunakan bahasa dan mengkomunikasikannya kepada orang lain
sebelum mereka berfokus ke dalam proses-proses mental mereka sendiri. Kedua,
anak-anak harus berkomunikasi secara eksternal dan menggunakan bahasa selama
periode waktu yang lama sebelum transisi dari kemampuan bicara secara
kesternal ke internal berlangsung. Bila ini terjadi, anak-anak telah
menginternalisasikan pembicaraan mereka yang egosentris dalam bentuk
berbicara sendiri, yang menjadi pemikiran anak. vygotsky yakin bahwa
anak-anak yang terlibat dalam sejumlah besar pembicaraan pribadi lebih
berkompeten secara sosial ketimbang anak-anak yang tidak menggunakannya
secara ekstensif. Ia memberi alasan bahwa pembicaraan pribadi merupakan suatu
transisi awal untuk lebih dapat berkomunikasi secara sosial.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Skinner
|
Skinner
merupakah seorang pakar psikologi yang mencetuskan teori behaviorisme.
Skinner (Dariyo, 2007) beranggapan bahwa manusia dilahirkan dengan disertai
kemampuan atau kapasitas untuk belajar dari pengalaman hidupnya. Bayi belajar
melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, pembauan, merasakan maupun
sentuhan yang ditemui dalam lingkungannya.
1.
Memory
bayi
Asumsi dasar pendekatan behaviorisme ialah bahwa bayi dilahirkan dalam
keadaan normal, artinya mempunyai kapasitas otak yang bekerja normal. Dengan
kemampuan ini, maka seorang bayi dapat mengingat (proses memory), karena
mengingat merupakan kapasitas dasar individu untuk dapat belajar dan
mempelajari sesuatu. Dalam penelitian dengan teknik operant conditioning,
ditemukan bahwa bayi usia 2-6 bulan dapat mengingat suatu stimulus yang dapat
direspons dengan suatu aktivitas sehingga mendatangkan perasaan menyenangkan.
2.
Proses
rekognisi
Bayi juga dapat melakukan upaya untuk memanggil informasi yang
tersimpan dalam memorinya (rekognisi). Ia dapat melakukan penundaan (encoding)
sesuatu hal yang pernah dilihatnya dan dipelajarinya.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
William Damon
|
Empati merupakan kemampuan untuk bereaksi terhadap
perasaan orang lain dengan respon emosional yang mirip dengan perasaan orang
lain tersebut. Menurut analisis ahli perkembangan anak William Damon (1988),
perubahan empati terjadi pada masa bayi, pada usia 1-2 tahun, pada masa
kanak-kanak awal, pada usia 10-12 tahun.
William damon
(1988) menggambarkan bahwa kebanyakan perilaku berbagai selama 3 tahun
pertama kehidupan didasari oleh alasan nonempatik. Hal ini terjadi karena
anak meniru orang lain atau karena dengan berbagi mereka bisa merasakan
kesenangan dalam permainan sosial. Lalu, ketika berusia 4 tahun, kombinasi
dari kesadaran empatik dan dorongan dari orang dewasa menghasilkan rasa
kewajiban dalam diri anak untuk berbagi dengan orang lain
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Lewis
|
Lewis
(2002) membagi emosi ke dalam 2 bagian, yaitu:
1.
Emosi
primer, yang muncul pada manusia dan binatang. Yang termasuk emosi primer ini
adalah terkejut (surprise), tertarik (interest), senang (joy),
marah (anger), sedih (sadness), takut (fear) dan jijik (disgust).
Semua emosi ini muncul pada 6 bulan pertama
2.
Emosi
yang disadari (self conscious emotions), yang memerlukan kognisi,
terutama kesadaran diri. Yang termasuk jenis emosi ini adalah empati, cemburu
(jealousy), dan kebingungan (embarassment) yang muncul pada 1 ½ tahun pertama
(setelah timbulnya kesadaran diri), selain itu ada juga bangga (pride), malu
(shame), dan rasa bersalah (guilt) yang mulai muncul pada 2 ½ tahun pertama .
dalam mengembangkan set kedua dari emosi yang disadari ini (biasanya disebut
emosi evaluatif yang disadari) anak-anak memperoleh dan dapat menggunakan
standar dan aturan sosial untuk mengevaluasi perilaku mereka.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Carron & Allen
|
Carron dan
Allen (Sujiono & Sujiono, 2010) menyebutkan bahwa terdapat enam aspek
perrkembangan anak usia dini, yaitu kesadaran personal, pengembangan emosi,
membangun sosialisasi, pengembangan komunikasi, kognisi serta kemampuan
motorik yang penting untuk dipertimbangkan sebagai fungsi interaksi.
1.
Kesadaran
personal, merupakan keterampilan dalam mendorong dirinya sendiri dan membuat
diri merasa kompeten
2.
Perkembangan
emosi, anak dapat belajar menerima, berekspresi dana mengatasi masalah dengan
cara yang positif. Selain itu anak mengenal diri mengenal diri mereka sendiri
dan mengembangkan pola perilaku yang memuaskan dalam hidup.
3.
Membangun
sosialisasi, melibatkan kemampuan anak untuk empati terhadap orang lain,
mengurangi sikap egosentris, menumbuhkan dan meningkatkan rasa sosialisasi
anak, belajar perilaku prososial seperti; menunggu giliran, kerjasama, saling
membantu dan berbagi
4.
Perkembangan
komunikasi, anak-anak belajar memperluas kosa kata dan mengembangkan daya
penerimaan serta pengekspresian kemampuan bahasa melalui interaksi dengan
anak lain atau orang dewasa. Pengembangan komunikasi pada anak terdiri dari;
a. Bahasa reseptif, yaitu mengikuti petunjuk-petunjuk dan memahami konsep
dasar, b. Bahasa ekspresif, yaitu kebutuhan mengekspresikan keinginan,
perasaan, penggunaan kata-kata, frase-frase kalimat, berbicara secara jelas
dan terang, c. Komunikasi verbal, yaitu penggunaan komunikasi kongruen,
ekspresi muka, isyarat tubuh dan isyarat tangan, d. Memori pengedengaran/ pembedaan,
yaitu memahami bahasa berbicara dan membedakan bunyi.
5.
Pengembangan
kognitif
Dalam
pengembangan kognitif, anak mengembangkan pemahaman tentang diri mereka
sendiri, orang lain dan lingkungan.
6.
Pengembangan
kemampuan motorik
Kesempatan
yang luas untuk bergerak, pengalaman belajar untuk menemukan, serta aktivitas
sendori motor yang meliputi penggunaan otot-oto besar dan kecil memungkinkan
anak-anak untuk memenuhi perkembangan perseptual motorik. Perkembangan
perseptual motorik, terdiri dari; a. Koordinasi mata-tangan dan mata-kaki,
seperti saat menggambar dan menulis, manipulasi objek, mencari jejak secara
visual, melempar, menangkap dan menendang; b. Kemampuanmotorik kasar, seperti
gerak tubuh ketika berjalan, melompat, berbaris, meloncat, berlari, berjingkat,
berguling-guling, merayap dan merangkak; c. Kemampuan bukan motorik kasar
(statis) seperti menekuk, meraih, bergiliran, memutar, meregangkan tubuh,
jongkok, duduk, berdiri, bergoyang serta, d. Manajemen tubuh dan kontrol
seperti menunjukan kepekaan tubuh, kepekaan akan tempat, keseimbangan,
kemampuan untuk memulai, berhenti dan mengubah petunjuk.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Winn & Pocher
|
Winn
dan Porcher dalam Sujiono & Sujiono (2010) menjelaskan karakter anak usia
3-4 tahun berdasarkan dimensi perkembangan fisik, yaitu anak usia 3 tahun
sudah mampu berjalan sendiri tanpa dibantu, larinya lebih cepat, lompatnya
lebih lebar, sudah dapat memanjat tangga selangkah demi selangkah sedangkan
pada usia empat tahun cara berjalan dan berlarinya lebih sigap dan semakin
terampil daripada anak usia 3 tahun
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Couglin
|
Coughlin, dkk
(Sujiono & Sujiono, 2010) menjelaskan ciri-ciri umum anak usia 3-6 tahun,
diantaranya:
1.
Anak
menunjukan perilaku bersemangat, menawan dan sekaligus tampak kasar pada
saat-saat tertentu
2.
Anak
mulai berusaha untuk memahami dunia disekeliling mereka walaupun mereka masih
sulit untuk membedakan antara khayalan dan kenyataan
3.
Pada
situasi tertentu anak tampak sangat menawan dan mampu bekerjasama dengan
teman dan oranglain tetapi pada saat yang lain mereka menjadi anak pengatur
dan penuntut
4.
Anak
mampu mengembangkan kemampuan berbahasa dengan cepat, mereka seringkali
terlihat berbicara sendiri dengan suara keras ketika mereka memecahkan
masalah atau menyelesaikan suatu kegiatan, serta
5.
Secara
fisik, anak memiliki tenaga yang besar tetapi rentang konsentrasinya pendek
sehingga cenderung berpindah dari satu kegiatan ke kegiatan lain.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Yuliani Nurani Sujiono & Bambang Sujiono
|
Terdapat
beberapa karakteristik perkembangan anak pada rentang usia 3-6 tahun
berdasarkan dimensi perkembangan fisik, kognitif, bahasa dan sosial
emosional.
1.
Dimensi
perkembangan fisik
Dimensi perkembangan fisik dapat dilihat dari dua aspek, yaitu
motorik kasar dan motorik halus. Karakteristik perkembangan yang berhubungan
dengan motorik kasar, antara lain berdiri di atas salah satu kaki selama 5-10
detik, menaiki dan menuruni tangga dengan berpegangan dan beganti-ganti
kaki,berjalan pada garis lurus, berjalan dengan berjinjit sejauh 3 meter,
berjalan mundur, melompat di tempat, melompat ke dapan dengan dua kaki
sebanyak empat kali, bermain dengan bola (menendang dengan mengayunkan kaki
ke belakang dan ke depan, menangkap bola yang melambung dengan lainnya, serta
dapat melakukan permainan ketangkasan dan kelincahan seperti menggunakan
papan luncur.
Adapun perkembangan yang berhubungan dengan motorik halus, antara
lain dapat mengoles mentega pada roti, dapat mengikat tali sepatu sendiri
dengan sedikit bantuan, dapat membentuk dengan menggunakan tanah liat atau
plastisin, membangun menara yang terdiri dari 5-9 balok, memegang kertas
satu-dua kali lipatan, mewarnai gambar sesukanya, serta memegang crayon atau
pensil yang berdiameter lebar.
2.
Dimensi
perkembangan bahasa
Karakteristik perkembangan bahasa anak usia 3-6 tahun antara lain
dapat berbicara dengan menggunakan kalimat sederhana yang terdiri dari 4-5
kata, mampu melaksanakan tiga perintah lisan secara berurutan dengan benar,
senang mendengarkan dan menceritakan kembali cerita sederhana dengan urut dan
mudah dipahami, menyebut nama, jenis kelamin dan umurnya, menyebut nama
panggilan orang lain, mengerti bentuk
pertanyaan dengan menggunakan paa, mengapa dan bagaimana, dapat mengajukan
pertanyaan dengan menggunakan kata apa, siapa dan mengapa, dapat menggunakan
kata depan ( di dalam, di luar, di atas, di bawah dan di samping0, dapat
mengulang lagu anak-anak dan menyanyikan lagu sederhana, dapat menjawab
telepon dan menyampaikan pesan sederhana, dapat berperan serta dalam suatu
percakapan, serta tidak mendominasi untuk selalu ingin di dengar.
3.
Dimensi
perkembangan kognitif
Karakteristik perkembangannya antara lain dapat memahami konsep
makna yang berlawanan seperti kosong-penuh, ringan-berat, atas-bawah, dapat
memadankan bentuk geometri dengan objek nyata atau melalui visualisasi
gambar, dapat menumpuk balok atau gelang-gelang sesuai ukurannya secara
berurutan, dapat mengelompokan benda yang memiliki persamaan warna, bentuk
dan ukuran, dapat menyebutkan pasangan bentuk, mampu memahami sebab akibat,
dapat merangkai kegiatan sehari-hari dan menunjukan kapan setiap kegiatan
dilakukan, menceritakan kembali 3 gagasan utama dari suatu cerita, mengenali
dan membaca tulisan melalui gambar yang sering dilihat di rumah atau disekolah,
mengenali dan menyebutkan angka 1-10
4.
Dimensi
perkembangan sosial emosional
Karakteristik perkembangan antara lain dapat mengerti keinginan
orang lain dan dimengerti oleh lingkungannya, dapat berinteraksi dengan teman
dalam suasana bermain dan bergembira, dapat meminta persetujuan orang dewasa
yang disayanginya, dapat menunjukan rasa kepedulian terhadap orang yang
mengalami kesulitan, dapat berbagi dengan teman dan orang dewasa lainnya,
dapat memilih teman bermain, dapat mengekspresikan emosi secara wajar baik
melalui tindakan kata-kata ataupun ekspresi wajah, dapat menunjukan rasa
sayang pada orang lain, dapat meniru dan berminat pada kegiatan yang
dilakukan oleh orang dewasa, dapat menunjukan sikap sabar ketika menunggu
giliran. Dapat menggunakan barang orang lain secara berhati-hati dan dapat
menunjukan kebanggaan terhadap keberhasilan.
5.
Dimensi
keterampilan untuk kemandirian
Karakteristik perkembangannya antara lain dapat mempergunakan
serbet dan membersihkan tumpahan makanan, dapat menuangkan air dan minum
sendiri, dapat makan sendiri, dapat memakai dan melepas pakaian sendiri,
dapat membuka kancing baju depan yang besar, dapat memakai sepatu tanpa tali,
dapat mencuci tangan sendiri, dapat ke kamar kecil dan memebersihkan dirinya
saaar buang air, membuka dan menutup keran air, menyikat gigi dengan diawasi
dan menyeka hidung saat diperlukan.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Schaerlaekens
|
Schaerlaekens
dalam Dariyo (2007) menyebutkan ada tiga tahap perkembangan kalimat pada anak
usia lima tahun pertama, yaitu : periode prelingual, periode lingual dini dan
periode deferensiasi
1.
Periode
prelingual (usia 0-1 tahun)
Periode ini ditandai dengan kemampuan bayi untuk mengoceh sebagai
cara untuk berkomunikasi kepada orangtua-nya. Bayi hanya bersikap pasif untuk
menerima stimulus eksternal dari orangtuanya. Bayi dapat memberi respons yang
berbeda-beda terhadap stimulus tersebut. bayi dapat memberi respon positif
terhadap orang yang ramah dan memberi respon begatif terhadap orang yang
tidak ramah. Bayia kan mengoceh sambil tersenyum terhadap orang yang ramah,
sedangkan bayi akan menjerit, menangis atau taut terhadap orang yang tidak
ramah.
2.
Periode
lingual dini
Periode ini ditandai dengan kemampuan anak untuk membuat satu
kata maupun kalimat dua kata dalam satu percakapan dengan orang lain
3.
Periode
diferensiasi
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Santrock
|
1.
Perkembangan
Bahasa
Pada beberapa bulan pertama
kehidupan, bayi memperlihatkan suatu respons yang mengagumkan terhadap suara/
bunyi yang keras. Kemudian, pada usia 3 hingga 6 bulan, bayi mulai
memperlihatkan suatu minat akan suara, bermain dengan air liur, dan merespon
terhadap suara. Selama 3 hingga 6 bulan berikutnya, bayi mulai mengoceh,
mengeluarkan suara seperti “goo-goo” dan “ga-ga”. Permulaan mengoceh
ditentukan khususnya oleh kematangan biologis, bukan oleh penguatan (reinforcement),
pendengaran, atau interaksi pengasuh-bayi. Tujuan komunikasi bayi sejak dini
ialah untuk menarik perhatian orang tua dan orang lain di sekitar bayi. Bayi
meminta perhatian orang lain dengan cara melakukan atau menghentikan kontak
mata, dengan cara membunyikan suara, atau dengan cara melakukan
tindakan-tindakan manual seperti menunjuk. Semua perilaku itu menggunakan
aspek bahasa yang disebut “pragmatik”
Pada usia kira-kira 6 hingga 9
bulan, bayi mulai memahami kata-kata pertama mereka. Perbendaharaan kata yang
diterima (receptive vocabulary) mengacu kepada kata-kata yang dipahami oleh
seseorang, meskipun perbendaharaan kata yang diterima bayi mulai berkembang
pada pertengahan kedua tahun pertama, pertumbuhannya baru meningkat secara
dramatis pada tahun kedua dari rata-rata 12 kata yang dpahami pada ulang
tahun pertama hingga diperkirakan 300 kata atau lebih pada ulang tahun kedua.
Pada usia kira-kira 9 bulan hingga 12 bulan, bayi mulai memahami pelajaran,
seperti ‘daah” ketika mengucapkan selamat tinggal. Perbendaharaan kata ucapan
bayi meningkat secara cepat sejak kata pertama diucapkan, yang mencapai
rata-rata 200 hingga 275 kata pada usia 2 tahun. pada saat anak-anak berusia
18 hingga 24 bulan, mereka biasanya mengucapkan pernyataan-pernyataan yang terdiri
dari dua kata. Selama tahap dua kata ini, mereka dengan cepat memahami
pentingnya mengekspresikan konsep dan peran yang dimainkan oleh bahasa dalam
berkomunikasi dengan orang lain. Untuk menyampaikan makna atas ucapan dua
kata itu, anak sanagat bersandar pada gerak isyarat, tekanan suara dan
konteks.
2.
Perkembangan
Fisik Motorik
Dalam beberapa hari pertama
kehidupan, banyak bayi lahir kehilangan 5-7 persen berat tubuh mereka sebelum
mereka belajar menyesuaikan diri dengan kegiatan makan yang terjadi setelah
kelahiran. Setelah bayi menyesuaikan diri dengan cara mengisap, menelan dan
mencerna, mereka tumbuh dengan cepat dan memperoleh berat kira-kira 5-6 ons
per minggu selama bulan pertama. Pada usia 4 bulan, berat badan mereka naik
dua kali dan berat badan mereka mencapai hampir tiga kali lipat. Bayi
bertumbuh kira-kira 1 inci per bulan selama tahun pertama, sehingga hampir 1
½ kali panjang hari pertama kelahiran. Rata-rata pertumbuhan bayi sangat
lambat pada tahun kedua kehidupannya.
Perkembangan fisik bayi dalam dua
tahun pertama kehidupan sangatlah ekstensif. Pada saat lahir, bayi memiliki
kepala sangat besar (dibandingkan dengan bagian tubuh lain) yang bergerak
terus menerus ke kiri dan kanan dan seringkali tidak dapat dikendalikan;
mereka juga memiliki refleks yang didominasi oleh gerakan-gerakan yang terus
berkembang. Dalam rentang waktu 12 bulan, bayi dapat duduk, berdiri,
membungkuk, memanjat dan biasanya berjalan. Selama tahun kedua, pertumbuhan
berlangsung cepat pada kegiatan-kegiatan berlari dan memanjat.
Gerak refleks
Bayi yang baru lahir bukanlah
organisme yang isi kepalanya kosong dan tak mengerti apapun juga. Disamping
hal lainnya, bayi memiliki beberapa refleks dasar yang secara genetis
merupakan mekanisme pertahanan hidupnya. Refleks mengatur gerakan-gerakan
bayi yang baru lahir. Sifat refleks ini adalah otomatis dan berada di luar
kendali bayi. Refleks merupakan reaksi yang inhern (built in) terhadap
rancangan tertentu dan memberi bayi-bayi kecil respons penyesuaian diri
terhadap lingkungan mereka sebelum mereka memiliki kesempatan untuk belajar
lebih banyak. Refleks mengisap (sucking reflex) terjadi ketika bayi
yang baru lahir secara otomatis mengisap benda yang ditempatkan di mulut
mereka. Refleks mengisap memudahkan bayi yang baru lahir itu memperoleh
makanan sebelum mereka mengasosiasikan puting susu dengan makanan. Refleks
mencari (rooting reflex) terjadi ketika pipi bayi diusap/dibelai atau
pinggir mulutnya disentuh. Sebagai respon, bayi itu memalingkan kepalanya ke
arah benda yang menyentuhnya, dalam upaya yang jelas untuk menemukan sesuatu
yang dapat diisap. Refleks mengisap dan mencari menghilang setelah bayi
berusia kira-kira 3 hingga 4 bulan. refleks itu digantikan oleh makan secara
suka rela. Refleks moro (moro reflex) adalah suatu respons tiba-tiba
pada bayi yang baru lahir yang terjadi akibat suara atau gerakan yang
mengejutkannya, ketika dikagetkan, bayi yang baru lahir melengkungkan
punggungnya, melemparkan kepalanya ke belakang, dan meretangkan lengan dan
kakinya. Refleks ini cenderung menghilang pada usia 3-4 bulan.
Pada saat lahir, bayi tidak
memiliki koordinasi dada atau lengan yang baik, tetapi pada bulan pertama
bayi dapat mengangkat kepalanya dari posisi tengkurap. Pada usia 3-4 bulan,
bayi dapat berguling dan pada usia 4 hingga 5 bulan mereka dapat menopang
sebagian berat badannya dengan kaki mereka. Pada usia 6 bulan, bayi dapat
duduk tanpa dukungan, dan pada usia 7 bulan mereka dapat merangkak dan
berdiri tanpa dukungan. Pada usia kira-kira 8 bulan, bayi dapat menyangga
tubuh mereka hingga ke posisi berdiri, pada usia 10 sampai 11 bulan bayi
dapat berjalan menggunakan kursi atau meja sebagai alat bantu, dan pada usia
12 hingga 13 bulan bayi pada umumnya dapat berjalan tanpa bantuan.
Pada tahun kedua, anak-anak yang baru
berjalan semakin terampil dalam sistem motorik dan gerakan mereka. Mereka
tidak lagi puas ditempatkan di tempat anak-anak kecil bermain dan ingin
bergerak ke seluruh tempat. Pada usia 13-18 bulan, anak yang baru belajar
berjalan dapat menarik suatu mainan yang diikat dengan tali atau benang,
menggunakan kedua tangan dan kaki untuk memanjat sejumlah anak tangga dan
mengendarai mainan roda empat. Pada usia 18 bulan hingga 24 bulan, anak-anak
yang baru belajar berjalan dapat berjalan cepat atau berlari dengan susah
payah untuk suatu jarak yang pendek, menyeimbangkan kaki mereka dalam posisi
berjongkok sambil bermain dengan benda-benda di atas lantai, berjalan mundur
tanpa kehilangan keseimbangan, berdiri dan menendang bola tanpa terjatuh,
berdiri dan melemparkan bola, dan melompat di tempat.
Bayi mengalami kesulitan
mengendalikan keterampilan motorik halus pada saat lahir, walaupun mereka
memiliki banyak komponen penting yang kelak menjadi gerakan lengan, tangan
dan jari tangan yang terkoordinasi dengan baik. Perkembangan perilaku seperti
meraih dan menggenggam semakin baik selama 2 tahun pertama kehidupan. Pada
mulanya bayi hanya memperlihatkan gerakan bahu dan siku yang kasar, tetapi
kemudian memeperlihatkan gerakan pergelangan tangan, perputaran tangan dan
koordinasi ibu jari dan jari telunjuk tangan. Kematangan koordinasi
tangan-mata sepanjang dua tahun pertama kehidupan tercermin dalam peningkatan
motorik halus.
Perkembangan motorik anak usia
prasekolah
Selama tahun-tahun prasekolah,
anak-anak belajar mengembangkan kemampuan seperti; berlari secepat mungkin,
jatuh, bangun, dan berlari lagi secepat mungkin, membangun menara dengan
balok, mencoret-coret, menulis tergesa-gesa, dan menulis lebih tergesa-gesa,
memotong kertas dengan gunting.
Pada usia 3 tahun, anak-anak masih
suka akan gerakan sederhana seperti berjingkrak-jingkrak, melompat dan
berlari kesana-kemari hanya demi kegiatan itu sendiri. Mereka bangga
memperlihatkan betapa mereka dapat berlari melewati suatu ruangan dan
melompat sejauh 6 inci. Pada usia 4 tahun, anak-anak lebih berani mengambil
resiko dalam bergerak. Pada usia 5 tahun, anak-anak percaya diri
mengembangkan ketangkasannya yang mengerikan seperti memanjat suatu objek.
Anak usia 5 tahun berlari kencang dan suka berlomba teman sebayanya yang lain
dan orantuanya.
Keterampilan motorik halus anak
usia 3 tahun masih timbul dari kemampuan bayi untuk menempatkan dan memegang
benda-benda, walaupun mereka telah mampu memegang benda-benda berukuran kecil
diatara ibu jari dan telunjuk tetapi mereka masih agak kikuk. Anak usia 3
tahun dapat secara mengejutkan membangun menara tinggi yang terbuat dari
balok, setiap balok disusun dengan hati-hati sekali meski seringkali tidak
pada satu garis lurus. Anak-anak pada usia 3 tahun masih kasar dalam menempatkan
objek atau potongan-potongan gambar. Pada usia 4 tahun, koordinasi motorik
halus anak-anak telah semakin meningkat dan menjadi lebih tepat.
Kadang-kadang anak-anak usia 4 tahun sulit membangun menara tinggi dengan
balok karena mereka ingin menempatkan balok dengan sempurna. Pada usia 5
tahun, koordinasi motorik halus semakin meningkat.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Roger Brown
|
Brown
(Santrock, 2002) menidentifikasi lima tahap perkembangan bahasa yang
menunjukan panjang pengucapan rata-rata (mean length of utterance, MLU),
yakni sebuah indeks perkembangan bahasa yang didasarkan atas jumlah kata per
kalimat yang dihasilkan oleh seorang anak di dalam suatu sample yang terdiri
dari sekitar 50 hingga 100 kalimat, sebagai suatu indeks kematangan bahasa
yang baik.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Papalia, Olds & Feldman
|
1.
Perkembangan
Awal Bahasa
Sebelum mampu berbicara, umumnya anak memiliki perilaku untuk
mengeluarkan suara-suara yang bersifat sederhana kemudian berkembang secara
kompleks dan mengandung arti. Misalnya: seorang anak menangis (crying),
mendekut (cooing), mengoceh (babling), kemudian ia akan
menirukan kata-kata yang didengar dari orang tua (lingkungan sekitarnya).
Kemampuan-kemampuan tersebut disebut pre-linguistic speech.
2.
Vokalisasi
Awal
Masa pra-wicara ditandai dengan munculnya vokalisasi awal pada
bayi yang terdiri dari empat, yaitu: menagis, mendekut, mengoceh dan meniru
suara kata-kata. Menangis merupakan cara seorang bayi untuk berbicara atau
berkomunikasi dengan lingkungan hidupnya (orang tua).
a.
Menangis
merupakan ungkapan awal bayi untuk menunjukan dirinya sebagai seorang
individu yang terpisah dari rahim ibunya. Selain itu, menangis dapat
diartikan sebagai cara bayi berbahasa untuk menyampaikan pesan kebutuhan
dasarnya. Jadi perilaku menangis merupakan perilaku yang mengadung pesan
secara kompleks. Setiap bayi dapat berkomunikasi dengan cara menangis bila ia
sedang menghadapi masalah dalam hidupnya misalnya; lapar, haus, sakit,
mengantuk, terkejut atau mimpi buruk.
b.
Mendekut
merupakan suatu perilaku bayi yang ditandai dengan upaya untuk mengeluarkan
suara-suara yang belum ada artinya. Perilaku mendekut antara lain; berteriak,
mendenguk dan mengeluarkan kata-kata seperti: ahhh, aaaahhhh. Pada usia 3
bulab, bayi mulai dapat bermain dengan menggunakan suara-suara. Ia membuat
suara-suara sebagai respon terhadap kata-kata yang didengar dari orangtua
nya. Sekitar usia 3-6 bulan bayi sudah dapat mengeluarkan suara-suara untuk
mengekspresikan emosi positif dan negatif.
c.
Mengoceh
ialah suatu kemampuan untuk mengucapkan kata-kata kombinasi antara vokal dan
konsonan secara berulang-ulang, seperti: ba-ba-ba,ma-ma,ma,pa-pa-pa. Mengoceh
terjadi pada bagi 6-10 bulan. dengan mengoceh, seorang bayi memfungsikan
organ-organ tenggorokan, hidung, lidah, pernafasan untuk persiapan
pembelajaran perkembangan bahasanya.
3.
Mengingat
suara-suara bahasa
Setelah melalui masa-masa
menangis, seorang bayi akan mengembangkan kemampuan untuk mengingat stimulasi
eksternal, seperti; tanda-tanda, kata-kata, kalimat, ungkapan. Perasaan dan
perilaku yang didengar, dilihat atau dirasakan dari lingkungan hidupnya. Bayi
pada umumnya akan mengungkapkan suara bahasa yang dianggap mudah, seperti “m,
b, p”. Pada usia 5-6 bulan, seorang bayi dapat mempelajari suara-suara dasar
untuk pengembangan bahasa aslinya.
4.
Karakteristik
bahasa pada anak-anak usia tiga tahun pertama
Beberapa karaktersitik bahasa anak, antara lain: sedehana,
memahami hubungan gramatika (tata bahasa) walaupun tidak mampu diucapkan
secara langsung, dan memahami arti kata-kata
Daftar perkembangan bahasa dari lahir sampai usia tiga tahun
|
REFERENSI
Dariyo, A.
(2007). Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama. Bandung: PT.
Refika Aditama
Santrock, John
W. (2002). Life Span Development. Jakarta: Erlanggga
Santrock, John W. (2007). Perkembangan anak. Jakarta:
erlangga.
Sujiono, Yuliani N dan Sujiono Bambang. (2010). Bermain Kreatif
Berbasisi Kecerdasan Jamak. Jakarta: PT. Indeks
Sujiono Yuliani N. (2011). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia
Dini. Jakarta: PT. Indeks
nice share gan :)
BalasHapusMau Main Game tapi Spek Komputermu Ga mendukung? ini Solusinya
Fakta Penting Mengenai Anak Kedua
Fakta-Fakta Naruto ini Akan Membuatmu Terkejut!
Wah lengkap ini infonya...makasih
BalasHapussaya juga sedang menjaga perkembangan kecerdasan motorik anak saya yg sekarang berusia 5 bulan
terimakasih
BalasHapusGOOD
BalasHapus