Rabu, 30 Oktober 2013

Menangkap Makna Dibalik Bermain Anak

Oleh:
Elis Komalasari

Hampir separuh harinya, anak-anak menghabiskan waktu untuk bermain. Kecenderungan anak usia 3-5 tahun, anak-anak senang sekali bermain pura-pura, menjadikan semua barang disekitarnya untuk dijadikan alat permainan dan mewujudkan imajinasi seakan menjadi nyata.
Banyak anak-anak senang bermain pura-pura menirukan gaya orang dewasa. Pada anak lak-laki biasanya mereka senang bermain superhero, sedangkan anak perempuan lebih senang bermain pura-pura menjadi orangtua, guru, murid, dokter dan menirukan profesi lainnya lengkap dengan segala atributnya. Anak-anak menggunakan peralatan dan pakaian ibunya untuk mendukung peran pura-puranya dan sebuah kehebatan bagi mereka ketika mereka mampu menirukan gaya orang dewasa.
Ketika anak-anak bermain, anak-anak sebenarnya sedang mengembangkan kemampuannya baik secara kognitif, fisik, sosial dan emosional. Permainan pura-pura yang dilakukan oleh anak-anak memberikan informasi pada orang dewasa bahwa orang dewasa adalah model bagi anak. Bagaimana kemampuan anak menirukan gaya orang dewasa, hal tersebut menjadi pelajaran untuk orang dewasa agar dapat berprilaku baik di depan anak sehingga anak hanya menangkap pesan-pesan yang baik dari perilaku orang dewasa yang ada disekitarnya.
Selain anak-anak melakukan proses rekognisi pada saat bermain, anak-anak juga mengembangkan keterampilan fisiknya melalui gerak. Kecenderungan pengembangan fisik-motorik yang lebih jelas terlihat adalah pada anak laki-laki, anak laki-laki yang sedang menirukan adegan superhero, mereka memiliki banyak kesempatan untuk dapat mengembangkan keterampilan motorik kasar. Hanya saja yang perlu diwaspadai oleh para orang tua saat anak laki-laki bermain superhero ada batasan gerak dan pengendalian aspek emosi, karena permainan superhero dapat juga memberikan dampak negatif seperti munculnya perilaku agresifitas.
Jenis-jenis permainan anak memang memiliki dampak positif dan negatif, oleh karenanya  orang tua maupun orang dewasa harus memberikan pengawasan pada anak ketika bermain. Anak-anak harus tetap bermain karena memang bermain merupakan dunia anak dan sifat alamiah yang dimiliki anak. Kebutuhan bermain harus terpenuhi hingga anak memasuki usia yang remaja dan dewasa.


A.      Mengenal Anak dan Dunianya
Pandangan orang terhadap anak usia dini cenderung berubah dan berkembang setiap waktu, berbeda satu dengan yang lainnya  sesuai dengan teori yang melandasinya dan keyakinan masyarakat sesuai budaya tempat tinggal serta agama yang dianutnya.  Pandangan-pandangan yang berbeda melahirkan penanganan yang berbeda dari orang tua/ orang dewasa kepada setiap anak.
Teori tabula rasa memandang anak sebagai kertas putih yang harus ditulisi oleh orang tua, sementara pandangan lain ada yang mengemukakan bahwa anak usia dini adalah makhluk yang sudah dibentuk oleh lingkungannya, anak adalah miniatur orang dewasa, dan ada juga yang menganggap bahwa anak adalah individu yang berbeda dari orang dewasa.
National Association Education of Young Children (NAEYC) dalam Yuliani N Sujiono (2011) mengemukakan bahwa anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjunya. Selanjutnya,  Berk dalam sumber yang sama mengungkapkan bahwa pada masa usia dini, proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek mengalami masa yang cepat dalam rentang perkembangan hidup manusia.
Beberapa ahli dalam bidang pendidikan dan psikologi lainnya memandang bahwa perkembangan anak usia dini merupakan periode penting dan memerlukan penanganan sedini mungkin. Montessori dalam Mulyasa (2012) mengungkapkan bahwa usia dini merupakan periode sensitif  atau masa peka pada anak, yaitu suatu periode ketika suatu fungsi tertentu perlu diransang , dan diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya.
Anak usia dini yang berkisar antara usia 0-6 tahun merupakan masa rentan dalam perkembangan hidup manusia. Menjadi masa rentan karena pada masa ini, anak-anak sedang dalam proses pengembangan pemahaman, perilaku, keterampilan dan kepribadian yang akan membentuknya menjadi individu seperti apa di masa selanjutnya.
Selain itu, anak usia dini merupakan individu yang unik, setiap anak memiliki potensi yang berbeda, memiliki kelebihan, kekurangan, minat dan bakat masing-masing.  Oleh karena itu orang tua dan orang dewasa perlu mengenal keunikan dan karakteristik anak,  hal tersebut bertujuan agar anak mendapatkan perlakuan sesuai dengan tahapan usia dan perkembangan pada masanya.
Pentingnya masa usia dini membuat masa ini memerlukan perhatian yang khusus dalam praktik pengasuhan, perawatan dan pendidikan sehingga anak akan tumbuh dan berkembanga menjadi pribadi yang sehat, cerdas, ceria dan berkarakter baik. Untuk mewujudkan hal tersebut, anak memerlukan pengalaman yang baik dan menyenangkan, baik dari orang tua, sekolah maupun lingkungan tempat tinggal.
Kegiatan yang menyenangkan untuk anak adalah kegiatan bermain. Bermain merupakan kebutuhan anak karena terkait dengan karakteristik anak yang masih dalam tahap sensori motor dan pra operasional konkret. Menurut Jean Piaget (Santrock, 2002), pada masa sensori motor anak mengembangkan kemampuan untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi dan persepsi dengan gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik.
Sementara pada masa tahapan praoperasional konkret, anak mulai membantuk konsep dan belum bisa berpikir secara operasional. Pada tahap ini anak belajar melalui simbol dari yang primitif ke yang lebih canggih. Dengan didasarkan pada tahapan berpikir anak tersebut, maka untuk membangun pengetahuan anak, belajar anak haruslah konkret dan bersifat menyenangkan.
Kegiatan yang menyenangkan dan sesuai dengan dunia anak adalah bermain, melalui bermain, anak dapat menyalurkan energinya dan mengeksplorasi lingkungannya, dilakukan secara sukarela, dan berulang kali. Aktivitas bermain memberikan banyak manfaat. Bermain dengan mengeksplorasi lingkungan dapat meningkatkan stimulasi perkembangan anak.

B.      Menggali kekuatan Bermain Untuk Mengoptimalkan Potensi Anak
Banyak orang yang beranggapan bahwa bermain merupakan aktivitas yang tidak bermakna dan hanya “main-main”. Sebagian orang tua dan orang dewasa seringkali melarang anak-anaknya bermain dan lebih senang ketika anaknya diam di rumah dan menekuni buku. Padahal aktivitas bermain pada anak usia dini memiliki banyak manfaat dalam mengembangkan seluruh aspek perkembangan.
Piaget dala Yuliani Sujiono (2011) mengemukakan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan atau kepuasan bagi diri seseorang. sedangkan Parten  dalam sumber yang sama mengemukakan bahwa kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi , diharapkan melalui bermain dapat memberikan kesempatan anak untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan. Selain itu, kegiatan bermain dapat membantu anak mengenal tentang diri sendiri, dengan siapa ia hidup serta lingkungan tempat tinggalnya.
Pendapat lain dari Docket dan Fleer (Sujiono, 2011) bahwa bermain merupakan kebutuhan bagi anak, melalui bermain anak akan memperoleh pengetahuan yang dapat mengembangkan kemampuan diri. Bermain merupakan suatu aktivitas yang khas dan sangat berbeda dengan aktivitas lain seperti belajar dan bekerja yang selalu dilakukan dalam rangka mencapai suatu hasil akhir.
Hurlock (Utama, ) menyatakan bahwa bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan secara sukarela dan dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban Dari beragam pendapat para ahli mengenai makna bermain, jelas bahwa bermain memberikan banyak manfaat, diantaranya; anak belajar memperoleh pengetahuan melalui lingkungan sekitar, anak membangun pengetahuan melalui aktivitas bermain, anak belajar bersosialisasi dengan teman sebaya, serta melalui bermain anak mengembangkan kemampuan fisik motoriknya.
Bermain bukanlah aktivitas tanpa tujuan, Yuliani N Sujiono (2011) mengungkapkan bahwa tujuan utama dari bermain adalah memelihara perkembangan atau pertumbuhan optimal anak usia dini melalui pendekatan bermain yang kreatif, interaktif dan terintegrasi dengan lingkungan bermain anak. Penekanan dari bermain anak adalah perkembangan kreativitas dari anak-anak. Semua anak usia dini memiliki potensi kreatif tetapi perkembangan kreativitas sangat individual dan bervariasi antar anak yang satu dengan yang lainnya.
Elkonin, salah seorang murid Vygotsky dalam Yuliani Sujiono (2011) mengemukakan beberapa prinsip bermain anak, sebagai berikut:
1.       Dalam bermain, anak mengembangkan sistem untuk memahami apa yang sedang terjadi dalam rangka mencapai tujuan yang lebih kompleks
2.       kemampuan untuk menempatkan perspektif orang lain melalui aturan-aturan dan menegoisasikan aturan bermain
3.       anak menggunakan reflika untuk menggantikan objek nyata, lalu mereka menggunakan objek baru yang berbeda. kemampuan menggunakan simbol termasuk ke dalam perkembangan berpikir abstrak dan imajinasi
4.       Kehati-hatian dalam bermain mungkin terjadi, karena anak perlu mengikuti aturan permainan yang telah ditentukan bersama teman-temannya.
Untuk mendukung keempat hal tersebut di atas, anak memerlukan lingkungan yang mendukung untuk melakukan permainan khayalan.  Bermain anak tidak bisa disamakan dengan bermain orang dewasa. Bermain memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan anak.


C.      Karakteristik Bermain
Pada saat ini, banyak definisi bermain yang difokuskan pada sejumlah karakteristik bermain. Fromberg dalam Doocket dan Fleer (2000) mendefinisikan bermain sebagai berikut:
1.       Simbolik
Salah satu karakteristik bermain adalah “make believe” dimana anak meyakini bahwa benda-benda dihadapannya adalah nyata dan dapat dijadikan apapun sesuai khayalan mereka. Melalui bermain, orang-orang dan objek-objek digunakan sebagai simbol untuk objek dan orang yang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, kita biasa melihat anak-anak menggunakan balok untuk membuat kereta atau anak berperan sebagai ibu dengan pakaian yang disesuaikan dan menirukan suara ibu agar dapat berperan sempurna.
2.       Bermakna/ Meaningfull
Bermain menumbuhkan kepekaan anak pada pengalaman nyata dan penuh makna. Johnson (Docket dan Fleer, 2000) menggambarkan bermain sebagai jendela [erkembangan dan kesempatan untuk belajar. Dalam kata lain, permainan anak-anak merefleksikan apa yang mereka ketahui dan apa yang mereka bisa lakukan. Bermain memberikan anak-anak kesempatan untuk membangun dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman.
3.       Aktif
Salah satu tipikal bermain adalah bermain melibatkan aktivitas. Seringkali bermain menjadi aktifitas fisik, dan pada waktu yang lain bermain dapat menjadi aktivitas mental, contohnya: bermain kata atau bermain imajinasi.
4.       Menyenangkan
Anak-anak terlibat dalam kegiatan bermain karena bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan. Para guru dapat menggunakan bermain sebagai proses pengalaman belajar mengajar. Kesenangan bergantung pada persepsi individu, hal yang menyenangkan untuk satu anak belum tentu menyenangkan untuk anak lainnya.
5.       Mengesampingkan aturan
Semua permainan diikat oleh beberapa aturan. Beberapa  aturan terkait dengan waktu permainan dan  alat yang digunakan untuk bermain. Namun pada anak-anak, biasanya anak-anak mengurangi banyaknya aturan ketika bermain, anak-anak lebih suka mengontrol permainan nya sendiri.
6.       Sukarela
Anak-anak yang terlibat dalam permainan didasarkan pada motivasi intrinsik, anak-anak dapat memilih permainan sebelum mereka terlibat, mereka bisa tidak memilih atau mereka bisa merubah permainan. Motivasi bermain tidak hanya berkaitan dengan kenyamanan, namun juga terkait dengan pengalaman ketika anak melwatkan waktu dan melepaskan energi untuk terlibat dalam sesuatu yang penting bagi mereka.
7.       Epsisodik
Epsodik terdapat diawal, pertengahan dan akhir. Anak-anak bermain dalam beberapa tahapan. episode bermain dapat merefleksikan tema permainan yang anak minati. Bermain pada anak memiliki sebuah tahapan orientasi dimana anak memilah-milah apa yang akan mereka mainkan.

Setiap karakteristik di atas bergantung pada pengalaman anak, dalam artian bahwa tidak semua aktivitas adalah bermain, dan tidak semua pengalaman bermakna melibatkan bermain. Namun seluruh karakteristik diatas merupakan suatu kesatuan yang memberikan kontibusi pada perilaku bermain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar