Oleh:
Elis Komalasari
Hampir separuh
harinya, anak-anak menghabiskan waktu untuk bermain. Kecenderungan anak usia
3-5 tahun, anak-anak senang sekali bermain pura-pura, menjadikan semua barang
disekitarnya untuk dijadikan alat permainan dan mewujudkan imajinasi seakan
menjadi nyata.
Banyak anak-anak senang bermain pura-pura menirukan gaya orang
dewasa. Pada anak lak-laki biasanya mereka senang bermain superhero, sedangkan
anak perempuan lebih senang bermain pura-pura menjadi orangtua, guru, murid,
dokter dan menirukan profesi lainnya lengkap dengan segala atributnya.
Anak-anak menggunakan peralatan dan pakaian ibunya untuk mendukung peran
pura-puranya dan sebuah kehebatan bagi mereka ketika mereka mampu menirukan
gaya orang dewasa.
Ketika anak-anak bermain, anak-anak
sebenarnya sedang mengembangkan kemampuannya baik secara kognitif, fisik,
sosial dan emosional. Permainan pura-pura yang dilakukan oleh anak-anak
memberikan informasi pada orang dewasa bahwa orang dewasa adalah model bagi
anak. Bagaimana kemampuan anak menirukan gaya orang dewasa, hal tersebut menjadi
pelajaran untuk orang dewasa agar dapat berprilaku baik di depan anak sehingga
anak hanya menangkap pesan-pesan yang baik dari perilaku orang dewasa yang ada
disekitarnya.
Selain anak-anak melakukan proses
rekognisi pada saat bermain, anak-anak juga mengembangkan keterampilan fisiknya
melalui gerak. Kecenderungan pengembangan fisik-motorik yang lebih jelas
terlihat adalah pada anak laki-laki, anak laki-laki yang sedang menirukan
adegan superhero, mereka memiliki banyak kesempatan untuk dapat mengembangkan
keterampilan motorik kasar. Hanya saja yang perlu diwaspadai oleh para orang
tua saat anak laki-laki bermain superhero ada batasan gerak dan pengendalian
aspek emosi, karena permainan superhero dapat juga memberikan dampak negatif
seperti munculnya perilaku agresifitas.
Jenis-jenis
permainan anak memang memiliki dampak positif dan negatif, oleh karenanya orang tua maupun orang dewasa harus
memberikan pengawasan pada anak ketika bermain. Anak-anak harus tetap bermain
karena memang bermain merupakan dunia anak dan sifat alamiah yang dimiliki
anak. Kebutuhan bermain harus terpenuhi hingga anak memasuki usia yang remaja
dan dewasa.
A.
Mengenal Anak dan
Dunianya
Pandangan orang terhadap anak usia
dini cenderung berubah dan berkembang setiap waktu, berbeda satu dengan yang
lainnya sesuai dengan teori yang
melandasinya dan keyakinan masyarakat sesuai budaya tempat tinggal serta agama
yang dianutnya. Pandangan-pandangan yang
berbeda melahirkan penanganan yang berbeda dari orang tua/ orang dewasa kepada
setiap anak.
Teori tabula rasa memandang anak
sebagai kertas putih yang harus ditulisi oleh orang tua, sementara pandangan
lain ada yang mengemukakan bahwa anak usia dini adalah makhluk yang sudah
dibentuk oleh lingkungannya, anak adalah miniatur orang dewasa, dan ada juga
yang menganggap bahwa anak adalah individu yang berbeda dari orang dewasa.
National Association Education
of Young Children (NAEYC) dalam Yuliani N Sujiono (2011) mengemukakan bahwa
anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses
perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjunya.
Selanjutnya, Berk dalam sumber yang sama
mengungkapkan bahwa pada masa usia dini, proses pertumbuhan dan perkembangan
dalam berbagai aspek mengalami masa yang cepat dalam rentang perkembangan hidup
manusia.
Beberapa ahli dalam bidang
pendidikan dan psikologi lainnya memandang bahwa perkembangan anak usia dini
merupakan periode penting dan memerlukan penanganan sedini mungkin. Montessori
dalam Mulyasa (2012) mengungkapkan bahwa usia dini merupakan periode
sensitif atau masa peka pada anak, yaitu
suatu periode ketika suatu fungsi tertentu perlu diransang , dan diarahkan
sehingga tidak terhambat perkembangannya.
Anak usia dini yang berkisar antara
usia 0-6 tahun merupakan masa rentan dalam perkembangan hidup manusia. Menjadi
masa rentan karena pada masa ini, anak-anak sedang dalam proses pengembangan
pemahaman, perilaku, keterampilan dan kepribadian yang akan membentuknya
menjadi individu seperti apa di masa selanjutnya.
