Kamis, 03 Oktober 2013

Developmentally Appropriate Practice

Oleh: 
Elis Komalasari
 Universitas Pendidikan Indonesia

            Development appropriate practice (DAP) atau praktik pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak telah diadopsi oleh berbagai negara sebagai salah satu pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini. Bradekamp & Copple (Gestwicki, 2007) mendefinisikan development appropriate practice terkait dengan pengaplikasian pengetahuan mengenai perkembangan anak dalam membuat pemikiran dan keputusan yang sesuai dengan praktik program anak usia dini.
            Development appropriate practice bermakna bahwa rancangan program pendidikan anak usia dini didasarkan pada apa yang diketahui tentang anak-anak, bukan didasarkan pada keinginan orang dewasa terhadap anak dan bukan pula didasarkan pada tujuan masa depan. Development appropriate practice bukanlah sebuah kurikulum, namun merupakan sebuah acuan, filosofis, atau pendekatan dalam praktik pembelajaran anak.
            Development appropriate practice didasari oleh beragam teori perkembangan anak, diantaranya teori Piaget dan teori Vygotsky. Piaget dengan teori perkembangan kognitif anak telah memberikan sumbangan besar dalam penyusunan development appropriate practice, demikianpun dengan Vygotsky yang telah menyumbangkan pemikiran mengenai teori interaksi sosial.
            Dalam teori interaksi sosial, Vygotsky meyakini bahwa interaksi sosial merupakan hal yang sangat penting dan menjadi fokus belajar anak. Vygotsky kemudian mencetuskan konsep ZPD (zone proximal development), scaffolding, dan more knowledge member of the culture.

1.      Zone proximal development
Zone proximal development (ZPD) ialah istilah Vygotsky untuk tugas-tugas yang terlalu sulit untuk dikuasai sendiri oleh anak-anak, tetapi yang dapat dikuasai dengan bimbingan dan bantuan dari orang-orang dewasa atau anak-anak yang lebih terampil. (Santrock, 1995).
Santrock berpendapat bahwa level terendah dari ZPD ialah level pemecahan masalah yang ingin dicapai oleh seorang anak yang bekerja secara mandiri, sedangkan level tertinggi ialah level tanggung jawab tambahan yang dapat diterima oleh anak dengan bantuan seorang instruktur yang mampu.
Steward (Santrock, 1995) mengungkapkan bahwa penekanan Vygotsky pada ZPD menegaskan keyakinannya tentang pentingnya pengaruh-pengaruh sosial terhadap perkembangan kognitif dan peran pengajaran dalam perkembangan anak.
2.      Scaffolding
Scaffolding memiliki tujuan untuk membimbing anak-anak untuk memiliki kemampuan dalam mengambil langkah yang lebih besar dalam tugas perkembangannya.
3.      More knowledge member of the culture

Selain hal di atas, Development appropriate practice didasari oleh pengetahuan mengenai bagaimana anak berkembang dan belajar. Pendidik anak usia dini harus memahami apa yang terjadi dalam delapan tahun pertama kehidupan anak dan bagaimana cara terbaik untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak. National Association for the Education of Young Children (NAEYC) dalam Getswicki (2007) mengeluarkan dua belas prinsip dasar perkembangan anak (0-8 tahun). 12 prinsip dasar perkembangan diuraikan sebagai berikut :
1.      Seluruh aspek perkembangan anak (fisik, sosial, emosi dan kognitif) saling berkaitan. Aspek-aspek perkembangan tersebut saling mempengaruhi satu sama lain.
Dalam hal ini pendidikan anak usia dini harus memberikan pengalaman belajar terintegrasi yang memberikan peluang dan kesempatan pada anak untuk tumbuh dan berkembang tidak hanya dalam aspek kognitif namun aspek-aspek lainnya juga turut berkembang.
2.      Perkembangan terjadi dalam rangkaian yang dapat diramalkan. Hal tersebut bersamaan dengan kemampuan, keterampilan dan pengetahuan yang dibangun anak.
Orang dewasa harus mengetahui tahapan perkembangan anak karena dengan pemahaman tersebut, orang dewasa dapat memberikan pengalaman belajar yang sesuai dengan perkembangan dan juga dapat menentukan dasar/landasan pembelajaran pada anak usia dini.
3.      Perkembangan berlangsung dalam kecepatan yang berbeda antar anak yang satu dengan yang lainnya
Setiap anak adalah pribadi yang unik dan sesuatu yang tidak mungkin untuk dibandingkan antara yang satu dengan yang lainnya. Pola perkembangan unik setiap anak dapat dipengaruhi oleh faktor keturunan, kesehatan, temperamen, kepribadian, gaya belajar, pengalaman dan latar belakang keluarga.
4.      Pengalaman-pengalaman awal memberikan konsekuensi, baik secara kumulatif dan keterlambatan perkembangan anak. Pada setiap perkembangan dan belajar terdapat periode kritis.
Pengalaman awal yang dimiliki anak memiliki dampak untuk perkembangan selanjutnya. Anak yang diberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan sosial melalui bermain dengan teman sebaya biasanya akan memiliki rasa percaya diri dan memiliki kompetensi sosial dengan orang lain.
5.      Perkembangan terjadi pada arah yang bisa dipredikasi ke arah yang lebih kompleks dan internalisasi.
Belajar anak usia dini dihasilkan dari pengalaman fisik, pemahaman sensorimotor menuju ke pengetahuan simbolik. Program pembelajaran anak usia dini harus memberikan pengalaman langsung dimana anak dapat memperoleh pengetahuan melalui media sumber belajar, Anak dapat merepresentasikan pengetahuan simbolik melalui media dan menumbuhkan pemahaman mengenai konsep.
6.      Perkembangan dan belajar terjadi dan dipengaruhi oleh konteks budaya dan sosial.
Anak berkembang dengan baik melalui lingkungan keluarga, kemudian komunitas sekolah, dan setelah itu melalui komunitas lingkungan yang lebih besar. Melalui konteks budaya yang secara simultan diperkenalkan pada anak, anak akan memiliki kemampuan untuk belajar budaya baru dan pengalaman berbahasa.
7.      Anak-anak adalah pembelajar yang aktif, mengambil pelajaran dari pengalaman fisik dan sosial, seperti belajar mengambil pengetahuan dari yang ditransmisikan oleh budaya untuk membangun pemahaman mengenai lingkungan sekitar mereka.
Prinsip ini didasarkan pada teori konttuktivis dari Piaget dan Vygotsky yang memandang bahwa perkembangan intelektual terjadi melalui proses membangun melalui interaksi dengan orang lain, media dan beragam pengalaman. Para guru dapat mendukung perkembangan dengan menciptakan lingkungan kelas yang kaya akan media dan memberikan peluang pada anak untuk berinteraksi.
8.      Perkembangan dan belajar merupakan hasil dari kematangan biologis dan lingkungan, termasuk lingkungan sosial dan fisik dimana anak dibesarkan.
Hubungan antara anak dan lingkungan menentukan proses dan kemampuan belajar anak.



9.      Bermain merupakan kendaraan penting bagi perkembangan sosial, kognitif dan sosial anak-anak. Permainan merupakan refleksi dari perkembangan anak
Bermain memberikan kesempatan pada anak untuk memahami lingkungan sekitar, berinteraksi dengan orang lain melalui beragam cara, menunjukan dan mengontrol emosi serta mengembangkan kemampuan simbolik.
10.  Perkembangan meningkat ketika anak-anak memiliki kesempatan untuk mempraktekan keterampilan baru, sama hal nya ketika anak menghadapi tantangan lebih tinggi sehingga  anak memiliki kemampuan yang lebih
Seorang guru berperan penting dalam mengidentifikasi kompetensi dan minat yang dikembangkan oleh anak, setelah itu guru harus menyesuaikan hal tersebut dengan kurikulum pembelajaran. Adanya dukungan kolaboratif dari orang dewasa akan membantu anak untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan ke tahapan yang lebih tinggi.
11.  Anak-anak menunjukan model belajar dan pengetahuan yang berbeda serta cara yang berbeda untuk menunjukan apa yang mereka ketahui.
Guru harus memberikan ragam pengalaman belajar untuk anak sehingga anak-anak yang memiliki gaya belajar berbeda dapat menemukan kompetensi dan kekuatan dari berbagai area yang dibutuhkan.
12.  Anak akan belajar optimal apabila ada dalam komunitas yang nyaman dan menghargai, lingkungan yang memberikan rasa aman secara psikologis dan memenuhi kebutuhan fisik.
Program pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan dapat memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis anak. Program ini juga memperhatikan pemberian lingkungan yang aman, nyaman serta sehat untuk anak-anak.


Referensi :
Santrock, John W. 2005. Life Span Development. Jakarta : Erlangga

Gestwicki, Carol. 2007. Developmentally Appropriate Practice. Canada. Thomson Delmar Learning

Tidak ada komentar:

Posting Komentar