Oleh:
Elis Komalasari
Universitas Pendidikan Indonesia
Development appropriate practice
(DAP) atau praktik pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak telah
diadopsi oleh berbagai negara sebagai salah satu pedoman dalam penyelenggaraan
pendidikan anak usia dini. Bradekamp & Copple (Gestwicki, 2007)
mendefinisikan development appropriate practice terkait dengan pengaplikasian
pengetahuan mengenai perkembangan anak dalam membuat pemikiran dan keputusan
yang sesuai dengan praktik program anak usia dini.
Development appropriate practice
bermakna bahwa rancangan program pendidikan anak usia dini didasarkan pada apa
yang diketahui tentang anak-anak, bukan didasarkan pada keinginan orang dewasa
terhadap anak dan bukan pula didasarkan pada tujuan masa depan. Development
appropriate practice bukanlah sebuah kurikulum, namun merupakan sebuah
acuan, filosofis, atau pendekatan dalam praktik pembelajaran anak.
Development appropriate practice
didasari oleh beragam teori perkembangan anak, diantaranya teori Piaget dan
teori Vygotsky. Piaget dengan teori perkembangan kognitif anak telah memberikan
sumbangan besar dalam penyusunan development appropriate practice,
demikianpun dengan Vygotsky yang telah menyumbangkan pemikiran mengenai teori
interaksi sosial.
Dalam teori interaksi sosial,
Vygotsky meyakini bahwa interaksi sosial merupakan hal yang sangat penting dan
menjadi fokus belajar anak. Vygotsky kemudian mencetuskan konsep ZPD (zone
proximal development), scaffolding, dan more knowledge member of
the culture.
1.
Zone proximal development
Zone
proximal development (ZPD) ialah istilah Vygotsky untuk tugas-tugas yang
terlalu sulit untuk dikuasai sendiri oleh anak-anak, tetapi yang dapat dikuasai
dengan bimbingan dan bantuan dari orang-orang dewasa atau anak-anak yang lebih
terampil. (Santrock, 1995).
Santrock
berpendapat bahwa level terendah dari ZPD ialah level pemecahan masalah yang
ingin dicapai oleh seorang anak yang bekerja secara mandiri, sedangkan level
tertinggi ialah level tanggung jawab tambahan yang dapat diterima oleh anak
dengan bantuan seorang instruktur yang mampu.
Steward
(Santrock, 1995) mengungkapkan bahwa penekanan Vygotsky pada ZPD menegaskan
keyakinannya tentang pentingnya pengaruh-pengaruh sosial terhadap perkembangan
kognitif dan peran pengajaran dalam perkembangan anak.
2.
Scaffolding
Scaffolding
memiliki tujuan untuk membimbing anak-anak untuk memiliki kemampuan dalam
mengambil langkah yang lebih besar dalam tugas perkembangannya.
3.
More knowledge member of the culture
Selain
hal di atas, Development appropriate practice didasari oleh pengetahuan
mengenai bagaimana anak berkembang dan belajar. Pendidik anak usia dini harus
memahami apa yang terjadi dalam delapan tahun pertama kehidupan anak dan
bagaimana cara terbaik untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak. National
Association for the Education of Young Children (NAEYC) dalam Getswicki
(2007) mengeluarkan dua belas prinsip dasar perkembangan anak (0-8 tahun). 12
prinsip dasar perkembangan diuraikan sebagai berikut :
1.
Seluruh
aspek perkembangan anak (fisik, sosial, emosi dan kognitif) saling berkaitan.
Aspek-aspek perkembangan tersebut saling mempengaruhi satu sama lain.
Dalam
hal ini pendidikan anak usia dini harus memberikan pengalaman belajar
terintegrasi yang memberikan peluang dan kesempatan pada anak untuk tumbuh dan
berkembang tidak hanya dalam aspek kognitif namun aspek-aspek lainnya juga
turut berkembang.
2.
Perkembangan
terjadi dalam rangkaian yang dapat diramalkan. Hal tersebut bersamaan dengan
kemampuan, keterampilan dan pengetahuan yang dibangun anak.
Orang
dewasa harus mengetahui tahapan perkembangan anak karena dengan pemahaman
tersebut, orang dewasa dapat memberikan pengalaman belajar yang sesuai dengan
perkembangan dan juga dapat menentukan dasar/landasan pembelajaran pada anak
usia dini.
3.
Perkembangan
berlangsung dalam kecepatan yang berbeda antar anak yang satu dengan yang
lainnya
Setiap
anak adalah pribadi yang unik dan sesuatu yang tidak mungkin untuk dibandingkan
antara yang satu dengan yang lainnya. Pola perkembangan unik setiap anak dapat
dipengaruhi oleh faktor keturunan, kesehatan, temperamen, kepribadian, gaya
belajar, pengalaman dan latar belakang keluarga.
4.
Pengalaman-pengalaman
awal memberikan konsekuensi, baik secara kumulatif dan keterlambatan
perkembangan anak. Pada setiap perkembangan dan belajar terdapat periode kritis.
Pengalaman
awal yang dimiliki anak memiliki dampak untuk perkembangan selanjutnya. Anak
yang diberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan sosial melalui bermain
dengan teman sebaya biasanya akan memiliki rasa percaya diri dan memiliki
kompetensi sosial dengan orang lain.
5.
Perkembangan
terjadi pada arah yang bisa dipredikasi ke arah yang lebih kompleks dan
internalisasi.
Belajar
anak usia dini dihasilkan dari pengalaman fisik, pemahaman sensorimotor menuju
ke pengetahuan simbolik. Program pembelajaran anak usia dini harus memberikan
pengalaman langsung dimana anak dapat memperoleh pengetahuan melalui media
sumber belajar, Anak dapat merepresentasikan pengetahuan simbolik melalui media
dan menumbuhkan pemahaman mengenai konsep.
6.
Perkembangan
dan belajar terjadi dan dipengaruhi oleh konteks budaya dan sosial.
Anak
berkembang dengan baik melalui lingkungan keluarga, kemudian komunitas sekolah,
dan setelah itu melalui komunitas lingkungan yang lebih besar. Melalui konteks
budaya yang secara simultan diperkenalkan pada anak, anak akan memiliki
kemampuan untuk belajar budaya baru dan pengalaman berbahasa.
7.
Anak-anak
adalah pembelajar yang aktif, mengambil pelajaran dari pengalaman fisik dan
sosial, seperti belajar mengambil pengetahuan dari yang ditransmisikan oleh
budaya untuk membangun pemahaman mengenai lingkungan sekitar mereka.
Prinsip
ini didasarkan pada teori konttuktivis dari Piaget dan Vygotsky yang memandang
bahwa perkembangan intelektual terjadi melalui proses membangun melalui
interaksi dengan orang lain, media dan beragam pengalaman. Para guru dapat
mendukung perkembangan dengan menciptakan lingkungan kelas yang kaya akan media
dan memberikan peluang pada anak untuk berinteraksi.
8.
Perkembangan
dan belajar merupakan hasil dari kematangan biologis dan lingkungan, termasuk
lingkungan sosial dan fisik dimana anak dibesarkan.
Hubungan
antara anak dan lingkungan menentukan proses dan kemampuan belajar anak.
9.
Bermain
merupakan kendaraan penting bagi perkembangan sosial, kognitif dan sosial
anak-anak. Permainan merupakan refleksi dari perkembangan anak
Bermain
memberikan kesempatan pada anak untuk memahami lingkungan sekitar, berinteraksi
dengan orang lain melalui beragam cara, menunjukan dan mengontrol emosi serta
mengembangkan kemampuan simbolik.
10.
Perkembangan
meningkat ketika anak-anak memiliki kesempatan untuk mempraktekan keterampilan
baru, sama hal nya ketika anak menghadapi tantangan lebih tinggi sehingga anak memiliki kemampuan yang lebih
Seorang
guru berperan penting dalam mengidentifikasi kompetensi dan minat yang
dikembangkan oleh anak, setelah itu guru harus menyesuaikan hal tersebut dengan
kurikulum pembelajaran. Adanya dukungan kolaboratif dari orang dewasa akan
membantu anak untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan ke tahapan yang
lebih tinggi.
11.
Anak-anak
menunjukan model belajar dan pengetahuan yang berbeda serta cara yang berbeda
untuk menunjukan apa yang mereka ketahui.
Guru
harus memberikan ragam pengalaman belajar untuk anak sehingga anak-anak yang
memiliki gaya belajar berbeda dapat menemukan kompetensi dan kekuatan dari
berbagai area yang dibutuhkan.
12.
Anak
akan belajar optimal apabila ada dalam komunitas yang nyaman dan menghargai,
lingkungan yang memberikan rasa aman secara psikologis dan memenuhi kebutuhan
fisik.
Program
pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan dapat memenuhi kebutuhan fisik dan
psikologis anak. Program ini juga memperhatikan pemberian lingkungan yang aman,
nyaman serta sehat untuk anak-anak.
Referensi :
Santrock, John W. 2005. Life Span
Development. Jakarta : Erlangga
Gestwicki, Carol. 2007. Developmentally
Appropriate Practice. Canada. Thomson Delmar Learning
Tidak ada komentar:
Posting Komentar