Selain itu, anak usia dini
merupakan individu yang unik, setiap anak memiliki potensi yang berbeda,
memiliki kelebihan, kekurangan, minat dan bakat masing-masing. Oleh karena itu orang tua dan orang dewasa
perlu mengenal keunikan dan karakteristik anak, hal tersebut bertujuan agar anak mendapatkan
perlakuan sesuai dengan tahapan usia dan perkembangan pada masanya.
Pentingnya masa usia dini membuat
masa ini memerlukan perhatian yang khusus dalam praktik pengasuhan, perawatan
dan pendidikan sehingga anak akan tumbuh dan berkembanga menjadi pribadi yang
sehat, cerdas, ceria dan berkarakter baik. Untuk mewujudkan hal tersebut, anak
memerlukan pengalaman yang baik dan menyenangkan, baik dari orang tua, sekolah
maupun lingkungan tempat tinggal.
Kegiatan yang menyenangkan untuk
anak adalah kegiatan bermain. Bermain merupakan kebutuhan anak karena terkait
dengan karakteristik anak yang masih dalam tahap sensori motor dan pra
operasional konkret. Menurut Jean Piaget (Santrock, 2002), pada masa sensori
motor anak mengembangkan kemampuan untuk mengorganisasikan dan
mengkoordinasikan sensasi dan persepsi dengan gerakan-gerakan dan
tindakan-tindakan fisik.
Sementara pada masa tahapan
praoperasional konkret, anak mulai membantuk konsep dan belum bisa berpikir
secara operasional. Pada tahap ini anak belajar melalui simbol dari yang
primitif ke yang lebih canggih. Dengan didasarkan pada tahapan berpikir anak
tersebut, maka untuk membangun pengetahuan anak, belajar anak haruslah konkret
dan bersifat menyenangkan.
Kegiatan yang menyenangkan dan
sesuai dengan dunia anak adalah bermain, melalui bermain, anak dapat menyalurkan
energinya dan mengeksplorasi lingkungannya, dilakukan secara
sukarela, dan berulang kali. Aktivitas bermain memberikan banyak manfaat.
Bermain dengan mengeksplorasi lingkungan dapat meningkatkan stimulasi
perkembangan anak.
B.
Menggali kekuatan
Bermain Untuk Mengoptimalkan Potensi Anak
Banyak orang yang beranggapan bahwa
bermain merupakan aktivitas yang tidak bermakna dan hanya “main-main”. Sebagian
orang tua dan orang dewasa seringkali melarang anak-anaknya bermain dan lebih
senang ketika anaknya diam di rumah dan menekuni buku. Padahal aktivitas
bermain pada anak usia dini memiliki banyak manfaat dalam mengembangkan seluruh
aspek perkembangan.
Piaget dala Yuliani Sujiono (2011)
mengemukakan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang
dan menimbulkan kesenangan atau kepuasan bagi diri seseorang. sedangkan
Parten dalam sumber yang sama
mengemukakan bahwa kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi , diharapkan
melalui bermain dapat memberikan kesempatan anak untuk bereksplorasi,
menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secara
menyenangkan. Selain itu, kegiatan bermain dapat membantu anak mengenal tentang
diri sendiri, dengan siapa ia hidup serta lingkungan tempat tinggalnya.
Pendapat lain dari Docket dan Fleer
(Sujiono, 2011) bahwa bermain merupakan kebutuhan bagi anak, melalui bermain
anak akan memperoleh pengetahuan yang dapat mengembangkan kemampuan diri.
Bermain merupakan suatu aktivitas yang khas dan sangat berbeda dengan aktivitas
lain seperti belajar dan bekerja yang selalu dilakukan dalam rangka mencapai
suatu hasil akhir.
Hurlock (Utama, ) menyatakan bahwa
bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya,
tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan secara
sukarela dan dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban Dari beragam pendapat para ahli
mengenai makna bermain, jelas bahwa bermain memberikan banyak manfaat, diantaranya;
anak belajar memperoleh pengetahuan melalui lingkungan sekitar, anak membangun
pengetahuan melalui aktivitas bermain, anak belajar bersosialisasi dengan teman
sebaya, serta melalui bermain anak mengembangkan kemampuan fisik motoriknya.
Bermain bukanlah aktivitas tanpa
tujuan, Yuliani N Sujiono (2011) mengungkapkan bahwa tujuan utama dari bermain
adalah memelihara perkembangan atau pertumbuhan optimal anak usia dini melalui
pendekatan bermain yang kreatif, interaktif dan terintegrasi dengan lingkungan
bermain anak. Penekanan dari bermain anak adalah perkembangan kreativitas dari
anak-anak. Semua anak usia dini memiliki potensi kreatif tetapi perkembangan
kreativitas sangat individual dan bervariasi antar anak yang satu dengan yang
lainnya.
Elkonin, salah seorang murid
Vygotsky dalam Yuliani Sujiono (2011) mengemukakan beberapa prinsip bermain
anak, sebagai berikut:
1. Dalam bermain, anak mengembangkan sistem untuk memahami apa yang
sedang terjadi dalam rangka mencapai tujuan yang lebih kompleks
2. kemampuan untuk menempatkan perspektif orang lain melalui
aturan-aturan dan menegoisasikan aturan bermain
3. anak menggunakan reflika untuk menggantikan objek nyata, lalu
mereka menggunakan objek baru yang berbeda. kemampuan menggunakan simbol
termasuk ke dalam perkembangan berpikir abstrak dan imajinasi
4. Kehati-hatian dalam bermain mungkin terjadi, karena anak perlu
mengikuti aturan permainan yang telah ditentukan bersama teman-temannya.
Untuk mendukung keempat hal
tersebut di atas, anak memerlukan lingkungan yang mendukung untuk melakukan
permainan khayalan. Bermain anak tidak
bisa disamakan dengan bermain orang dewasa. Bermain memberikan pengaruh yang
besar terhadap perkembangan anak.
C.
Karakteristik
Bermain
Pada saat ini, banyak definisi
bermain yang difokuskan pada sejumlah karakteristik bermain. Fromberg dalam
Doocket dan Fleer (2000) mendefinisikan bermain sebagai berikut:
1. Simbolik
Salah satu karakteristik
bermain adalah “make believe” dimana anak meyakini bahwa benda-benda
dihadapannya adalah nyata dan dapat dijadikan apapun sesuai khayalan mereka.
Melalui bermain, orang-orang dan objek-objek digunakan sebagai simbol untuk
objek dan orang yang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, kita biasa melihat
anak-anak menggunakan balok untuk membuat kereta atau anak berperan sebagai ibu
dengan pakaian yang disesuaikan dan menirukan suara ibu agar dapat berperan
sempurna.
2. Bermakna/ Meaningfull
Bermain menumbuhkan kepekaan anak pada pengalaman nyata dan
penuh makna. Johnson (Docket dan Fleer, 2000) menggambarkan bermain sebagai
jendela [erkembangan dan kesempatan untuk belajar. Dalam kata lain, permainan
anak-anak merefleksikan apa yang mereka ketahui dan apa yang mereka bisa
lakukan. Bermain memberikan anak-anak kesempatan untuk membangun dan
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman.
3. Aktif
Salah satu tipikal bermain adalah bermain melibatkan
aktivitas. Seringkali bermain menjadi aktifitas fisik, dan pada waktu yang lain
bermain dapat menjadi aktivitas mental, contohnya: bermain kata atau bermain
imajinasi.
4. Menyenangkan
Anak-anak terlibat dalam kegiatan bermain karena bermain
merupakan kegiatan yang menyenangkan. Para guru dapat menggunakan bermain
sebagai proses pengalaman belajar mengajar. Kesenangan bergantung pada persepsi
individu, hal yang menyenangkan untuk satu anak belum tentu menyenangkan untuk
anak lainnya.
5. Mengesampingkan aturan
Semua permainan diikat oleh beberapa aturan. Beberapa aturan terkait dengan waktu permainan
dan alat yang digunakan untuk bermain.
Namun pada anak-anak, biasanya anak-anak mengurangi banyaknya aturan ketika
bermain, anak-anak lebih suka mengontrol permainan nya sendiri.
6. Sukarela
Anak-anak yang terlibat dalam permainan didasarkan pada
motivasi intrinsik, anak-anak dapat memilih permainan sebelum mereka terlibat,
mereka bisa tidak memilih atau mereka bisa merubah permainan. Motivasi bermain
tidak hanya berkaitan dengan kenyamanan, namun juga terkait dengan pengalaman
ketika anak melwatkan waktu dan melepaskan energi untuk terlibat dalam sesuatu
yang penting bagi mereka.
7. Epsisodik
Epsodik terdapat
diawal, pertengahan dan akhir. Anak-anak bermain dalam beberapa tahapan.
episode bermain dapat merefleksikan tema permainan yang anak minati. Bermain
pada anak memiliki sebuah tahapan orientasi dimana anak memilah-milah apa yang
akan mereka mainkan.
Setiap karakteristik di atas
bergantung pada pengalaman anak, dalam artian bahwa tidak semua aktivitas
adalah bermain, dan tidak semua pengalaman bermakna melibatkan bermain. Namun
seluruh karakteristik diatas merupakan suatu kesatuan yang memberikan kontibusi
pada perilaku bermain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar